GAME OVER – Lv. 21 [Eden’s Nirvana] — IRISH

G    A   M   E       O   V   E   R

‘ Baekhyun x Jiho (known as HongJoo) ’

‘ AU x Adventure x Fantasy x Romance x Science Fiction ’

‘ Chapterred x Teenagers ’

‘ prompt from EXO`s — Can`t Bring Me Down & EXO CBX`s — Crush U

Game Level(s):

ForewordPrologue A SidePrologue B Side — Level 1Level 10 — Tacenda CornerEden’s Nirvana — Level 11Level 15 — Level 16 — Level 20 — [PLAYING] Level 21

Your fake gestures

Ridiculing us when we’re in pain

2017 © GAME OVER created by IRISH

♫ ♪ ♫ ♪

Level 21 — Eden’s Nirvana

In Jiho’s Eyes…

Aku mungkin sudah jadi orang paling tolol sedunia, karena memercayai tiap kata yang terucap dari bibir seorang Invisible Black. Nyatanya, semua kata itu adalah kebohongan. Sebab, eksistensinya pun merupakan sebuah kebohongan.

Tapi, mengapa aku seolah ingin memaksa logikaku untuk menerima saja dia apa adanya? Padahal, perasaan yang terlanjur melingkupi batinku sudah kelewat tidak masuk akal. Jatuh cinta pada sebuah karakter game yang tidak pernah ada, tidak pernah hidup dan tak akan bisa hidup.

Bisa bayangkan bagaimana mengerikannya perasaanku ini? Bayangkan saja jika kau harus mencintai seseorang yang tampak sempurna namun kesempurnaan itu hanya berupa sebuah media tiga dimensi.

Baekhyun, adalah seorang NPC.

Dan tidak satu kata pun dia ucapkan untuk berusaha meyakinkanku atau menjelaskan padaku tentang apa yang terjadi ketika dia lihat ekspresiku berubah menjadi begitu kaku dan terluka.

“Ah, bukan situasi seperti ini yang aku harapkan.” keheningan yang tadi sempat menyelimuti Hall utama sekarang kembali berubah menjadi sebuah arena perang karena Black Radiant baru saja buka suara.

“Situasi apa yang kau harapkan? Apa kau pikir aku akan menyerangnya dan berusaha memuaskan keinginanmu, begitu?” aku akhirnya menatap Black Radiant, sadar benar kalau dia memang sengaja meletakkanku di tengah situasi ini karena dia ingin menghancurkan rivalnya, Invisible Black.

Masa bodoh dengan fakta bahwa keduanya sama-sama NPC dan sekali lagi, bukan seorang manusia. Mereka hanya sebuah karakter yang diciptakan programmer game. Lagi-lagi, aku merasa begitu bodoh.

“Bagiamanapun, dia seorang villain, HongJoo. Tidakkah ada keinginanmu untuk menaikkan rank dengan mengalahkannya?” tanya Black Radiant.

Dia mungkin berpikir dia tengah menjadi angin kencang di tengah api yang membara, tapi tidak. Aku tidak seegois dan selabil itu. Aku masih bisa menata benakku, membedakan mana yang harus dan tidak seharusnya aku lakukan.

Dan memercayai perkataan yang telah Baekhyun ucapkan adalah sebuah opsi untukku.

“Tidak.” aku berkata tegas. Lekas kuraih lengan Baekhyun, meski sekarang rasanya menyentuh Baekhyun sama saja dengan menyentuh sebuah karakter tak nyata. Menyentuh Baekhyun rasanya setara dengan menyentuh semua equipment yang kumiliki.

“Dia adalah pairku, dan kau tidak punya hak untuk menentukan ataupun beropini tentang sikap apa yang harus aku lakukan. Ayo pergi, Baekhyun.” kataku, bergerak menarik Baekhyun untuk beranjak pergi namun ia bergeming.

“Kita perlu bicara, Jiho.” lirih vokal Baekhyun terdengar.

