TRUE LIES – Slice #3 — IRISH’s Story

irish-true-lies-fixed

   TRUE LIES  

  EXO`s D.O & Chen with Lovelyz`s Kei 

   supported VIXX`s Ken & A-Pink`s Eunji  

   additional cast will be revealed as the story flew away  

  crime, dark, hurt-comfort, marriage-life, sci-fi, slight!thriller, slight!suspense story rated by PG-17 served in chapterred length  

Disclaim: this is a work of fiction. I don’t own the cast. Every real ones belong to their real life and every fake ones belong to their fake appearance. Any similarity incidents, location, identification, name, character, or history of any person, product, or entity potrayed herein are fictious, coincidental, and unintentional. Any unauthorized duplication and/or distribution of this art and/or story without permission are totally restricted.

2016 © IRISH Art & Story all rights reserved


I lied when I said that I loved you.

Reading list:

〉〉 PrologueSlice #1: PlanSlice #2: Acceptance 〈〈

Slice #3: Truth

██║ ♫ ♪ │█║♪ ♫ ║▌♫ ♪ │█║♪ ♫ ║▌♫ ♪ ║██

In Author`s Eyes…

“Sejujurnya kau sama sekali bukan tipe pria yang bisa disukai Jiyeon. Pernikahan kalian … apa bukan sekedar tipuan?”

Sejemang, ketakutan dan keterkejutan langsung menyelimuti Jiyeon kala Kyungsoo berucap, menaruh nada curiga kental yang tak berusaha ia sembunyikan. Dan ya, membekunya Jiyeon sekarang adalah sebuah fakta yang menunjukkan kebohongan kecil kentara, Kyungsoo jelas mengenalinya.

Ya, Kyungsoo bisa saja tahu gadis itu berbohong jika saja sekarang pandangannya tidak menangkap bagaimana jemari Jiyeon menggenggam erat jemari pemuda yang duduk—masih dengan memasang ekspresi tenang—di hadapannya.

Sekon selanjutnya, satu lengan pemuda di hadapannya yang masih terbebas bergerak mengusap punggung tangan Jiyeon—hal yang membuat Kyungsoo mencelos—sebelum ia tersenyum pada Kyungsoo seraya berucap. “Kau benar-benar seperti yang Jiyeon ceritakan.” ujarnya membuat alis Kyungsoo tanpa sadar bertaut.

Pandangannya kini hinggap pada Jiyeon, sebelum ia kembali memandang pemuda di hadapannya.

“Apa maksudmu?” pertanyaan itu akhirnya lolos dari bibir Kyungsoo.

Masih dengan senyum tenang yang sama, Jongdae berucap. “Jiyeon tadi mengatakan padaku bahwa ia sebenarnya merasa takut untuk memperkenalkanku padamu. Dan dari yang kulihat, kau dan Jiyeon pasti sudah berteman cukup lama sampai kau bisa tahu banyak hal tentang Jiyeon.”

Kyungsoo kini bungkam. Ingin mengumpat pada diri sendiri karena sudah mengungkap sebuah emosi yang terlontar dari kalimatnya tadi. Pemuda di hadapannya mungkin berpikir Kyungsoo tengah cemburu, dan sekarang pasti ingin menertawainya lantaran Kyungsoo terlihat begitu menyedihkan.

“Aku hanya ingin tahu, apa Jiyeon benar-benar akan menikah dengan seorang yang pantas untuknya. Jika kalian sudah saling mengenal dengan baik, kau pasti juga sudah tahu kalau Jiyeon sering mengalami hiperventilasi saat ia ketakutan bukan?” Kyungsoo menghentikan kalimatnya sejenak, jemarinya kini bergerak merogoh saku jaket yang ia kenakan, mengambil sebuah inhaler yang entah mengapa selalu dibawanya.

Diulurkannya inhaler tersebut pada Jiyeon yang sejak tadi menunduk, menyembunyikan wajah, sekaligus membuat Jongdae sadar, keadaan gadis di hadapannya sudah memburuk.

Terengah-engah, jemari Jiyeon bergerak meraih inhaler yang diulurkan Kyungsoo, sebelum ia membuang wajah untuk menarik dan menghembuskan nafas dengan normal.

“Sepertinya kita berdua sudah membuat Jiyeon ketakutan.” ujar Kyungsoo sekon selanjutnya.

