Caramelo pt. 12

caramelo

Caramelo

CAST: Do Kyungsoo, Kwon Chaerin, Oh Sehun | SUPPORTED: Park Chanyeol, Byun Baekhyun, Kang Seulgi and others | RATING: PG-15 | GENRE: Romance, School life | LENGTH: Chaptered | Fiction , OC and the plot is mine . The other characters belong to God , their company, and their families . Enjoy your spare time by reading this story. Leave a comment at the end of the story and don’t plagiarize, dude. Thank you!

wattpad: @Shuu_07 //  wp: Shuutory

Teaser: Pt. 1 Pt. 2

Part: 1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12

Shuu’s Present this story

Ibu Chaerin berada di rumahnya kali ini. Wanita setengah baya tersebut menenteng tas belanja di tangan kanan dan kirinya. Ia mengganti sepatunya dengan sandal rumahan bermotif kotak. Di ambang pintu Chaerin menyambut ibunya tersebut dengan menunjukkan senyumnya yang cerah. Ibu Chaerin kemudian mencibir lalu menyerahkan salah satu kantong belanja yang ia bawa kepada Chaerin.

“Bukannya besok kau ujian?” kata ibunya.

“Iya memang,” ucapnya degan santai. Ia terlihat sedikit kewalahan dengan kantong belanja yang ia bawa.

“Lalu mengapa menyuruh ibu datang? Kenapa menyuruh ibu belanja ini semua?” ucap wanita tersebut sambil meletakkan barang belanjaannya di atas pantri dapur. Kemudian terlihat ia melepas mantel yang dipakainya.

“Ya kalau keberatan kenapa Eomma melakukannya untukku?” katanya sambil memakai celemek berpola kelinci bernuansa putih dan merah muda.

“Anak ini benar-benar. Memangnya ada ujian membuat kukis?” ucapnya kesal. Ibu Chaerin kemudian mengeluarkan beberapa barang dari kantong kresek sambil mengecek satu persatu jika ada salah satu bahan yang mungkin kurang. “Kenapa kau tidak belajar? Kenapa kau malah hendak melakukan kekacauan?”

“Eyyyy…, aku tidak akan melakukan kekacauan, Bu,” kata Chaerin kemudian mengeluarkan ponselnya dari dalam sakunya. “Ibu mau membantuku membuat kukis ‘kan?”

“Untuk apa?” ucap ibunya kemudian terlihat menggeledah beberapa laci dan menemukan sebuah celemek. Chaerin mengamati ibunya yang masih sibuk memesanng celemek pada badannya tersebeut.

dengan menyertakan sebuah cengiran khasnya Chaerin berkata, “Untuk dimakan.”

Ibunya terlihat gemas, rahang wanita itu mengatup rapat. “Ya semua orang tahu kukis untuk dimakan. ”

Ia hanya tersnyum tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan ibunya sebelumnya. Tanpa ada perdebatan atau pertanyaan lagi, mereka melaksanakan tugas masing-maing. Chaerin sibuk memecahkan telur sedangkan ibunya sibuk mencari timbangan.

“Apa resepnya?” tanya ibunya. Ibu Kwon Chaerin mengumpulkan anak rambutnya kemudian ia selipkan ke belakang, menggulung lengan bajunya.

Chaerin memberikan ponselnya kepada ibunya. Itu adalah resep kukis yang sederhana, karena Chaerin tahu jika ia dan ibunya sangat tidak berbakat lahiriyah atau batiniah terhadap hal-hal yang menyangkut masak memasak.

“Kalau tidak enak jangan salahkan Eomma,” ucapnya. Ibu Chaerin mengambil terigu kemudian ia timbang beberapa ratus gram kemudian ia letakkan ke dalam mangkuk. Begitu pula dengan mentega dan vanili.

Chaerin mengangguk mengerti walaupun ia sendiri juga tak yakin jika meminta bantuan ibunya.

