[EXOFFI FREELANCE] My Lady (Chapter 9)

MY LADY - CHAPTER 9

MY LADY

 [ Chapter 9]

Title : MY LADY

Author : Azalea

Main Cast :

Byun Baekhyun (EXO), Lee Sena/Kim Jisoo (BLACK PINK), Oh Sehun (EXO)

Support Cast :

Shannon Williams, Lee Miju (Lovelyz), Kim Kai (EXO), Park Chanyeol (EXO), Do Kyungsoo (EXO), etc.

Genre : Romance, Sadnes, Adult

Rating : NC-17

Length : Chapter

Disclaimer : Cerita ini murni dari otakku sendiri. Tidak ada unsur kesengajaan apabila ada ff yang memiliki cerita serupa. Kalaupun ada yang serupa, aku akan berusaha membawakan cerita milikku sendiri ini dengan gaya penulisanku sendiri. Kalian juga bisa membacanya di wattpad. Nama id ku @mongmongngi_b, dengan judul cerita MY LADY.

 

 

 

Cerita sebelumnya :  Cast Introduce -> CHAPTER 1 -> CHAPTER 2 -> CHAPTER 3 -> CHAPTER 4 -> CHAPTER 5 -> CHAPTER 6 -> CHAPTER 7 -> CHAPTER 8

 

“Kau tidak ingin ikut?” tanya Chanyeol pada Baekhyun yang masih setia memandang kota Seoul dari jendela besar di ruangannya.

“Tidak.” Jawab Baekhyun singkat, jelas, dan tegas.

“Oh…ayolah. Kita bersenang-senang.” Keluh Chanyeol saat ajakannya ditolak mentah-mentah oleh Baekhyun.

“Jawabannya tetap tidak.” Ucap Baekhyun dengan nada dinginnya membuat Chanyeol menatapnya kesal, tapi dia bertekad untuk tidak menyerah.

“Sekali-kali kau harus merilekskan otak dan pikiranmu. Jangan bekerja keras terus-menerus, nanti kau cepat tua. Lagi pula proyek besar kita baru saja berhasil dan kita perlu merayakan keberhasilan itu.” Bujuk Chanyeol tidak terpengaruh akan jawaban Baekhyun terhadap ajakkannya. Baekhyun tetap bergeming sambil memasukkan sebelah tangannya pada saku celana tanpa menjawab ajakkan Chanyeol kali ini.

“Malam ini ada lelang menarik, daripada kau memikirkan gadis yang entah kapan akan kembali, bukankah sebaiknya kau ikut kami?” lanjut Chanyeol masih belum menyerah untuk mengajak sahabatnya itu pergi bersenang-senang ala Chanyeol. Sedangkan Kai hanya duduk diam tidak menanggapi apapun perkataan Chanyeol, seperti apa yang dilakukan oleh Baekhyun. Baekhyun hanya memejamkan matanya mendengar celotehan Chanyeol yang masih belum menyerah akan dirinya.

“Kai-ya, bantu aku membujuk pria berotak batu itu untuk pergi bersenang-senang sebentar saja.” Ucapnya pada Kai sedikit frustasi karena dari tadi ajakkannya tidak ada yang digubris.

“Aku tidak punya kewenangan untuk memaksanya. Jika dia tidak ingin pergi, maka aku tidak bisa berbuat apa-apa.” Jawab Kai sambil menyeringai ke arah Chanyeol. Mendengar hal itu membuat mulut Chanyeol menganga sempurna.

Oh my God. Apakah dari kalian tidak ada yang waras?” ucapnya sambil memandang Kai dan Baekhyun secara bergantian.

“Aku berkata seperti itu karena aku masih waras Chanyeol-a.” jawab Kai membuat Chanyeol semakin menunjukkan muka kesalnya.

“Tidak menarik.” Keluhnya lagi akan sikap kedua sahabatnya itu.

“Bagaimana kalau kita buat ini menjadi menarik?” ucap Kai membuat perhatian Chanyeol tertarik sepenuhnya padanya. Sedangkan Baekhyun menunjukkan sikap tidak tertarik sama sekali, walaupun dia masih setia mendengarkan percakapan kedua sahabatnya itu.

“Caranya?”

“Kita bertaruh.”

“Bertaruh?”

“Ya, kita bertaruh.”

“Lalu apa yang akan kau taruhkan?”