Ucapan dan tindakan Kyungsoo tentu jadi sebuah dering perang bagi Jongdae. Pemuda Do itu baru saja menunjukkan pada Jongdae bahwa sebagai seorang calon suami, ada hal yang tidak diketahuinya tentang Jiyeon. Dan tanpa sadar, rahang Jongdae terkatup rapat, insting menyerang pemuda itu entah sejak kapan sudah mendominasi.

“Aku baik-baik saja, Kyungsoo-ya.” Jiyeon akhirnya angkat bicara, ditatapnya Jongdae sejenak dengan penuh rasa bersalah sebelum ia memandang ke arah Kyungsoo.

“Aku memang tidak pernah memberitahu Jongdae tentang hiperventilasiku. Kupikir, gejalaku sudah jauh membaik.” tuturnya lembut, Jiyeon lagi-lagi melempar pandang ke arah Jongdae saat dirasakannya jemari pemuda itu menggenggamnya cukup erat, menahan marah.

“Maafkan aku … sekarang aku sudah membuatmu terlihat tidak tahu apa-apa tentangku.” ucapan Jiyeon berhasil membuat Kyungsoo terkejut.

Tidak pernah, dalam bertahun-tahun ini ia mendengar Jiyeon berucap dengan penuh rasa bersalah. Bahkan, tak ada perasaan lain selain rasa bersalah yang ikut dalam kalimatnya.

Jiyeon bahkan tak pernah meminta maaf dengan cara seperti itu saat Kyungsoo kesal padanya. Dan ya, sekarang Kyungsoo sadar bahwa ia tidak mengenal Jiyeon cukup baik.

Lekas, Kyungsoo membenarkan posisi duduknya, enggan menatap dua insan yang kini beradu pandang di sebelahnya sementara perasaan Kyungsoo sendiri sekarang tengah campur aduk.

“Aku sebaiknya pergi, supaya kalian punya waktu untuk makan malam berdua.” ujar Kyungsoo berhasil membuat Jiyeon menatapnya tak mengerti.

“K-Kyungsoo-ya—”

“Tidak apa-apa, Jiyeon-ah. Sekarang aku bisa yakin kau akan menikah dengan seorang yang pantas untukmu. Jangan lupa kirimkan aku undangan pernikahanmu.” pesan Kyungsoo sebelum ia meraih tas kerjanya dan melangkah pergi meninggalkan dua orang itu.

Masih dengan ketidak mengertian, Jiyeon memandang kepergian pemuda itu dengan alis berkerut. Sikap Kyungsoo terlihat sangat aneh dalam pandangannya sekarang.

“Kau berakting dengan sangat baik.” ujar Jongdae memecah keheningan.

Segera, Jiyeon menarik jemarinya dari genggaman Jongdae, ditatapnya pemuda itu sejenak sebelum ia berucap. “Maaf, aku tidak tahu Kyungsoo akan bicara sebanyak itu. Dan maaf juga, karena sudah membuatmu marah.”

Kini Jongdae terdiam.

“Kau tahu aku marah?” tanya Jongdae menyadari bahwa gadis di hadapannya menyadari ledakan emosi yang tadi sempat ditahannya.

Jiyeon menatap ragu. “Ya, saat Kyungsoo berkata bahwa pernikahan kita adalah sebuah tipuan, kau marah bukan?” tanya Jiyeon santai, seolah Jongdae harusnya lebih tahu tentang kemarahannya dan tidak seharusnya memerlukan penjelasan dari gadis itu.

Enggan memberikan sahutan, Jongdae akhirnya membuang muka, menatap noktah kemerahan di langit gelap malam yang merupakan tempat asalnya.

“Aku tidak marah,” ucap Jongdae sejurus kemudian, berusaha menghapus perasaan aneh karena ucapan Jiyeon tadi.

“Apa?”

Jongdae kini menatap gadis itu tepat dikedua manik mata. “Aku hanya muak. Mendengar ia bicara begitu banyak saat aku begitu ingin melenyapkannya. Aku juga muak karena harus berada di tempat menjijikkan ini selama beberapa menit.”

Jiyeon tanpa sadar mematung. Ucapan kejam yang baru saja didengarnya cukup membuat Jiyeon punya alasan untuk ternganga tak percaya. Segera, ditepisnya ketakutan yang lagi-lagi menyelimuti, untuk kemudian berganti dengan sebuah perasaan bersalah.