“Ya, benar, dia memang butuh bicara. Mengapa tidak kalian bicarakan saja sekarang di tempat ini? Aku sudah meluangkan lahanku untuk jadi arena pertarungan ataupun bicara kalian. Jangan merasa terbebani.

Toh, aku sudah menghancurkannya, bukankah begitu, Invisible Black? Seperti caramu menghancurkanku di arena utama karena keserakahanmu yang ingin menguasai tempat itu, aku juga punya caraku sendiri untuk balas dendam.”

Aku memang tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Meski sekarang Black Radiant terdengar bicara dengan nada kelewat ramah dan kelewat bersahabat untuk bisa Baekhyun pastikan sebagai musuh, tapi aku tahu ada kejadian lain yang sudah membuat mereka berada di dalam keadaan seperti ini.

Dan, bagaimana bisa NPC terjebak dalam situasi kelewat manusiawi? Apa itu bahkan masuk akal? Aku tidak bisa membayangkan bagaimana situasi konyol macam ini bisa ada di tengah-tengah kehidupan tak nyata para NPC.

“Bicara di sini hanya akan buang-buang waktu. Baekhyun, kau hanya akan diam saja?” kataku, meski hatiku begitu remuk sekarang, diinjak-injak oleh fakta yang jika saja kudengar dalam kehidupan nyataku mungkin akan bisa membuatku menangis tersedu-sedu karena terluka, tapi aku masih cukup kuat.

Aku tak ingin bersikap kekanakkan dan meninggalkan Baekhyun begitu saja tanpa mendapatkan penjelasan darinya. Kalau Baekhyun kulepaskan… kami mungkin tak akan pernah bisa bertemu lagi.

“Sampai bertemu, Radiant. Terima kasih untuk kejutanmu.” Baekhyun akhirnya berkata, lengannya kemudian bergerak merengkuh bahuku, dicengkramnya erat bahuku seolah ia tak ingin aku melarikan diri.

Apa sikapnya sekarang juga bagian dari kepalsuan yang menciptakan Baekhyun menjadi nyata? Siapapun yang sudah menciptakan karakter Invisible Black lantas harus bertanggung jawab.

“Kita bicara di tempatku, Jiho. Jadi kau tak akan bisa berlari sesuka hatimu sebelum aku selesai dengan semua penjelasanku.” Baekhyun berbisik sebelum dia bawa aku berpindah tempat—apa hal ini masuk akal? Berpindah tempat dalam hitungan detik dari satu stage ke stage lain yang ada di dalam maps?

Atau karena Baekhyun seorang NPC dia bisa melakukannya? Dia tak pernah melakukannya di hadapanku karena tentu ia tak ingin aku menaruh curiga terhadapnya, bukan?

“Sikap palsumu tadi sungguh terlihat konyol, Jiho.” perkataan Baekhyun menyadarkanku, ekspresi muramnya jadi sebuah pertanda bagiku kalau konversasi kami akan berlanjut cukup panjang dan cukup menguras hati.

Tapi aku tidak mau bersikap lemah. Aku tak ingin Baekhyun melihat kehancuranku.

“Sikapmu sekarang bahkan terlihat lebih konyol. Berusaha terlihat baik-baik saja, berusaha bersikap seolah kita tidak tengah terluka.” sahutku.

“Apa kau merasa terluka?” tanya itu meluncur dari bibir Baekhyun.

Kupandangi Baekhyun sejenak, mencari-cari kebohongan yang kuyakini tak akan pernah bisa kutemukan di balik manik kelamnya sebab bagaimana pun, dia tak punya perasaan.

“Ya, aku sangat terluka. Dan kau bersikap seperti ini, penuh kepalsuan, sungguh lucu bagiku, karena kita terlihat seperti dua orang tolol yang berusaha baik-baik saja di tengah luka yang sama-sama terasa.” tuturku.

Baekhyun menghela nafas panjang, didudukkannya aku di tengah ladang hijau menenangkan yang begitu jarang kujamah selama aku berada di dalam WorldWare.