“Kencan Baekhyun.” Jawab Kai yang sukses membuat Baekhyun membalikkan badannya untuk menghadap kedua sahabatnya itu. Baekhyun menatap tidak suka akan rencana yang diajukan oleh Kai tapi dia tidak bersuara sama sekali untuk menolaknya. Sedangkan Chanyeol menyeringai lebar saat mendengar apa yang ditaruhkan oleh Kai tentang sahabatnya itu. Secara otomatis Chanyeol dan Kai pun menatap Baekhyun yang juga sedang menatap mereka berdua dengan tatapan dinginnya.

Call.” Ucap Chanyeol menyetujui ajakkan Kai. “Apa yang kau inginkan sebagai hadiahnya?”

Kai berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan Chanyeol. “Maserati terbarumu.”

Jawaban Kai itu sukses membuat Chanyeol membulatkan matanya lagi.

“Kau gila!! Aku baru membelinya tiga hari yang lalu.” Ucap Chanyeol kesal akan jawaban Kai.

“Aku tidak peduli.” Jawab Kai sambil menyeringai ke arah Chanyeol, membuatnya sedikit menggeram kesal.

“Hentikan taruhan konyol kalian itu.” Ucap Baekhyun kesal mendengar perdebatan yang menurutnya itu tidak penting sama sekali. Kemudian Baekhyun berjalan ke arah meja kerjanya, lalu duduk di kursi kebesarannya sambil menyesap wine yang dia geletakkan di atas mejanya. Berharap wine itu bisa meringankan beban pikirannya.

“Baiklah aku setuju. Jika Baekhyun tidak mendapatkan teman kencan nanti malam, bersiaplah untuk mengganti kepemilikkan villa mu yang ada di Hokkaido.” Ucap Chanyeol mengabaikan perkataan Baekhyun. Mendengar hal itu membuat seringaian Kai pudar seketika.

“Baiklah, lagi pula aku berencana untuk menjual villa itu.” Jawab Kai menutupi kegelisahannya. Chanyeol yang sadar akan kegelisahan itu semakin melebarkan seringaiannya.

“Tsk, berhentilah membuatku menjadi objek taruhan kalian. Terakhir kali aku ikut bertaruh dengan kalian, semuanya jadi kacau sampai saat ini.” Ucap Baekhyun sambil memutarkan mata jengah ke arah dua sahabatnya itu. Chanyeol dan Kai hanya bisa terkekeh ke arah Baekhyun, saat mengingat kejadian tujuh tahun lalu yang pada akhirnya membuat Baekhyun terjerat pada pesona seorang gadis hingga saat ini.

“Oh, ayolah Baek. Itu tujuh tahun yang lalu, dan aku janji ini yang terakhir kalinya kami bertaruh tentangmu.” Jawab Chanyeol membuat Baekhyun memijat pelipisnya.

“Ini yang terakhir.” Tambah Kai mencoba untuk meyakinkan Baekhyun, tapi masih belum dijawab apapun oleh Baekhyun.

“Lagipula kau tidak akan rugi. Jika kau menemukan teman kencan yang menarik, berarti kau beruntung karena mungkin bisa terlepas dari bayang-bayang gadis itu. Tapi jika tidak, aku dan Kai tidak bisa memaksamu untuk melupakannya.” timpal Chanyeol. “Kau hanya perlu ikut ke acara lelang itu, duduk manis di salah satu kursi, dan keluarkan uangmu jika ada barang yang menarik. Jika tidak, maka kau hanya perlu duduk diam mengikuti acara dari awal hingga akhir, bagaimana?” tambahnya yang membuat Baekhyun membuka matanya dan menatap tajam Chanyeol, sedangkan yang ditatap hanya tersenyum lebar menyadari bahwa rayuannya kali ini akan berhasil.

Fine.Tapi kalian harus berjanji ini untuk yang terakhir kalinya. Dan satu hal yang aku minta dari kalian, jika aku menemukan barang yang menarik, kau Chanyeol, harus memberikan villa mu yang ada di Hawaii.” Ucap Baekhyun penuh kekesalan tapi diakhiri dengan seringaian yang membuat senyuman Chanyeol hilang seketika.

“Sedangkan kau, Kai, apartemen barumu di Gangnam akan menjadi milikku. Kalian mengerti?” tambah Baekhyun yang membuat kedua sahabatnya itu menelan ludah dengan susah payah.