“Maaf,” ujar Jiyeon, “kau seharusnya bilang kalau kau tidak suka tempat seperti ini.”

Jongdae kini menatap sang gadis lantaran tak menemukan kebohongan di dalam suaranya. Dihembuskannya nafas panjang sebelum ia akhirnya mengalihkan pandangan dari Jiyeon, enggan melihat rasa bersalah kentara di wajah Jiyeon.

“Anggap saja ia sudah setuju dengan pernikahan ini. Aku akan siapkan semua yang dibutuhkan, dan kau … bereskan barang-barangmu, besok lusa temanku akan membawamu ke tempat tinggal yang baru.” putus Jongdae.

Dengan pandangan bertanya-tanya, Jiyeon mendengarkan ucapan pemuda itu. “Apa aku harus benar-benar pindah tempat tinggal?” tanyanya sejurus kemudian.

“Tentu saja, kaupikir aku akan membiarkanmu bebas begitu saja selama tiga bulan ini?”

██║♫♪│█║♪♫║▌♫♪│█║♪♫║▌♫♪║██

Jemari Sehun tengah sibuk menari di atas keyboard kala sebuah bantingan di pintu berhasil mengejutkannya. Sejujurnya, Sehun benci keributan, dan setahunya, Jongdae tak pernah membanting pintu.

“Jongdae, ada apa—” ucapan Sehun terhenti kala dilihatnya seorang gadis berdiri dengan melipat kedua lengan di depan dada, menatapnya meneliti.

“Nah, sudah jelas Jongdae tinggal bersamamu beberapa hari ini. Dimana dia?” tanya sang gadis tanpa basa-basi.

Merasa tertangkap basah, Sehun lantas mengerjap cepat, berusaha menetralisir keterkejutannya karena kehadiran gadis itu di tempat rahasia miliknya.

“Apa yang kaulakukan di sini, Eunji?” tanyanya membuat sang gadis—Eunji—mendengus kasar.

“Jangan bodoh, Oh Sehun. Kau tahu jelas apa tujuanku berada di sini.” ucapnya, dengan santai duduk di sofa merah hati tak jauh dari tempat Sehun sedari tadi sibuk dengan perangkat komputernya.

“Jongdae tidak ada di sini.” ujar Sehun membuat sudut bibir Eunji terangkat membentuk senyuman sinis.

“Kau tahu aku tak butuh jawaban seperti itu. Kau juga tahu kalau aku pasti akan berlama-lama di sini jika kau tidak menjawabku bukan? Ah, kurasa kita sama-sama tahu apa yang akan terjadi pada perangkat electro milikmu jika aku ada di sini terlalu lama.” Eunji berkelakar, tanpa menyadari bahwa Sehun sekarang begitu khawatir.

Bukan, ia tidak sedang khawatir akan ketahuan merencanakan beberapa hal bersama Jongdae, tapi ia khawatir pada keadaan perlengkapan electronya.

Sebagai seorang Generic Mutant1 Eunji adalah sebuah ancaman bagi perlengkapan electro. Dia bisa membuat kerusakan permanen pada perlengkapan electro karena radiasi plasma2 yang jadi bagian dari dirinya. Dan Sehun tahu, semakin ia tidak menjawab, Eunji akan merusak perangkat electronya tanpa sadar.

Akhirnya, Sehun menyerah. Ia menghela nafas panjang sebelum akhirnya berucap. “Jongdae ada di Earth.”

Bahu Eunji berjengit saat mendengar jawaban Sehun. “Jangan bercanda.” ujarnya gusar. Dengan ekspresi tenang, Sehun melejitkan bahu acuh. “Kau tahu aku tak pernah bercanda. Kalau mau, periksa saja keberadaannya di Earth. Dia ada di area 0+ kalau aku tidak salah.”

Eunji akhirnya beranjak dari persinggahannya sejak tadi. Ditatapnya Sehun dengan serius, seolah tanpa Sehun menjelaskan saja ia sudah bisa menebak jika dua orang itu tengah melakukan penelitian.

“Kenapa Jongdae yang ada di Earth dan bukannya kau?”

Sehun memejamkan mata sejenak. Ya, memang, Eunji selalu tahu kalau disetiap penelitian yang Sehun dan Jongdae lakukan, Jongdae akan lebih senang duduk manis di balik layar, membiarkan Sehun melakukan semua action3 di lapangan.