“Aku juga terluka, Jiho. Melihatmu diam saja dan tidak marah padaku setelah semua kebohongan yang terungkap… juga melukaiku.” Baekhyun berkata.

Aku lantas memandangnya tak mengerti. Apa yang sesungguhnya Baekhyun harapkan untuk jadi reaksi normal yang seharusnya aku pamerkan? Apa dia ingin aku menyerangnya? Atau berteriak marah dan mencacinya dengan semua perkataan kasar yang ada dalam kosakata kehidupanku?

Aku tidak bisa.

Aku terlampau terluka sampai tak bisa kupikirkan satu kemarahan pun untuk kuungkap.

“Tempat ini Eden’s Nirvana, bukan?” kataku, teringat pada beberapa video trial yang pernah ada di vutube, beberapa player pernah menunjukkanku keindahan Eden’s Nirvana yang begitu sulit dijamah.

Stage yang terlupakan. Stage buangan. Eden’s Nirvana berubah menjadi sebuah sampah begitu semua orang tahu bagaimana villain yang tersembunyi di dalamnya. Permainan ini begitu sukses saat trial, dan mereka dapati beberapa orang mendapatkan gangguan pola pikir dan sikap setelah kuhancurkan di dalam Eden’s Nirvana.

“Kemudian, mereka sebut Eden’s Nirvana sebagai neraka paling indah. Mematikan, mengerikan, begitu keji, namun indah. Tempat ini lantas diputuskan untuk diubah menjadi sampah. Tidak pernah dijadikan bagian dari arena resmi permainan meski aku telah begitu bersemangat menyambutnya.

“Lalu… apa aku salah jika aku akhirnya merasa begitu kesepian?”

Aku menatap Baekhyun begitu dia mulai berkelakar. Tak ada satupun emosi yang bisa kutangkap dari vokalnya sekarang. Dia hanya bercerita tentang apa yang telah terjadi padanya, pada tempat tinggalnya, eksistensinya.

“Siapa kau sebenarnya, Baekhyun?” pertanyaanku akhirnya membuat Baekhyun menoleh, menatapku dengan sebuah senyum muram di wajahnya sementara dia tampak enggan untuk bicara.

Aku tahu, aku mungkin satu-satunya orang tolol di sini. Tapi aku bukan satu-satunya yang merasa terluka.

“Aku adalah Invisible Black, seorang villain dari Eden’s Nirvana.” Baekhyun memperkenalkan diri, dengan begitu tegas. Sementara aku masih membeku, ingin tak percaya tapi nyatanya drama mana yang menyediakan kisah begitu menyedihkan seperti ini?

“Bagaimana kau bisa… berada di luar stagemu?” tanyaku akhirnya, memikirkan fakta bahwa Baekhyun adalah seorang NPC saja sudah jadi tidak masuk akal.

Sekarang, memikirkan dia yang bisa seenaknya berada di manapun yang dia inginkan adalah perkara lain. Misteri lain yang sekarang bisa dengan bebas kutuntut penjelasannya.

“Apa kau tidak ingat? Kita pernah bertemu beberapa kali.” kata Baekhyun membuatku menyernyit tidak mengerti.

“Ya, kita memang pernah bertemu. Dan kau katakan kita hanya—”

“—Aku katakan, ada satu pertemuan kita yang tidak kau ingat. Dan Eden’s Nirvana, adalah tempat itu, HongJoo. Beberapa tahun lalu, seseorang telah membangunkanku dengan lancang. Disaat semua orang seharusnya masih terlelap, aku sudah dipaksa untuk bangun dan melakukan tugasku, mengalahkan player.

Player yang mengacaukan kesadaranku itu adalah kau, HongJoo, player ilegal yang memaksakan diri untuk masuk ke dalam versi demo yang didapatkan temanmu dengan cara meretas perusahaan.”