Ibu Chaerin terlihat menengok ke kanan dan kiri sambil mencampurkan gula dan putih telur kedalam mangkuk stainless. “Kita punya mixer tidak? Seingatku tidak.”

“Tanyakan pada bibi,” kata Chaerin. Ia sedang menata barang belanjaan ibunya di meja pantri.

“Chaerin, apa kau sedang menyukai seseorang?” tanya ibunya.

Chaerin menghentikan kegiatannya untuk sesaat, kemudian melanjutkan apa yang dia lakukan setelah tubuhnya bisa menetralisir rasa keget tersebut. “Kalau iya kenapa kalau tidak kenapa?” ucapnya dengan asal-asalan.

“Tidak apa. Ibu hanya bertanya. Seperti apa orangnya? Siapa lelaki yang membuat hatimu luluh? Seistimewa apa dia sampai membuatmu seperti ini?”

Chaerin mengambil duduk kemudian terlihat sedang berpikir. Menimbang, mengingat, itu yang dilakukan. “Hmmm… sebenarnya dia tidak mempunyai sesuatu hal yang spesial ‘sih. Padahal dia selalu mengatakan sesuatu yang tak mengenakkan, sesuatu yang bisa melukai. Tetapi Ibu tahu ‘kan sejak kecil aku tidak mempan dengan semua hinaan dan celaan?”

Seusai menutup mulutnya ia mencomot stroberi yang dibeli ibunya. Ibunya terlihat tersenyum sambil menunduk mengeluarkan mixer dari almari.

“Itu yang membuatmu jatuh cinta. Apakah kau menyukainya sampai-sampai kau merasa dadamu akan meledak?” ucap ibunya.

Majja, kurasa begitu,” ucapnya sambil tidak jelas. Ia seperti bergumam tidak jelas.

Kemudian suara mixer yang berdengung menutup permbicaraan mereka. Mereka diam dengan cara masing-masing. Chaerin arti diam yang mengingat seluruh materi apa yang kira-kira akan diujikan seok hari sedangkan ibunya dengan diam berkonsentrasi.

“Chaerin-ah,” panggil wanita itu.

Eung?” jawabnya sambil setengah melamun memandang spatula mixer yang masih berputar dan mesinnya yang masih berbunyi nyaring.

“Ayo buat banyak. Bagikan kepada seluruh teman sekelasmu,” usulnya.

“Baiklah.”

“Kita akan mengemasnya kemudian berilah ucapan-ucapan yang sekiranya membuat teman-temanmu bersemangat mengerjakan ujian. Seperti ‘Ayo berjuang hingga akhir!’ atau ‘Semangat!’ Bagaimana?”

“Tidak-tidak itu terlalu kekanakan.”

“Ayolah. Jangan malu. Akan eomma tambah uang jajanmu besok menjadi tiga kali lipat!”

Mata Chaerin langsung berbinar. Badannya langsung tegap yang menunjukkan bahwa ia menjadi lebih antusias daripa pada yang sebelumnya. Tanpa pikir panjang lagi Chaerin menyetujui penewaran itu.

“Dasar mata duitan,” ucap Ibu Chaerin.

“Soal itu, kurasa menurun dari eomma.”

Chaerin masuk ke kelasnya sambil membawa sebuah paper bag besar di tangannya. Ia kemudian duduk di kursi sambil meletakkan tas itu di atas meja. Seulgi yang telah datang duluan memeriksa isi tas tersebut kemudian membelalakkan matanya.

“Apa ini?” tanyanya.

“Sudah tahu kukis kenapa masih tanya lagi?” ucap Chaerin sambil membenahi cepolan rambutnya.

“Ya tahu, tapi dalam rangka apa kau membawa ini?” tanya Seulgi sambil memutar bola matanya.

“Ibuku yang menyuruh,” dalih Chaerin. “Dia bilang untuk membagikan pada teman-teman.”