Sehun juga sama bertanya-tanyanya seperti Eunji sekarang. Pasalnya, beberapa hari lalu, Jongdae sendiri yang memutuskan untuk melakukan action, dan entah bagaimana, Sehun juga hari itu tidak melontarkan penolakan.

“Dia sendiri yang memutuskan. Lagipula, aku yang membuat rancangan penelitiannya. Sekarang, bisa kau pergi dari tempatku? Aku tahu kau tidak mau bertanggung jawab atas kerusakan propertiku, Eunji.” ujar Sehun, dengan kentara mengusir keberadaan gadis itu namun enggan beranjak mendekati sang gadis.

Tentu saja Sehun tak mau ambil resiko jika organ tubuhnya terkena radiasi plasma karena Eunji juga.

Kesal, Eunji akhirnya menghembuskan nafas panjang sebelum ia berdecak kecil.

“Pernikahan kami akan dilangsungkan bulan depan, sekarang dia malah terus menghilang.”

Sehun sudah dengan tenang melanjutkan aktivitasnya saat Eunji berucap. Sepersekian sekon pemuda itu terhenti, saat ia sadar bagaimana kemarahan Eunji jika tahu Jongdae akan menikah dengan seorang manusia minggu depan.

“Aku akan menemui Jongdae. Kau bilang dia di area 0+ bukan?”

Ugh, sekarang Sehun ingin menyembunyikan diri. Sempat terpikir oleh Sehun untuk berdiam, tapi entah mengapa, kali ini ia merasa bahwa rencananya akan gagal jika Eunji terlibat.

“Eunji-ah!” panggilnya saat Eunji sudah akan keluar dari ruangannya.

“Ada apa?” tanya Eunji.

“Ada baiknya kau tidak ke Earth dulu.” ujar Sehun, berusaha menyusun rencana dalam otaknya sebelum Eunji menaruh kecurigaan.

“Memangnya kenapa?” tanya Eunji dengan alis berkerut.

“Jongdae bilang akan kembali saat senja. Dan juga, Human sepertinya tahu tentang keberadaan kita di antara mereka. Jongdae pasti akan sangat marah jika ia tahu kau ada di Earth, dan … kau tahu sendiri aku akan jadi korban kemarahannya bukan?”

Beberapa lama Eunji terdiam. Dipandangnya Sehun dari atas sampai bawah, seolah ingin mencari kebohongan dibalik ucapan pemuda tersebut, sebelum ia akhirnya mengangguk setuju.

“Aku akan menjadikanmu korban kemarahan kalau ia tidak kembali saat senja.”

██║♫♪│█║♪♫║▌♫♪│█║♪♫║▌♫♪║██

Pandangan Jiyeon sedari tadi berkelana, tak hentinya menatap takjub ruangan luas tempat ia sekarang berada. Meskipun pemandangan semacam ini sudah biasa dilihatnya kala ia singgah di tempat tinggal Kyungsoo, tetap saja, ada aura berbeda yang mengukung Jiyeon kala ia berada di tempat ini.

Di hadapannya, seorang pemuda sejak tadi tampak sibuk memainkan jemarinya di atas meja, bukannya iseng, tapi pemuda yang tak lain adalah Jongdae itu tengah mengetukkan jemarinya di atas layar transparan biru di atas meja.

“Kau bisa menciptakan item-item lain dari layar ini?” tanya Jiyeon saat sebuah refrigrator muncul di ruangan tempatnya berada saat layar yang sedari tadi disibukkan Jongdae mengeluarkan bunyi ‘pip’ cukup keras.

“Ya,” Jongdae lantas menyahut singkat.

Bisa merasakan aura tak bersahabat dari pemuda di hadapannya, Jiyeon lantas mengulum bibir, tak tahu harus bereaksi seperti apa lagi, pasalnya, kekagumannya dibalas dengan sebuah perkataan singkat.

“Kurasa lebih baik kalau refrigratornya ada di ruang tengah atau dapur saja …” gumam Jiyeon. Jongdae hanya melirik sekilas, mengabaikan gadis itu sebelum ia melanjutkan aktivitasnya.

“Ah, bahkan kau bisa menciptakan perangkat komputer seperti itu.” Jiyeon mendesah kagum saat seperangat electro muncul di ruangan sebelah.