Aku tersentak. Jelas sudah semua ingatan yang sempat aku lupakan selama beberapa tahun ini. Sebelum kecelakaanku, Taehyung membawa sebuah demo dari game terbaru yang berhasil diretasnya.

Dan aku ingat aku berusaha menyelesaikan versi demo itu namun tak pernah berhasil.

“Tapi bukankah aku tidak pernah berhasil mengalahkanmu?”

“Ya, memang. Kau tidak pernah berhasil. Saat itu, temanmu—Epic-T—melakukan serangan-serangan kecil pada commandku, kelancangan yang akhirnya berbuah seperti ini. aku mendapatkan kesadaranku, aku punya akses dan kuasa terhadap semua hal yang ada di dalam permainan ini.

“Jangan tanya kenapa aku merasa tertarik padamu, Jiho. Sekarang kau sudah dapatkan jawabannya. Kau begitu menarik perhatianku karena kau adalah player pertama yang kuhadapi, sekaligus player pertama yang membawaku pada kesadaran penuh seperti saat ini.”

Susah payah kupaksa diriku untuk memahami tiap silabel yang Baekhyun ucapkan. Menganggapnya sebagai bagian dari karakter non-fiksi yang sebenarnya justru membuatku semakin terlihat menyedihkan, dan mendengar kelakarnya seolah dia adalah seorang pasangan yang tengah punya masalah.

“Lalu mengapa membohongiku? Mengapa tidak berkata jujur padaku sejak awal kita bertemu?” tanya itu akhirnya lolos dari bibirku.

Baekhyun menatapku dengan sebuah senyum di wajah, sementara sekarang telapak tangannya bergerak menyentuh jemariku.

“Bukankah, sejak awal kau sudah kuperingati, HongJoo? Tentang bagaimana berbahayanya aku, bagaimana orang-orang memandangku, dan resiko apa yang akan kau dapatkan jika kau ada di dekatku?

“Aku sudah memperingatimu, Jiho. Kau saja yang terlalu bebal dan tak pernah mau mendengarkanku. Kau menawarkan bantuan padaku, merelakan beberapa levelmu kurenggut, kau juga berulang kali menarik-ulur kesadaranku dengan membuatku geram, dan kemudian sekon selanjutnya kau justru menarikku kembali padamu.

“Kau membuka peluang yang pada akhirnya memberiku keberanian untuk mengira bahwa aku hanya akan tertarik padamu, Jiho.”

Tapi yang kita lakukan sekarang tidak masuk akal.

Perasaanku tidak masuk akal. Perasaan Baekhyun apalagi. Dia tidak seharusnya bisa bicara selancar ini, terlalu terlihat seolah dia adalah seorang player, seorang manusia. Padahal dia hanyalah susunan commandcommand yang dibentuk dalam fisik sempurna—ah…

Pantas saja dia memesona di dalam fisik sempurnanya itu. Seseorang pasti telah mendesainnya dengan begitu terampil hingga Baekhyun dalam pandangku bisa terlihat seperti seorang manusia yang amat sangat sempurna.

Lalu bagaimana dengan kelakarnya sekarang? Seseorang juga pasti telah membuatnya punya kemampuan begini, bukan? Betapa aku harus berterima kasih pada pencipta karakter Baekhyun, karena telah membuatku menjadi orang paling tolol di dalam server.

“Hubungan kita tidak masuk akal, Baekhyun. Dan apa yang kau rasakan, juga tidak masuk akal. Bukannya ingin menyudutkanmu, tapi kau seharusnya tidak punya perasaan. Begitu pula denganku, meski aku terbawa perasaan karena sikap yang kau tunjukkan padaku, tapi aku tahu perasaan ini salah.

“Setidaknya, aku berhak untuk punya perasaan karena aku adalah seorang manusia. Lantas bagaimana denganmu? Bagaimana bisa aku percaya tentang kau yang berperasaan padahal sudah jelas kau bukanlah seseorang melainkan sesuatu? Kau hanya sebuah benda, Baekhyun.