D-deal.”  Ucap Chanyeol dan Kai berbarengan sedikit terbata-bata membuat seringaian Baekhyun semakin bertambah lebar. Sial, aku akan jatuh miskin hanya karena taruhan yang diajukan si bodoh Kai itu. Gumam Chanyeol kesal dalam hati saat memikirkan kemungkinan Baekhyun akan mengambil alih villanya. Walaupun kemungkinannya sedikit, tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi dengan kemungkinan itu. Sialan. Aku baru melunasi pembayaran apartemen itu. Guman Kai yang sekarang menyesali akan taruhan yang diajukkannya.

 

***

 

Di hari yang sama tapi di tempat yang berbeda. Seorang gadis sedang menangis tersedu-sedu sambil berlutut di depan sebuah rumah mewah. Sudah berjam-jam dia seperti itu tapi tidak ada yang keluar dari rumah itu untuk menghentikannya, dan dia tidak menyerah sama sekali. Ini semua demi ibu dan adiknya. Ya, gadis itu bernama Sena. Semuanya berubah begitu cepat seperti membalikkan telapak tangan.

Dia bukan lagi seorang Lee Sena yang mempunyai segalanya. Semua harta yang dimiliknya lenyap dari dirinya, dan itu semua dikarenakan ayahnya. Jika saja ibunya tidak tertipu akan bujuk rayu dari ayahnya, maka dia tidak akan mengalami semua ini. Tapi apalah dikata, jika nasi sudah menjadi bubur. Jika saja dia bisa menyelesaikan pendidikannya secepatnya, maka semua ini tidak akan terjadi. Jika saja ibunya tidak sakit dan memerlukan banyak biaya, maka dia tidak akan mengemis meminta pertolongan seperti ini. Terlalu banyak kata jika yang berputar-putar diotaknya saat ini.

“Berhentilah memasang ekspresi menjijikan seperti yang sering dilakukan ibumu itu di depanku!” ucap seorang wanita paruh baya penuh makian sambil menyiramkan seember kecil air ke wajah Sena yang sedang berlutut di depan rumahnya. Seketika itu juga Sena menghentikan tangisannya sambil menyeka mukanya dengan telapak tangannya.

“Maafkan ibuku nyonya. Aku mohon jangan menghentikan biaya pengobatannya. Aku berjanji akan melakukan apapun, asalkan nyonya mau membujuk ayah untuk tidak menghentikannya. Aku mohon.” Ucap Sena dengan nada bergetar karena menahan tangisannya.

“Cih, asal kau tahu saja, suamiku juga muak terhadapnya. Salahnya sendiri kenapa mempunyai penyakit yang memerlukan biaya banyak. Lebih baik dia mati saja dari pada menyusahkan banyak orang, termasuk puterinya.” Ucapnya lagi sambil bersidekap dada, dan menatap Sena dengan pandangan merendahkannya. Mendengar hal itu membuat Sena mengepalkan tangannya menahan amarah dan sakit hati atas perkataan wanita paruh baya itu tentang ibunya, tapi sebisa mungkin dia menahannya karena dia membutuhkan pertolongan wanita itu saat ini.

“Aku mohon tolong ibuku, nyonya.” Ucap Sena mengabaikan makian yang didapatnya dengan semakin memperdalam tundukkan kepalanya.

“Sampai kapanpun aku tidak akan menolong kalian. Pergi saja sana, kau hanya membuatku malu terhadap tetanggaku jika melihat kelakuanmu saat ini.” Ucapnya mengusir Sena. Kemudian berbalik untuk kembali masuk ke dalam rumah mewahnya karena tidak mau tertangkap basah oleh tetangganya atau dia akan mendapat kesan tidak baik dari mereka, dan dia tidak mau itu terjadi.

“Nyonya, aku mohon tolong ibuku sekali ini saja.” Ucap Sena sambil berusaha untuk berdiri mengejar wanita itu tapi dia terjatuh lagi karena kakinya terlalu lama dilipat hingga membuatnya tidak bertenaga sama sekali. Alhasil, Sena pun merangkak demi mencapai pintu gerbang rumah itu.

“Nyonya, aku mohon.” Teriak Sena begitu putus asa sambil menggedor-gedor pintu gerbang tersebut, tapi tidak ada jawaban apapun dari dalam sama.