“Tapi Jongdae-ssi, tidakkah kau akan sering menggunakan komputer itu? Apa tidak sebaiknya kalau perangkat electro itu ada di kamarmu saja?” tanya Jiyeon sejurus kemudian.

Merasa jengah pada celotehan Jiyeon, Jongdae akhirnya mendongak, menatap gadis itu tanpa ekspresi. “Apa kau sedang berusaha mengaturku?” tanyanya sontak membuat Jiyeon menutup mulut rapat-rapat.

“Maaf,” gumamnya singkat, ia kemudian berusaha mencari kegiatan berarti agar tak mengusik kesibukan pemuda di hadapannya.

Beberapa kali, Jongdae bisa mendengar bagaimana Jiyeon mendesah tak senang karena penempatan benda-benda yang Jongdae ciptakan melalui perangkatnya sekarang, tapi toh gadis itu tidak mengeluarkan komentar-komentar berarti.

Akhirnya, Jiyeon memilih untuk memperhatikan kesibukan Jongdae sekarang, dan sejak tadi, atensinya tak beranjak dari dua tombol yang tak pernah Jongdae sentuh.

“Tombol itu untuk apa?” tanya Jiyeon tanpa sadar, jemari mungilnya menunjuk ke arah option berwarna merah dan hijau yang ada di sudut bawah layar.

Jongdae mendongak sejenak, menatap gadis itu sebelum ia akhirnya membuka mulut. “Avatar. Karena aku membuat setting sebuah rumah untuk pasangan, dua tombol ini digunakan untuk membuat avatar. Di tempat kami, jika pemilik rumah tidak ada, avatar-avatar ini bisa menyambut mereka dan mengirimkan sinyal pada pemilik rumah bahwa ada tamu di rumah.” tutur Jongdae.

Sebuah desahan kagum tanpa sadar meluncur dari bibir Jiyeon. Senyum serta-merta merekah di wajahnya meskipun ia tahu benar ia tengah berhadapan dengan siapa. Sekon selanjutnya, gadis itu tanpa sadar mendekatkan tubuh ke arah layar tersebut, memperhatikan dengan seksama tiap tulisan yang tertera di sana.

“Seperti apa bentuk avatar itu?” tanya Jiyeon.

Jongdae menatap tak senang, pembicaraan Jiyeon sebenarnya ia anggap terlalu mengajak beramah-tamah, tapi melihat ekspresi Jiyeon sekarang entah mengapa membuatnya menyerah juga.

Untuk apa berkeras hati pada gadis di hadapannya sementara gadis itu bahkan sudah menurutinya tanpa ancaman berarti?

“Kau ingin melihatnya?” tanya Jongdae membuat Jiyeon menatap tak percaya. “Kau mau menunjukkannya?” ia malah bertanya balik.

Tanpa bicara apapun, Jongdae menekan kedua tombol hijau dan merah tersebut bergiliran. Hal yang selanjutnya menyambut netra Jiyeon adalah sebuah sinar samar berwarna merah dan hijau. Sinar merah tersebut menyelimuti dirinya sekilas, sementara yang berwarna hijau menyelimuti pemuda di hadapannya.

“Apa sinar ini yang menciptakan avata—” ucapan Jiyeon terhenti kala dua buah bayangan serupa hologram muncul di hadapannya, dua hologram tersebut berbentuk seperti dirinya dan Jongdae, berukuran kurang lebih lima inch.

“Wah … cantik sekali …” gumam Jiyeon tanpa sadar.

Sejenak, Jongdae juga terdiam, ditatapnya sepasang hologram tersebut tanpa ekspresi sebelum ia akhirnya menggerakkan tangannya dengan kasar untuk menyingkirkan dua hologram tersebut. Secara otomatis membuat Jiyeon terkejut bukan kepalang.

“Kau tidak seharusnya senang melihat hologram seperti ini.” ujar Jongdae.

“Kenapa?” tanya Jiyeon tak mengerti.

“Hanya bangsa kami yang bisa menciptakan avatar ini.” Jongdae mengakhiri perdebatannya dengan Jiyeon.

Merasa bahwa ia tidak seharusnya merasa senang atas apa yang ia lakukan sekarang, Jiyeon akhirnya memilih berdiam.

“Ah, pantas saja aku tidak pernah melihat hal cantik semacam itu …” ujarnya menggumam.

Tak lantas membiarkan dirinya berkeinginan untuk menciptakan avatar lagi, Jongdae akhirnya menekan beberapa buah tombol di layar, sebelum ia memunculkan sebuah hologram undangan berwarna hitam di udara.