“Dan tidak ada benda di dunia ini yang bisa memiliki perasaan juga benak selayaknya manusia. Jika pun ada, mereka tak akan terlihat pantas saat memiliki perasaan maupun benak tersebut.”

Menyakitkan, aku tahu kalimat-kalimat yang kulontarkan pada Baekhyun sekarang mungkin bisa menyakitinya. Tapi kutekan egoku dan kukedepankan fakta yang secara riil telah memberitahuku tentang bagaimana tidak nyatanya Baekhyun. Sehingga aku tahu pasti, kalimatku tak akan menyakitinya.

Helaan nafas kemudian terdengar lolos dari bibir Baekhyun. “Seharusnya aku sakit hati karena ucapanmu, bukan? Sayang sekali, karena kau sudah tahu tentangku, aku tidak lagi bisa berpura-pura menunjukkan empati pada kalimatmu, Jiho.”

Aku tahu, aku tahu benar dia memang tak akan bisa merasakan apapun. Tapi kenapa hatiku justru merasa semakin sakit?

“Karena kau dan aku sudah sama-sama tahu, tidakkah lebih baik jika sandiwara ini diakhiri saja?” lagi-lagi Baekhyun berkata.

Aku kini memandang Baekhyun, sadar benar kalau sekarang tengah berusaha mengakhiri hubungan tak nyata dan tidak rasional yang baru beberapa hari ini kami ikat. Tapi tidak bisa, di tempat ini kami tidak bisa berpisah begitu juga.

Lagipula, bagaimana aku harus menjelaskan pada Taehyung dan Ashley juga yang lainnya tentang Baekhyun? Mereka mungkin akan merasa penasaran dan bertanya-tanya jika hubunganku dengan Baekhyun tiba-tiba saja berakhir.

“Berapa banyak orang yang sudah tahu kalau kau adalah NPC?” tanyaku, berusaha bersikap seolah membicarakan Baekhyun yang merupakan seorang NPC bukanlah hal aneh dan tidak mengganggu sama sekali.

“Hanya kau, Jiho.” jawab Baekhyun.

Kupandangi paras sempurnanya, berharap jika saja Tuhan berbaik hati menciptakan pahatan sempurna ini pada manusia lainnya sehingga aku tidak harus mengumpat pada sosok yang telah menciptakan Baekhyun.

Tapi tidak. Meski jika aku menemukan seseorang dengan sosok fisik yang sama persis sepertinya, aku tidak yakin jika jantungku akan berdegup sekencang ini karenanya.

“Kalau begitu, jangan akhiri sekarang. Kita bisa hidup sendiri-sendiri, kau bisa lakukan apa yang seharusnya kau lakukan sebagai NPC, sebagai villain. Dan aku tak akan mengucapkan sepatah kata pun pada siapapun, termasuk Taehyung dan Ashley sekalipun.

“Kau tahu aku bisa dipercaya, Baekhyun. Mari kita akhiri hubungan konyol ini begitu kita sama-sama—tidak, maksudku, begitu aku keluar dari mode ini.” menyadari bahwa Baekhyun akan tetap ada di dalam server lama meski jika dia dikatakan tidak berhasil menyelesaikan trial mode ini entah mengapa mengirim sengatan sakit lainnya padaku.

Tapi aku tahu diri, aku tahu benar kalau aku sudah tidak lagi pantas untuk menaruh hati padanya. Hubungan kami sekarang mungkin tak lebih dari sekedar ikatan erat yang tidak bisa dilepaskan karena tidak adanya fasilitas yang mendukung untuk pelepasan ikatan tersebut.

Namun, begitu kami keluar dari tempat ini, sebuah perpisahan tertulis pun akan ada.

“Terima kasih, Jiho…”

“Terima kasih untuk apa?” apa dia berterima kasih karena aku sudah jadi seorang wanita tolol yang berhasil dia bohongi?