“Nyonya, aku mohon tolong ibuku.” Teriak Sena lagi sambil berurai air mata.

“Nyonya, aku mohon.” Ucap Sena tidak dengan teriakannya, yang keluar hanyalah suara seraknya. Tenaganya terkuras habis walaupun hanya menangis dan duduk terdiam di depan gerbang rumah. Hal ini dikarenakan dia belum makan apapun seharian ini. Katakanlah dia terlalu miskin bahkan untuk membeli satu potong roti saja dia tidak mampu.

“Nyonya…” lirih Sena mencoba untuk tetap memanggil wanita paruh baya itu berharap dia mau keluar dan memberinya belas kasihan. Seberapapun Sena membencinya karena telah menghancurkan keluarganya dan merebut semuanya, hanya dia orang yang terpikirkan olehnya yang bisa membantunya saat ini.

Suara dering handphone terdengar dari dalam tas punggung yang dipakainya. Diusapnya dengan kasar wajahnya menggunakan punggung tangannya saat melihat tidak ada nama yang tertera di layar handphonenya.

Yeobose…”

Kalau kau ingin adikmu keluar dengan keadaan masih utuh, datang ke Galaxy Club sekarang juga.” Ucap seorang pria di telepon sana yang langsung memutus sambungannya begitu Sena selesai mendengar apa yang ingin dikatakannya. Tiba-tiba Sena diliputi perasaan cemas yang teramat sangat akan adiknya itu. Oh, tidak. Jangan Semi. Ucapnya dalam hati begitu panik mengkhawatirkan keadaan adiknya.

“Yeoboseyeo?” ucap Sena sedikit berteriak panik pada pria yang meneleponnya.

“Yeoboseyeo?” ucap Sena lagi tapi tidak terdengar jawaban karena sambungan telepon telah terputus.

“Yeoboseyeo?” ucap Sena semakin panik saat menyadari orang di seberang sana tidak akan mendengar panggilannya.

Dengan susah payah, Sena pun berdiri dan mencoba melangkahkan kakinya yang masih terasa kaku untuk berjalan. Tujuan awalnya untuk memohon pada penghuni rumah itu dilupakannya setelah mendapat telepon itu. Dirinya terlalu kalut saat ini, membuat air matanya kembali mengalir tanpa bisa dicegahnya. Dan tanpa Sena sadari, ada sepasang mata hitam tajam bagai elang sedang mengawasinya.

Selama perjalanan menuju Galaxy Club yang dimaksud oleh si penelepon itu, Sena tidak henti-hentinya memanjatkan do’a berharap adiknya baik-baik saja. Galaxy Club merupakan salah satu club mewah dan terkenal di daerah Gangnam, hingga siapapun tahu di mana letak club tersebut. Beruntunglah Sena, karena letak Galaxy Club dan rumah mewah yang sebelumnya dia tuju pun berada di daerah Gangnam, membuatnya bisa menjangkau club tersebut hanya dengan berjalan kaki walaupun itu sedikit membutuhkan waktu yang lebih lama.

Setelah Sena sampai di depan club yang dimaksud, tiba-tiba seseorang menarik tangannya dan memaksa Sena untuk mengikuti kemana pun langkah kaki bergerak.

“Lepass!!” ucap Sena memprotes perlakuan pria tersebut karena mencengkram lengannya begitu kuat.

“Diam!! Atau kau akan mendapatkan perlakuan yang lebih tidak menyenangkan terhadapmu dan adikmu!” bentak pria tersebut penuh ancaman dengan suara dingin yang berhasil membuat Sena diam seketika. Pria itu pun membawa Sena ke bagian samping dari club tersebut dan masuk ke dalamnya melewati pintu samping.

Semakin dalam memasuki club tersebut, semakin besar pula ketakutan Sena akan apa yang terjadi selanjutnya. Pria tersebut membawa Sena ke dalam sebuah ruangan yang berada di bagian belakang dari club. Begitu pintu ruangan itu terbuka, dirinya sedikit menghempaskan Sena, membuatnya jatuh terduduk di lantai dingin ruangan itu. Sena pun meringis kesatikan akibat posisi jatuhnya yang salah. Kemudian dia mendongakan kepalanya untuk menatap apa yang ada di depannya.

Matanya membulat sempurna saat manik matanya bersitubruk dengan manik mata yang sama dengannya tetapi sedang mengeluarkan air matanya. Menghilangkan cahaya dari mata indah tersebut.