“Wahhhh….., ibumu baik sekali,” ucap Seulgi sambil menunjukkan mata segarisnya. “Ini sangat manis kau tahu? Kau kan yang menulis pesan ini?” ucap Seulgi sambil menusuk pipi Chaerin.

“Tutup mulutmu dan ambilah satu. Khusus untukmu ambilah yang berisi banyak,” ucap Chaerin. ia kemudian bangkit dari kursinya sambil memasukkan tangannya ke saku almamaternya. “Yang berisi satu buah bagikan pada teman-teman. Aku ada urusan sebentar,” ucap Chaerin sambil membawa dua bungkus kukis di tangannya.

“Ada jeruk, apel, ikan, sebentar ada beberapa kepala kelihatannya aku mengenal wajah ini,” ucap Seulgi sambil menunjuk sebuah kukis berbentuk kepala. “Kyungsoo Oppa!” ucap Seulgi kemudian terkikik geli. “Ini sangat imut.”

“Kau membuatnya sendiri?” ucap Seulgi.

“Tentu saja!” ucapnya sambil membawa dua bungkus kukis keluar kelas.

Hujan rintik-rintik mengguyur kawasan sekolah. Ada yang mengeluh, ada yang senang. Tetapi untuk Chaerin hujan, panas, badai, dingin, tidak mempengaruhi mood-nya. Ia berjalan sambil bersenandung ria. Seperti biasanya dengan penampilan khas Chaerin. Kau tahulah sumpit yang mencepol rambutnya, dan celana tarining selutut  yang merangkap rok pendeknya. Chaerin tetaplah makhluk yang sama. Tak berubah sama sekali.

Matanya mendapati Kyungsoo yang tengah berjalan dengan membawa payung di tangannya. Sebelah tangannya ia masukkan ke saku. Bahkan dilihat dari sisi manapun yang tergambar dari sosok Do Kyungsoo hanya satu, dingin.

“Hei!” ucap Chaerin sambil tersenyum menepuk pundak Kyungsoo.

Kyungsoo terlihat membelalakkan matanya jengkel. Chaerin hanya tertawa kecil sambil berusaha melindungi dirinya dari gerimis di bawah payung bening yang Kyungsoo kenakan.

“Mau apa lagi?” apa Kyungsoo tidak bisa mengatakan suatu kalimat yang lebih panjang dari ini?

“Hei, kenapa kau selalu berpikiran buruk tentangku?” katanya sambil mengibaskan tangannya.

“Lalu kau mau apa?” ucap Kyungsoo sengit.

“Hanya menyapamu. Bukankah tak sopan jika tidak menyapa orang yang kau kenal saat berpapasan?”

“Kau tidak perlu melakukan hal yang tidak penting untukku. Lagian kau tidak akan mati karenanya,”

“Apa kau bisa jaga bicaramu?” ucap Chaerin frustasi. “Lagipula kau mau apa? Kau tidak pulang?”

“Ada rapat. Aku akan membeli makanan,” ucapnya.

“Ya sudah, aku harus buru-buru pulang,” katanya kemudian berlari sambil melambaikan tangan kepada Kyungsoo.

Lelaki itu masih tak bisa menunjukkan ekspresi beragam. Ekspresinya hanya sekitar marah, mengernyit, melotot, dan wajah datar jika berhadapan dengan yang namanya Kwon Chaerin. bahkan selama ini pun lelaki itu tak pernah sekalipun memanggil nama Chaerin dengan benar.

Brakkk….

“Aduhhhh…,” rintih Chaerin. Ia terjungkal cukup buruk serta memalukan. Lututnya mendarat pada aspal dengan kasar. Kelihatannya kejadian itu cukup buruk. Jalan yang landai serta licin membuat Chaerin hilang keseimbangan dan akirnya tersungkur malang. Tapi kemudian Chaerin terkikik geli entah kenapa. Siswa-siswa yang hendak pulang melihat ke arah Chaerin dengan tatapan yang aneh.sebgaian dari mereka menganggap dia gila.