“Kau sudah memahamiku dengan begitu baik, dan aku sangat berterima kasih karena sikapmu sekarang.” Baekhyun tersenyum, “…, Jika saja aku tahu kau tidak akan menunjukkan reaksi emosional, mungkin sejak awal aku sudah memberitahumu tentang siapa sebenarnya aku.”

Percuma. Tidak ada bedanya. Batinku akan tetap terasa sakit. Malah, kalau Baekhyun mengatakannya sejak awal, kupikir perpisahan kami tidak akan secepat ini. aku mungkin saja bisa menerima eksistensinya tanpa harus jatuh cinta padanya juga.

Bukannya aku tidak emosional, tapi aku sudah terlampau marah.

Aku sudah dikecewakan sepanjang hidupku, dan sekarang seseorang yang membuatku jatuh cinta pun ikut menghancurkan asaku, mengecewakanku dan akhirnya membuatku menyalahkan kehidupan atas takdirnya yang terlampau menyedihkan.

“Aku hanya tidak ingin mati konyol kalau harus bertarung denganmu di Hall tadi.” kilahku, padahal terang sekali tiap kata yang kuucapkan mengandung luka berdarah.

Baekhyun tertawa pelan mendengar ucapanku.

“Kau tahu aku tidak akan menyerangmu, atau membunuhmu. Aku sudah katakan, kalau salah satu dari kita yang harus hidup, adalah kau.” Baekhyun berkata dengan cukup tegas, dia rupanya sangat konsisten dengan ucapannya.

Apa karena dia seorang NPC jadi dia tak pernah berbohong sebanyak kebohongan yang manusia sering katakan dan lakukan?

“Kau benar, masuk ke dalam survival mode ini justru membuatku merasa menyesal, dan malah terluka. Mengapa tidak kudengarkan saja saranmu saat itu, ya?” aku menggumam, ingin merutuki diriku sendiri karena sudah begitu memaksakan diri untuk masuk ke dalam list terpilih yang masuk ke dalam permainan ini.

Baekhyun tidak menyahut. Dia mungkin juga ingin membenarkan ucapanku, karena nyatanya dia berulang kali memperingatiku tentang apa yang mungkin akan kuhadapi, aku mungkin akan terluka, dan menyesal, jika kupaksakan diri untuk masuk ke dalam survival mode ini.

Dan benar adanya, aku memang merasa menyesal.

“Tidak usah kau jawab, kalau begitu. Kupikir aku sudah tahu jelas apa yang akan kau katakan.” ucapku, kemudian aku memilih untuk membaringkan tubuh di atas rerumputan hijau sejuk yang juga menjadi pengalas dudukku.

Mengikuti apa yang kulakukan, Baekhyun juga turut berbaring di sebelahku. Kami berdua sama-sama terdiam selama beberapa waktu, aku sibuk dengan pikiranku tentang bagaimana harus menjelaskan situasi konyol ini nantinya pada Taehyung dan Ashley, juga bagaimana kau harus mengubah perasaanku pada Baekhyun, dan apa yang akan terjadi jika semua orang tahu dia adalah seorang villain.

Sementara Baekhyun sendiri terhanyut dalam pemikiran yang tidak bisa kuduga sama sekali. Aku bahkan tidak tahu apa dia bisa benar-benar berpikir.

“Bagaimana rasanya menjadi seorang NPC, Baekhyun?” tak ayal tanya itu lolos juga dari bibirku, aku terlampau penasaran atas alasan yang membuat Baekhyun bisa jadi begitu hidup seperti ini.

“Hmm… bagaimana aku harus menjelaskannya? Rasanya, begitu membosankan. Kau tidak akan pernah bisa bayangkan bagaimana melelahkannya karena harus selalu mengulang kalimat yang sama setiap kali seseorang masuk ke dalam arena yang kau kuasai.

“Aku harus setidaknya menyambut dengan kalimat ‘Apa kehidupanmu sebegitu membosankannya sampai kau memilih untuk mati?’ atau kalimat lain yang sama membosankannya.

“Kau beruntung karena bisa hidup dengan begitu menyenangkan, Jiho.”