“Se-mi…” ucapnya tercekat saat melihat sang adik sedang berlutut sambil menangis dengan kedua tangan terikat di punggungnya.

“Eon-ni…” panggil Semi dengan suara seraknya sambil berurai air mata memperlihatkan seberapa besar ketakutannya saat ini.

“Bagus, karena sekarang kau sudah ada di sini, kau bisa memilih. Adikmu? Atau dirimu sendiri?” ucap seorang pria yang sedang duduk di sebuah sofa sambil menghembuskan rokoknya membuat Sena mengalihkan perhatiannya untuk menatap pria itu.

“Kau tidak memiliki waktu yang banyak, sayang, kau hanya tinggal memilih dan semuanya selesai.” Tambahnya dengan nadanya yang begitu santai seakan hidup seseorang itu hanya sebuah mainan biasa baginya.

“Eonni, jangan. Ini salahku, kau tidak harus bertanggungjawab.” Ucap Semi membuat Sena kembali menatapnya. Dapat dilihatnya Semi sedang menggelengkan kepalanya seakan tahu apa yang akan kakaknya lakukan demi dirinya, tapi Sena tetap bergeming di tempatnya. Sena tahu apa yang dimaksud oleh pria itu, tentang dirinya atau Semi adiknya.

“Waktu terus berjalan, sayang.” Ucap pria itu menginterupsi dengan tidak sabarannya.

“Baiklah.” Ucap Sena setelah sekian lama berpikir untuk mengambil keputusannya. “Aku yang akan menggantikannya.” Tambahnya sambil menatap pria asing itu yang sedang menyeringai ke arahnya mengabaikan tatapan tidak setuju dari adiknya.

“Tao-ya, kembalikan anak gadis yang manis ini ke rumahnya.” Ucapnya masih dengan menatap Sena.

“Tidak! Eonni…kau tidak boleh. Eonni…eonni…eonni…” teriak Semi saat tahu jawaban apa yang diberikan kakaknya itu. Sena tidak menatap Semi sedikitpun karena dia tahu, adiknya pasti akan menyalahkan dirinya sendiri dengan apa yang akan terjadi padanya nanti. Suara teriak Semi yang memanggil namanya perlahan menghilang dari pendengarannnya, membuat Sena menutup mata untuk menenangkan dirinya yang sedang gelisah setengah mati.

“Kuharap kau tidak menyesal dengan keputusan yang kau ambil saat ini, karena jika kau mengacaukannya, maka adikmu yang akan menjadi penggantimu.” Ucap pria itu penuh peringatan pada Sena yang masih saja terduduk di lantai seperti sebuah patung.

“Fanny, bawa dia. Dandani dia secantik mungkin karena bos besar akan hadir di lelang kali ini.” Ucapnya pada wanita yang sedang bergelanyut manja di lengannya itu. Dengan perasaan kesal wanita itu pun menuruti apa yang dikatakan oleh prianya.

“Ikut aku.” ucap wanita itu penuh dengan nada dingin dan ketusnya. Sedangkan Sena hanya menatapnya bingung, bingung dengan apa yang harus dilakukannya. Mengikuti wanita yang bernama Fanny itu atau tetap diam.

“Apa yang kau lakukan? Ayo ikut aku sebelum kemarahan Kris dia semburkan padamu.” ucapnya penuh kekesalan karena Sena tidak juga mengikutinya. Sambil menghentakkan kakinya kesal dia keluar dari ruangan itu, meninggalkan Sena yang masih bergeming di tempatnya.

“Aku yakin kau tidak ingin melihat kemarahanku, nona Lee.” Ucap pria bernama Kris itu sambil menghembuskan kembali rokoknya membuat Sena sadar seketika. Dengan tertatih-tatih Sena berusaha mengejar wanita yang bernama Fanny itu.

Ternyata Fanny membawanya ke sebuah ruang ganti yang di dalamnya terdapat beberapa gaun dengan ukuran yang sangat pendek. Fanny menyuruh Sena untuk duduk di salah satu kursi yang di depannya terdapat kaca besar dengan beberapa lampu mengelilingnya. Dengan telaten Fanny menghias Sena. Mengubahnya menjadi seorang wanita yang mempesona yang menampilkan kesan nakal dan seksinya karena lipstik yang digunakannya berwarna merah menyala. Kemudian dia juga memilihkan sebuah gaun berwarna hitam polos tanpa lengan yang panjangnya hanya bisa menutupi tubuh inti Sena dan setengah pahanya. Rambutnya dibiarkan jatuh menjuntai menutupi pundak polosnya. Sebuah heels hitam sederhana diberikan pada Sena untuk menyempurnakan tampilannya saat ini.