Kyungsoo menunjukkan ekspresinya yang heran dengan kelakuan makhluk seperti ini. “Kau gila?” tanya Kyungsoo sambil mengangkat sebelah alisnya.

“Aku tidak apa,” ucapnya sambil tersenyum.

Kyungsoo menghampiri gadis itu yang sedang berusaha berdiri. Ia sedikit merendahkan badannya untuk melihat wajah Chaerin.

“Sakit,” Chaerin bahkan mengucapkannya sambil menunjukkan sebuah seringaian. “Tidak… tidak kau tak usah membantuku berdiri.”

“Bodoh,” ucapnya singkat. “Aku akan mengantarkanmu sampai ke halte.”

Chaerin berdiri dengan tertatih. Ia mengikuti langkah lelaki itu. Kenapa lelaki itu malah berjalan cepat, tidak tahu kan jika Chaerin tertinggal di belakang dan sangat menderita saat ini? Ya setidaknya Kyungsoo berbaik hati membagi payung dengan Chaerin. Kyungsoo menengok ke belakang menatap Chaerin yang memegangi lututnya sambl berjalan.

Terlihat lelaki itu mendesah berat kemudian memutar bola matanya. Chaerin hanya tersenyum menunjukkan sederet giginya. “Bisa cepat sedikit atau tidak?”

Chaerin hanya menggerutu sambil memegangi lututnya yang malang itu. Sesekali ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa sakit. Sedangkan Kyungsoo masih terus berjalan tanpa mempedulikan Chaerin yang sedang menderta sendirian di belakang.

“Jangan menggerutu. Aku tahu,” ucap Kyungsoo datar. Kyungsoo kemudian berbalik. Ia menghampiri Chaerin yang sudah terduduk di tanah sambil memegangi pergelangan kakinya.

“Bisa tunggu sebentar? Omong-omong, kau ‘kan tidak perlu menungguku. Pergilah sana,” gerutu Chaerin sambil mengerutkan dahinya.

“Hujannya makin deras,” ucap Kyungsoo sambil berjongkok dihadapan Chaerin. Ia juga memayungi tubuh Chaerin dengan payung yang ada di genggamannya. “Naiklah.”

“Naik kemana? Kelangit? Kau gila?” ucap Chaerin sambil menendang-nendang.

Geumanhae,” ucap Kyungsoo sambil mendecakkan lidahnya. Ia lalu melihat ke sekeliling, banyak siswa yang melihat ke arah mereka. “Naiklah ke punggungku. Pegangi ini.”

“Jangan bercanda. Program dietku masih belum berlangsung. Kau tahu sebentar lagi ada turnamen tenis,” ucap Chaerin sambil mengambil alih payung yang disodorkan Kyungsoo padanya.

“Aku tak pernah bertanya itu padamu. Cepat naiklah,” ucap Kyungsoo yang saat ini sudah membelakangi Chaerin.

Okay, jika kau meminta begitu. Jangan menyesal,” ucap Chaerin sambil menyeringai.

Sunbae,”

“….”

“Kyungsoo,”

“Hmmm,”

“Do Kyungie,”

“Wae?” ucapnya Kyungsoo dengan nada meninggi.

Chaerin mendekatkan wajahnya ke telinga Kyungsoo, “Saranghae.” Chaerin kemudian menenggelamkan wajahnya di pundak Kyungsoo karena ia tersipu dengan perkataannya sendiri.

Kyungsoo terdengar berdeham menghilangkan kacanggungan akibat ulah Chaerin. “Jangan bersikap bodoh.”

“Aku tidak bodoh. Omong-omong kenapa kau tidak bisa romantis sih? Padahal aku selalu memimpikan seorang kekasih yang memberiku bunga walau hanya sekali,” ucap Chaerin sambil menerawang.

“Siapa yang kau ajak bicara?” ucap Kyungsoo kembali dengan wataknya yang kaku.

“Denganmu bodoh.”