“Undangannya akan jadi seperti ini.” ujar Jongdae.

Jiyeon menatap undangan tembus pandang di hadapannya, sejenak pandangnya hinggap pada Jongdae sebelum ia berucap. “Apa aku bisa menyentuhnya?” tanya Jiyeon dijawab Jongdae dengan anggukan singkat.

Jemari Jiyeon dengan ragu bergerak menyentuh undangan tembus pandang tersebut. Terkesima saat jemarinya nyatanya bisa benar-benar menyentuh lembar kertas tersebut meski dalam bentuk hologram.

Dua buah nama dengan tinta keemasan ada di undangan tersebut. Nama yang selama beberapa sekon membuat Jiyeon terdiam.

“Aku tidak tahu kau punya marga Kim juga.” ujar Jiyeon, tersimpul sebuah senyum di parasnya, membuat Jongdae mau tak mau memandang gadis itu lebih lama.

“Memangnya kenapa?” tanya Jongdae.

“Di sini, mereka percaya kalau menikah dengan seorang yang memiliki marga sama itu berarti menikah dengan keturunan keluarga yang sama. Aku tidak tahu alasannya, tapi banyak orang yang ingin menikah dengan orang lain bermarga sama dengan mereka.”

“Sayang sekali di sini aku jarang menemukan dua orang bermarga sama yang merajut hubungan. Kebanyakan … akan ada banyak ketidak cocokkan.” tutur Jiyeon, merasa bahwa pemuda di hadapannya bukanlah seorang yang dengan senang hati akan mau mendengarkan celotehannya, Jiyeon lekas mengalihkan pandangan.

“Maaf, aku tak seharusnya bicara seperti itu padamu.” ujar Jiyeon cepat, dirapikannya rambut yang tergerai sebagai usaha untuk mengalihkan perhatian Jongdae—yang sejak tadi masih menatapnya dalam diam.

“Bukankah orang-orang akan iri karena kau menikah dengan seorang yang bermarga sama denganmu?” tanya Jongdae, menyunggingkan sebuah senyuman menyindir untuk gadis itu.

Jiyeon melejitkan bahunya pelan, tersenyum kecut seraya berucap. “Kuharap mereka benar-benar iri. Tidak seperti bangsa kalian yang kudengar bisa berpasangan sebanyak beberapa kali, Earth punya aturan yang lebih kompleks.”

“Apa maksudmu?” tanya Jongdae tak mengerti.

“Kami hanya diperbolehkan menikah satu kali seumur hidup. Jika kami ketahuan menikah lebih dari satu kali, nama kami akan secara otomatis di coret dari masyarakat.” ujar Jiyeon, menyelipkan sebuah senyum penuh arti.

Tanpa tahu bahwa ucapannya baru saja mengundang sebuah keterkejutan bagi pemuda di hadapannya. Ya, sekarang Jongdae baru sadar jika gadis di hadapannya baru saja mengorbankan kehidupannya.

“Apa kau suka undangannya?” akhirnya Jongdae bertanya, mengalihkan pembicaraan yang mulai masuk ke dalam wilayah sensitif.

Jiyeon sejenak menatap pemuda itu dalam diam, sebelum ia mengangguk.

“Aku suka. Undangannya terlihat mewah.” komentarnya.

Mendengar persetujuan dari gadis di hadapannya, Jongdae lantas menutup layar kecil yang sedari tadi mengambang di udara, dengan sengaja memperhatikan perubahan ekspresi Jiyeon, menyadari jika gadis itu sebenarnya menyimpan kekecewaan.

“Aku akan mengantarmu pulang, undangannya akan tercetak besok. Berapa banyak orang yang ingin kau undang?” tanya Jongdae, memilih untuk mematikan layar kecil di meja sebelum ia beranjak turun dari kursi berwarna putih tempat ia dan Jiyeon sedari tadi duduk berhadapan.

“Aku tidak punya banyak kenalan, tapi kurasa aku bisa meminta teman-temanku mengundang rekan mereka.” ujar Jiyeon, mengikuti langkah Jongdae yang sekarang berlalu meninggalkan ruangan.

“Memangnya kenapa?” tanya Jongdae.