Sena menatap pantulan dirinya di cermin besar itu. Bagaimana bisa seorang wanita polos sepertinya bisa berubah menjadi sosok wanita penggoda seperti dilihatnya di cermin saat ini. Kemudian Sena tersenyum masam melihat dirinya yang sudah berubah.

“Acaranya sebentar lagi akan dimulai. Aku harap kau memiliki keberuntungan dengan bisa menarik perhatian bos besar, atau kau akan berakhir sepertiku jika kau tidak berhasil sama sekali.” Ucap Fanny atau Tifanny yang berhasil menyadarkan Sena dari lamunannya.

“Semua itu tidak berarti sama sekali. Hidupku sudah hancur.” Jawab Sena lesu, membuat Tifanny mengernyit heran ke arahnya.

“Tidak, jika kau bisa mendapatkan bos besar.” Ucapnya tidak setuju dengan pemikiran Sena. “Ayo.” Ajak Tifanny.

Kemudian mereka berjalan ke lantai tiga dari club tersebut. Tempat diadakannya lelang tersebut. Tanpa Sena sadari, dia mengepalkan tangannya gelisah saat memikirkan pembelinya nanti. Dia takut jika orang yang akan membelinya seorang pria tua dengan perut buncit yang memiliki banyak istri. Lebih baik dia berakhir dengan seorang pria muda tapi berengsek. Pikir Sena.

Tifanny mengantarkan Sena ke sebuah ruangan lagi yang terletak di belakang panggung yang sudah disediakan sebagai ruang tunggu. Begitu pintu terbuka, Sena membulatkan matanya saat menatap pemandangan di depannya. Ternyata bukan hanya dirinya yang akan dilelang hari ini. Sena mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah sambil memasuki ruangan tersebut.

Semua wanita yang ada di dalam ruangan itu juga membalas tatapan Sena. Meneliti tampilan Sena dari atas sampai bawah. Menilai sebaik apa lawan mereka saat ini, karena tujuan mereka satu, mencoba menarik perhatian bos besar yang akan menyelamatkan mereka dari kubangan lumpur ini.

“Semoga kau berhasil.” Ucap Tifanny sesaat sebelum meninggalkan Sena di dalam ruangan itu. Selepas kepergian Tifanny, Sena kembali mengamati keadaan sekitarnya. Semua wanita itu berdandan tidak kalah cantik dari dirinya. Bahkan ada yang memakai riasan yang menurut Sena sangat berlebihan hanya untuk menarik perhatian seorang lelaki saja. Ada juga yang berpakaian lebih seksi dari yang digunakannya, atau ada juga yang hanya memakai lingeri tembus pandang yang memamerkan lekuk tubuhnya.

Sena hanya berharap keberuntungan akan berpihak padanya kali ini, karena mengingat tampilannya yang biasa-biasa saja jika dibandingan dengan wanita-wanita lain yang ada di ruangan itu, membuatnya menjadi pesimis seketika. Sebenarnya seperti apa orang yang disebut sebagai bos besar itu? Apakah dia seorang pria tua dengan perut buncit? Memikirkan kemungkinan itu membuat Sena mual seketika. Tapi melihat bagaimana bisnis ini berlangsung kemungkinan terbesarnya adalah seperti itu. Pikirnya dalam hati.

“Acara akan dimulai 10 menit lagi. Aku harap kalian bersiap-siap.” Ucap seorang pria yang muncul dari balik pintu membuat semua wanita yang ada di dalam ruangan ini panik seketika. Setelah kepergian pria itu, semua orang kalang kabut. Ada yang mengecek riasannya, ada juga yang menambah riasannya, ada juga yang mengecek pakaian yang digunakannya sudah pas atau belum, dan ada yang hanya duduk diam mengamati kegiatan yang sedang dilakukan oleh wanita lain. Dan Sena termasuk wanita yang mengamati wanita lain yang sedang panik. Dirinya terlalu bingung jika harus membenahi penampilannya saat ini. Alhasil, dia hanya duduk diam.