“Aku bukan kekasihmu!”

“Kau sudah menjadi kekasihku sejak first kiss kita.”

“Kau bermimpi atau apa? Jangan mengkhayal”

Chaerin duduk diranjang dengan bantal yang menyangga punggungnya. Di tangannya ada beberapa kertas. Rupanya ia mencoba untuk mengingatnya. Setelah kejadian tadi sore, ia tak bisa berdiri maupun berjalan.

Kakinya ia bebat dengan sebuah kain. Kaki terkilir seperti ini sebenarnya sangat familiar dengannya. Tapi mengingat turnamen tenis makin dekat ia menjadi sebal sendiri karenanya. Musim semi akan berakhir dan ia harus mengikuti turnamen tenis yang berarti baginya. Ia tak yakin jika kakinya akan sembuh sebelum turnamen itu. ia bahkan belum mepersiapkan dirinya dengan matang.

Ia juga menjadi tak nafsu makan. Bagaimana ia bisa turun kebawah jika berjalan saja susah. Sebenarnya ada bibi yang dapat mengantarkan makanannya ke atas, tetapi entah kenapa saat ini rasanya semua yang ia lakukan terasa salah.

Tring… tring…

Chaerin terlihat melirik ponselnya yang terletak di atas nakas. Ia segera meraihnya setelah mengetahui si pengirim pesan.

From: Do Kyungsoo

Bagaimana keadaanmu?

Chaerin terlihat menyeringai saat membca pesan tersebut. pipinya berubah menjadi kemerahan dalam sekejap. Dengan cepat ia membalas pesan tersebut.

From: Kwon Chaerin

Tidak dalam kondisi yang baik. Kakiku terkilir, kelihatannya ini cukup buruk.

.

.

.

From: Do Kyungsoo

Sudah makan?

.

.

.

To: Kwon Chaerin

Belum. Bukan saatnya makan dalam keadaan seperti ini.

.

.

.

Tidak ada pesan dari Do Kyungsoo setelah itu. Rupanya Kyungsoo hanya membacanya. Chaerin hanya mengangkat sebelah alisnya, ia tak heran jika Kyungsoo bersikap aneh seperti itu saat berkirim pesan. Chaerin berpikir bahwa Kyungsoo memang tidak pandai dalam berkirim seperti itu. orang yang tidak bisa berbasa-basi sangatlah buruk bukan?

Kyungsoo sedang duduk di depan komputernya saat itu. Lensa itu membingkai matanya, menampakkan sisi lainnya yang lebih serius dari biasanya. Matanya sesekali mencuri pandang pada ponsel yang ia letakkan di meja. Keseriusannya sedari tadi terganggu dengan beberapa pikiran yang terlintas di benaknya.

Kali ini matanya tertuju pada bungkusan kue di sebelah komputer. Jemarinya meraih bungkusan itu. ia menemukannya di lokernya tadi siang seusai ujian. Ia pastilah tahu siapa pelaku dari semua ini, siapa lagi kalau bukan gadis itu. Kyungsoo menatap kue itu, mendapati wajahnya menghiasi kue tersebut terasa menggelitik. Tetapi tetap saja meskipun ia mempunyai perasaan semacam itu, raut wajahnya tak berubah sama sekali. Alih-alih menunjukkan perasaannya lewat ekspresi, ia malah menatap kue itu dengan wajah datar.

Akhirnya, Kyungsoo tak dapat menahan perasaannya untuk tidak memegang ponsel tersebut.

.

.

.

From: Do Kyungsoo

Bagaimana keadaanmu?

.

.

.

Ia memandang pesan yang telah terkirim itu. jemarinya mengetuk sisi ponsel dengan perasaan tak menentu. Entah kenapa ada sebuah perasaan khawatir yang merangsek masuk sejak tadi dan itu membaut konsentrasinya terganggu. Ia juga menatap beberapa pesan Chaerin yang hanya ia baca saja jarang sekali ia membalas. Apakah dia sekejam itu?