Dan memangnya Baekhyun pikir kehidupanku menyenangkan? Dia bahkan tidak—oh. Benar. Bagaimana dengan semua hal yang selama ini dia lakukan?

“Apa kau benar-benar mengawasiku selama ini?” tanyaku akhirnya.

“Ya,” Baekhyun mengangguk, lantas dia tersenyum dengan begitu sempurnanya, “…, Aku memang mengawasimu. Karena aku hanya sebuah program, aku tak pernah tidur, dan punya akses tanpa batas pada semua jaringan nirkabel dan terhubung ke jaringan data.

“Mengawasimu dan melihat bagaimana kau menjalani kehidupanmu, entah mengapa rasanya menyenangkan sekaligus menyedihkan. Menyenangkan, karena aku tak pernah bisa menjalani kehidupan semacam itu.

“Tapi juga menyakitkan karena ‘menyenangkan’ yang kurasakan itu sebenarnya tidak pernah aku rasakan. Kompleks, bukan? Kau pasti tidak ingin tahu bagaimana aku dan NPC lainnya bertahan hidup selama ini.”

Aku tersenyum kecil saat mendengar penuturan Baekhyun. Dia sekarang bisa dengan begitu santai menceritakan tentang kehidupannya sebagai seorang NPC, mengabaikan fakta bahwa aku tengah terluka karena mengetahui dia yang tak nyata, Baekhyun lebih santai karena dia tidak punya perasaan.

“Kau benar, segalanya terlalu kompleks untuk seorang sepertiku. Mungkin, setelah semua ini berakhir aku akan coba memahaminya melalui pekerjaanku.”

Ah, bicara tentang pekerjaan sekarang mengingatkanku tentang orang-orang yang akan segera tahu tentang Baekhyun. Mereka semua mungkin menertawaiku setelah tahu tindakan konyol yang sudah aku lakukan.

Memiliki pair seorang NPC, aku bahkan lebih tidak waras daripada Taehyung yang mereka sebut tidak waras—ingat Taehyung yang punya hobi bicara dengan NPC di dekat roulette, bukan Seana, tapi seorang NPC lain yang tak ada dalam mode ini.

Bayangan rasa malu juga jutaan hujatan yang mungkin akan membanjiri global chat untuk menjatuhkanku memang jadi sebuah mimpi buruk yang tidak pernah aku harapkan. Tapi mau bagaimana lagi, situasinya sudah tidak bisa dimanipulasi lagi.

Lebih baik sekalian saja membiarkan semua orang tahu.

“Ah, Baekhyun. Bagaimana dengan orang-orang yang tidak tahu tentangmu? Apa kau akan selamanya menyembunyikan hal ini dari publik?” tanyaku.

Baekhyun terdiam sejenak sebelum dia akhirnya menggeleng.

“Tentu tidak. Black Radiant mungkin sudah merencanakan balas dendam lainnya untukku. Dan kupastikan, dalam waktu dekat semua orang akan taku tentang fakta bahwa aku adalah seorang villain. Sebelum waktu itu datang, sudah seharusnya aku bersiap.” tutur Baekhyun.

Masuk akal juga perkataannya. Bagaimanapun seseorang yang hendak berperang harus menyediakan senjata.

“Kau akan biarkan semua orang tahu tentang dirimu?” tanyaku.

Baekhyun mengangguk. “Pada akhirnya mereka juga akan tahu. Keadaan invisible yang menjebakku sekarang hanya bagian dari kamuflase villain yang ada di dalam Eden’s Nirvana.

“Saat mengenalmu, aku setidaknya bisa menjadi seseorang yang aku inginkan, yaitu Baekhyun. Dari awal, aku tak pernah benar-benar berniat membohongimu, Jiho. Aku bukan monster, itu yang ingin kubuktikan padamu.

“Seorang penjahat tidak selalu harus jadi karakter antagonis dalam sebuah kisah.”