Tepat setelah 10 menit berlalu, satu per satu dari wanita yang ada di dalam ruang tunggu itu dipanggil untuk dilelang. Dan satu per satu dari mereka ada yang kembali dengan wajah bahagia, dan ada juga yang kembali dengan wajah muram saat mengetahui pembelinya seperti apa. Detak jantung Sena berdegup dengan kencangnya saat menunggu gilirannya untuk dipanggil.

Dari beberapa wanita yang kembali dari acara pelelangan itu, Sena dapat mendengar jika orang yang dimaksud bos besar oleh semua orang itu adalah seseorang yang masih muda. Kadang mereka sedikit terpikik saat membicarakan bos besar itu, tapi sedetik kemudian mereka tertunduk lesu karena tidak berhasil menarik perhatian sang bos besar. Entah kenapa Sena pun menghela napas lega saat mengetahui hal itu.

“Bos besar adalah milikku.” Ucap seorang wanita cantik pada Sena penuh dengan penekanan. Sena menatap heran wanita dengan gaun hitamnya yang memiliki potongan dada rendah hingga mempelihatkan sedikit payudaranya itu. Untuk apa dia berucap seperti itu padaku? Apakah dia merasa tersaingi dengan keberadaanku? Konyol sekali. Ucap Sena dalam hati.

Tidak lama wanita yang memperingatkan Sena itu dipanggil namanya, dari situ Sena tahu siapa wanita cantik tapi sombong itu. Kim Yura. Beberapa menit kemudian, Yura pun kembali ke dalam ruangan itu dengan muka datarnya. Tapi Sena tahu, jika Yura gagal untuk menarik perhatian bos besar itu. Sebisa mungkin Yura menutupi kegagalannya dengan tetap berjalan dengan angkuhnya di hadapan Sena yang sedang menatapnya sambil tersenyum penuh ejekkan. Wanita sombong yang terlalu percaya.

“Lee Sena.” Panggil seorang pria membuat Sena menolehkan wajah seketika. Dia tahu, jika namanya sudah dipanggil berarti sekarang gilirannya sudah tiba. Sena tidak punya pilihan lain selain mengikuti acara ini daripada dia harus menghancurkan masa depan adiknya yang berharga. Dengan langkah yang sedikit gugup, Sena berjalan ke arah panggung.

Detak jantungnya semakin cepat saat sebuah lampu sorot menyinari langkah kakinya yang berjalan ke tengah-tengah panggung. Seorang MC terus berbicara mengenai dirinya yang dia karang saat itu, seperti namanya yang diperlakankan sebagai Rose, bukan Sena. Sena mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah untuk menatap siapa saja calon pembeli yang hadir pada lelang kali ini. Celotehan MC yang memperkenalkan dirinya tidak dapat Sena dengar saat pandangan matanya terhenti pada sepasang mata yang juga sedang menatapnya tajam, tapi penuh kerinduan.

Detak jantungnya semakin berdetak cepat saat mengenali mata itu. Mata dari seseorang yang begitu dihindari dan dibencinya tapi juga dirindukannya selama tujuh tahun terakhir ini. Seseorang yang telah memberinya hadiah terindah tapi juga telah menorehkan rasa sakit yang begitu dalam di hatinya. Seakan memiliki dunia sendiri, tatapan mata mereka tidak pernah terputus barang sedetikpun. Sampai pada acara dimana penawaran harga dimulai, disitulah Sena baru sadar apa yang telah terjadi antara dirinya dan pria itu.

Tanpa sadar Sena menggigit bibir bawahnya, dan mengepalkan tangannya saat penawaran harga terus berlanjut. Sedangkan Baekhyun, pria yang bersitatap dengannya, belum mengeluarkan sepatah katapun. Entah kenapa kali ini Sena berharap dia akan jatuh kepelukan Baekhyun, karena bagaimana pun Sena tidak bisa membayangkan jika harus melayani pria lain yang tidak dikenalnya disaat ada seorang pria yang pernah bersamanya di depan matanya.

“Baiklah, saya hitung sampai tiga, maka nona Rose ini akan terjual.” Ucap sang MC membuat Sena tanpa sadar kembali menatap Baekhyun.