From: Kwon Chaerin

Tidak dalam kondisi yang baik. Kakiku terkilir, kelihatannya ini cukup buruk.

.

.

.

From: Do Kyungsoo

Sudah makan?

.

.

.

From: Kwon Chaerin

Belum. Bukan saatnya makan dalam keadaan seperti ini.

.

.

.

Ia telah bangkit dari duduknya, sepersekian detik setelah ia menerima pesan dari Kwon Chaerin. kemudian ia melangkahkan kaki keluar dari kamarnya menuju dapur. Ia kemudian menemukan ibunya yang sedang mencuci piring di dapur menatapnya dengan bingung.

Eomma, kotak kayu itu dimana ya?” kata Kyungsoo sambil membuka laci diatas kompor.

“Maksudmu yang kau bawa beberapa hari yang lalu?” kata ibu Kyungsoo smabil melepas sarung tangan karetnya.

Eoh,” ucap Kyungsoo kemudian memundurkan badannya untuk memberi jalan ibunya.

Ibunya terlihat berjijit mencari kotak makan yang Kyungsoo maksud tersbeut. “Ada apa kau mencarinya?”

“Makan malam kita tadi masih sisa ‘kan?” ucap Kyungsoo, matanya terlihat berkeliling mencari jejak makanan yang sekiranya berada di atas meja makan.

“Masih. Perlu ibu panaskan? Untuk siapa memangnya?” tanya ibu Kyungsoo sambil mengeluarkan kimchi dari kulkasnya.

“Tidak. Hanya saja, aku ingin mengembalikan kotak makan ini. Terasa tidak sopan jika mengembalikannya dengan isi yang kosong,” kilah Kyungsoo, matanya terlihat menghindari kontak dengan ibunya.

Ibu Kyungsoo tersenyum tipis mengetahui apa yang sedang dilakukan anaknya tersebut. “Baiklah, ibu akan membuatkannya kimbap.”

Chaerin sedang tiduran di kasur dengan buku yang berserakan di kasurnya. Wajahnya terlihat kuyu berusaha menghapalkan soal-soal yang telah Kyungsoo kirimkan jauh hari sebelumnya. Ia sangat sangat berkonsentrasi sebelum ada sebuah pesan masuk dari ponselnya.

From: Do Kyungsoo

Kau dimana?

.

.

.

From: Kwon Chaerin

Di rumah. Di atas. Di kamarku.

.

.

.

From: Do Kyungsoo

Ada siapa selain dirimu di rumah?

.

.

.

From: Kwon Chaerin

Ada bibi.

.

.

.

From: Do Kyungsoo

Aku di depan rumahmu. Aku akan memencet bel, kau tidak perlu turun. Aku hanya akan menitipkan sebuah barang kepada bibi. Jangan bergerak terlalu banyak.

.

.

.

From: Kwon Chaerin

Gila. Apa yang terjadi pada dirimu?

.

.

.

Benar saja, ia mendengar bel rumahnya berbunyi. Tak lama kemudian ia menerima panggilan telpon dari bibi.

Ne, Yeoboseyo?”

“Ada seorang pria menitipkan sesuatu padamu nona. Sepertinya makanan,”

“Aku tahu, bibi tolong antarkan ke atas ya.”

“Baiklah aku tahu.”

Chaerin terkejut saat bibi membawa sebuah tas dan sebuket bunga ke kamarnya. Ia merasa ini terlalu berlebihan. Tapi ia juga merasa gembira karena Kyungsoo memberinya bunga. Ia memandangi bunga kuning tersebut dengan senyum yang mengembang di bibirnya.

“Bukankah di film-film para gadis akan mencium bunga pemberian dari kekasih mereka?”pikir Chaerin. ia kemudian mencium bunga tersebut. ia kemudian memutar bola matanya karena tidak ada yang istimewa dari bau bunga tersebut, ia malah tidak suka dengan bau bunga tersebut. Ia tegaskan tidak wangi sama sekali. Untuk semua gadis yang menerima bunga, Chaerin sarankan untuk tidak menciumnya atau kalian akan menyesal. Tapi bunga ini terlihat cantik.