Lagi-lagi, Baekhyun membuatku tak bisa berkata-kata. Dia terlampau pandai bermain kata, sampai kupikir dia mungkin saja berpura-pura menjadi NPC. Meski jika dipikir-pikir lagi, apa untungnya bagi Baekhyun jika dia membohongiku?

Caranya sekarang tidak memedulikan luka yang menggores hatiku adalah bukti paling jelas yang membuatku percaya kalau dia adalah seorang NPC, karakter fiksi yang dibuat oleh manusia.

Dan hal itu juga yang sekarang diam-diam telah mengubah anganku menjadi motivasi untuk menarik diri darinya, menarik hati, melupakannya dan mengembalikan semua hal ke tempat semula.

“Jadi, kemana kau akan pergi setelah ini, Baekhyun?” aku akhirnya bertanya pada Baekhyun. Dia menatapku sejenak, pandangnya tampak menerawang—atau itu hanya halusinasiku saja?

“Menyelesaikan tugasku dan memberitahu semua orang kalau aku adalah seorang yang seharusnya mereka lenyapkan jika mereka ingin mendapatkan invisible mode. Bagaimana denganmu, Jiho?”

Bagaimana denganku? Anganku sekarang adalah mengembalikan semua hal ke tempatnya masing-masing. Baekhyun seharusnya berada di barisannya, menjadi villain dengan sewajarnya dan aku akan jadi player yang berusaha mengalahkannya.

Kami tidak seharusnya ada dalam hubungan saling terikat karena tidak satupun dari kami akan diuntungkan oleh hubungan ini. Yang ada hanyalah rasa sakit, dan rasa sakit lain di atas rasa sakit.

Lantas, salahkah aku jika kupilih untuk mengucap selamat tinggal padanya?

“Aku… Aku ingin menjauh darimu, Invisible Black.”

— 계속 —

IRISH’s Fingernotes:

AAAKKKKKKHHHH!!! Diriku terlalu enggak sampai hati pas ngetik level 21 ini akibat level 20 yang masih membayangi. Meski aku buahagia sangat sama twist warbyasah yang akhirnya bisa kutunjukin di level 20, tapi kemudian sampe sini aku kayak kudu mewek aja bayangin sad ending buat si Jiho.

Hueeeeeeeeee.

Tapi aku juga bersyukur dan amat sangat berterima kasih karena kalian pada akhirnya mulai muncul satu persatu, duhai pembaca yang kusayangi :] pada akhirnya, dengan ancaman dan ancaman lainnya kalian muncul juga.

Dan karena masih ada beberapa orang yang memilih bungkam dan enggak berkomentar di chapter sebelumnya, jadi anggeplah kubuat kalian full-melodrama di chapter ini. Bales dendamku kalem kok, dengan cara menganiaya pemeran fanfiksinya.

Karena bales dendam juga aku jadi sengaja memang enggak ngetik chapter ini lebih dari 3500 kata. Nanti keenakan yang pada suka baca diem-diem, ih. Anyway, jangan lupa baca bonus stage karena di sana kalian akan dipertemukan oleh sepasang insan yang punya kaitan erat sama Baekhyun dan Jiho nantinya.

See you on Sunday, fellas! Best wishes, Irish.

p.s: hey para silent-readers yang habitatnya patut dimusnahkan, kalau kalian berbaik hati memunculkan diri di chapter ini, hari Minggu inshaa Allah aku publish level ke-22 nya!

hold me on: Instagram | Wattpad | WordPress

71 tanggapan untuk “GAME OVER – Lv. 21 [Eden’s Nirvana] — IRISH”

  1. Aku selalu suka tulisan kaka, tapi ini menyakitkan ka😭😭 bapernya sampe ke tulang, masih mending baekhyun jadi humanoid lah seenggaknya ada wujudnya, lah ini jadi NPC😭
    Gimana kelanjutan hidup si jiho yak, haduh ka ka aku gangerti sempet kepikiran aja buat cerita kaya gini, jadi makin sukakkk💕

Pip~ Pip~ Pip~