“Satu…”

“Dua…”

“Tig…”

“Seratus juta won.” Ucap Baekhyun memotong perkataan MC tersebut. Semua orang di ruangan tersebut terdiam seketika saat mendengarkan tawaran yang diberikan Baekhyun di saat-saat terakhir. Tatapan mata Sena dan Baekhyun tidak pernah terlepas, saat beberapa orang secara terang-terangan menatap Baekhyun heran. Dipikiran mereka mengatakan jika Baekhyun gila, Baekhyun sudah tidak waras, atau Baekhyun sinting dan berbagai umpatan kasar lainnya pada Baekhyun karena berani mengeluarkan uang sebesar itu hanya untuk tidur satu malam dengan seorang wanita. Tapi Baekhyun tidak mempedulikannya sama sekali.

“Ehm, baiklah. Apakah ada yang bersedia untuk menawar lebih tinggi lagi?” tanya MC memecahkan keheningan di ruangan tersebut membuat semua orang di dalam ruangan berbisik-bisik dengan orang yang berada di sebelahnya. Entah apa yangmereka bicarakan, karena ruangan terlalu di penuhi oleh banyak orang.

“Kau gila?” tanya Chanyeol sedikit berbisik ke telinga Baekhyun, tapi tidak dijawab oleh yang punya telinga, karena pikirannya terlalu dipenuhi dengan Sena yang berada di hadapannya.

“Kalau tidak ada, saya akan menghitung sampai tiga, maka wanita cantik yang berada di atas panggung ini akan terjual.” Ucap MC mengalihkan perhatian semua orang yang sedang berbisik-bisik karena penawaran gila yang diajukan oleh Baekhyun.

“Satu…”

“Dua…”

“Aku beri waktu kalian tiga hari untuk pengalihan nama atas namaku.” Ucap Baekhyun sedikit berbisik tapi masih bisa didengar oleh kedua sahabatnya yang duduk di sebelahnya itu.

“Tiga…”

“Sialan!” ucap Kai dan Chanyeol hampir berbarengan saat mengetahui beberapa aset berharga mereka akan jatuh ke tangan Baekhyun.

“Terjual…” ucapnya penuh kegembiraan saat wanita yang ditawarkannya terjual dengan harga tinggi. “Wanita bernama Rose ini telah menjadi teman kencan dari bos besar kita. Selamat.” Lanjutnya dengan penuh semangat.

Setelah MC mengatakan bahwa Sena telah terjual dan dia yang berhasil membelinya membuat Baekhyun tanpa sadar menyunggingkan senyuman penuh kemenangan dengan mata tetap mengunci mata Sena agar terus menatapnya. Baekhyun mengingatkan dirinya sendiri untuk berterimakasih pada Chanyeol dan Kai yang telah berhasil memaksanya untuk ikut ke acara lelang ini, karena berkat mereka berdua, Baekhyun bisa memiliki wanitanya kembali dan beberapa aset tambahan untuk menambah pundi-pundi kekayaannya.

Mengetahui dirinya sudah terjual dengan harga yang tinggi pada seseorang pria di masa lalunya, membuat Sena sadar jika dia tidak akan pernah lepas dari Baekhyun. Sejauh apapun dia berlari untuk meninggalkan pria itu, pada akhirnya dia jatuh kembali padanya. Seharusnya Sena sadar, jika bos besar yang dimaksud oleh Tifanny adalah orang itu, Byun Baekhyun, pria masa lalunya.

 

~ tbc ~

88 tanggapan untuk “[EXOFFI FREELANCE] My Lady (Chapter 9)”

  1. Antara senang sama sedih
    Senang karna sena gak berakhir sama pria tua banyak istri
    Sedih karna sena jadi cewek bayaran

  2. Sh*tt! Makin seru aja! Ntahlah rasa bhagia baekie terasa juga padaku! Heol!! Sena kau juga menyukainya kan? Hahaha thor like it! Next~

  3. Ohh mai gatt.
    Ceritanya benar2 tak terduga.

    Aku sukaa😍😍
    Suka kalimat “seratus juta won” dari si boss besarnya, suka kata “sialan” dari chanyeol dan kai😆😆
    Dan suka sama satu lagi.
    Autornya😍😍😍
    Semuanya keren.
    Tadinya aku pkir ff ini ngbosenin, tp aku sabar aja bacanya, ehh ternyata tak terduga😍😍😍😁😁😁

Tinggalkan Balasan ke Tartar61 Batalkan balasan