Ia kemudian mengirim pesan kepada Kyungsoo. Disertai foto kotak makan tersebut dengan bunga di sampingnya.

.

.

.

From: Kwon Chaerin

Terima kasih untuk makanannya.

.

.

.

“Bukannya bunga punya mempunyai arti masing-masing? Eomma tahu tidak ya arti dari bunga ini?”

.

.

.

From: Kwon Chaerin

Ibu ini bunga apa? Ada sesuatu yang khusus tidak dari bunga ini?

.

.

.

Sembari menunggu ibunya menjawab ia kemudian membuka kotak makan tersebut. Matanya berbinar ketika mendapati sekotak penuh kimbap, ada kimchi lobak di sebuah kotak kecil, dan termos berisi sup yang masih panas.

Ia kemudian mencoba kimbap yang terlihat sangat menggoda tersebut. pipinya menggembung dipenuhi kimbap. Ia sangat mengakui jika masakan ini enak. Entah kenapa kadar pesona Kyungsoo baginya saat ini telah melonjak naik dari sebelumnya. Ia juga mencoba supnya sebelum pada akhirnya menjejelakan kimchi ke mulutnya.

Jinjja!” ucap Chaerin seperti pria tua yang sedang minum-minum.

Eomma

Bukankah itu bunga krisan? Kau dapat dari siapa? Kekasihmu ‘kan?

Masih dengan mulutnya yang dipenuhi kimbap, ia mencari di arti dari bunga krisan. bukankah orang-orang memberi bunga karena bunga memiliki arti tersirat di setiap jenisnya? “Arti bunga krisan,” gumamnya sambil mengunyah kimbap tersebut.

‘Crhysantheum atau lebih dikenal dengan bunga krisan dalah bunga dari jenis blah blah blah. Memiliki warna yang bermacam-macam, antara lain kuning, putih dan merah muda.Di Korea bunga krisan memiliki arti berduka, bisanya bunga ini diberikan saat sedang melayat.’

Chaerin tersedak saat membaca artikel tersebut, ia berusaha mengerjapkan matanya. Seolah tak percaya dengan artikel yang barusan ia baca, ia mencari di situs yang berbeda rata-rata mereka menyebutkan hal serupa. Mata Chaerin seolah berkoar.

Dengan gerakan cepat Chaerin memencet kontak Kyungsoo. Mulutnya terus merutuk menyumpah serapahi Kyungsoo yang bertindak kelewat batas. Kyungsoo pikir apa dirinya? Apakah Kyungsoo mendoakan Chaerin cepat mati? Untung saja ia pintar dan mencari tahu. Kalau tidak mungkin ia sudah terbuai dnegan perlakuan Kyungsoo.

Chaerin langsung berkoar saat sambungan itu tersambung, “Do Kyungsoo!!! Apa maksudmu? Kau mendoakanku mati hah? Dasar kau brengsek!!!”

To Be Continue…

Jangan lupa baca, like komen ya! Terimakasih 🙂

CgULlTPUMAAuH8Y
ini adalah penampakan kukis yang dibuat Chaerin untu Kyungsoo. Gimana ucul ‘kan?

1462690858969

6 tanggapan untuk “Caramelo pt. 12”

  1. Yasumpah thor ngakak dakuh bcanya. Sian bgt si chaerin ngarep dksh bunga skali dksh bunga trnyta bubga bwt ngelayat wkwk. Dtggu next chapter fightiiing!!! ^^

  2. Kyak orang gila bacanya,,,,,
    Ngakak,,,aduh…..
    Jangan2 itu kyungsoo beli asal beli aja,,,,wkwkwkwk aduh….aduh….ada ada aja mereka

Pip~ Pip~ Pip~