“Kau tahu sendiri, Kyungsoo akan menjadi penyelidik lagi nanti. Dia mungkin akan bertanya-tanya jika undangannya sedikit, dan mungkin, dia akan bertanya tentang kolega-kolegamu.”

“Aku tahu kau tidak mungkin membawa bangsamu ke tempat ini, jadi … aku tidak mau membuatmu mendapat masalah lagi.”

Mendapat masalah? Jongdae ingin sekali tertawa mendengar penuturan gadis ini. Kenapa sekarang Jiyeon terdengar seolah berusaha melindunginya? Berusaha membuat siapapun tidak akan tahu jika Jiyeon sebenarnya seorang korban dari musuh bangsanya sendiri?

“Kau tidak marah?” akhirnya pertanyaan tersebut meluncur dari bibir Jongdae.

“Soal apa?” tanya Jiyeon.

“Karena aku memanfaatkanmu.”

Jiyeon tersenyum simpul. “Ada orang-orang yang terlahir untuk mendapatkan nasib yang menyedihkan, dan sejak dulu, aku tahu aku termasuk dalam orang-orang itu. Kau bilang kalau kau tidak akan melukai Kyungsoo jika aku menurutimu, dan aku tidak ingin Kyungsoo terluka.”

“Jika Kyungsoo terluka … aku mungkin akan sangat malu untuk melihat wajahnya karena aku tahu aku sudah membawa nasib menyedihkanku bersamanya.”

Jongdae mengalihkan pandangannya, entah mengapa merasa terganggu pada jawaban Jiyeon tapi ia juga tak bisa berkata apa-apa. Jika saja Jiyeon tahu bahwa Jongdae pada akhirnya berencana untuk menghancurkan Kyungsoo, mungkin Jiyeon tidak akan bersikap sebaik ini, tidak akan menerima semua ancaman ini dengan senang hati meskipun pada awalnya ia ketakutan setengah mati.

“Kau sangat menggelikan. Aku tak pernah melihat manusia merelakan kebahagiaannya demi orang lain.” komentar Jongdae singkat. Mereka sekarang tengah beranjak keluar dari pintu raksasa yang jadi satu-satunya jalur masuk ke kediaman Jongdae.

Mendengar ucapan Jongdae yang terkesan sinis, Jiyeon malah tertawa pelan. Ia lantas melangkah ke arah mobil gelap yang beberapa hari lalu membuatnya ketakutan sembari berucap.

Altruisme4. Orang-orang bilang aku seorang penganut altruisme. Lagipula, aku tahu bangsaku tengah berusaha melenyapkan bangsamu. Kau tahu? Membayangkan perang antara bangsamu dan bangsaku itu sangat menakutkan. Aku tidak mau bangsamu dimusnahkan.”

Aktivitas Jongdae seketika terhenti. Ia tadinya sudah akan memasang beberapa buah blokade guna mengawasi kediaman barunya saat kalimat Jiyeon dengan begitu indah masuk dalam pendengarannya.

Beberapa sekon, ucapan gadis itu menggema dalam benaknya. Hampir-hampir Jongdae berpikir gadis itu tengah memainkan sandiwara jika saja ia tak melihat ketulusan di wajah gadis itu saat ia berucap.

“Kenapa?” tanya Jongdae.

“Apa?” Jiyeon menatapnya tak mengerti.

“Kenapa kau tak ingin kami dimusnahkan?” ulangnya.

Jiyeon terdiam sejenak sebelum ia akhirnya bicara.

“Bangsamu selama puluhan tahun sudah melindungi kami. Dulu, bangsamu sudah dibuang ke Blue Area5 karena kalian berbeda, dan sekarang, kalian malah ingin dimusnahkan. Bagaimanapun, kalian dulu juga seorang manusia, tidak peduli berapa puluh tahun kalian tidak menua dan terus bertambah kuat, aku rasa … tidak adil bagi kalian jika kalian harus dimusnahkan karena perbedaan.”

Penuturan Jiyeon sanggup membuat Jongdae mematung. Tidak, ia tidak pernah sekalipun mendengar manusia berucap seperti ini. Ia bahkan tak pernah bertemu dengan seorang pun manusia yang menerima keberadaan Mutant.

Dan pada awalnya, ia tahu benar bagaimana gadis di hadapannya gemetar ketakutan karena eksistensinya. Meskipun sekarang kalau dipikir lagi, saat itu Jiyeon ketakutan setengah mati karena Jongdae menculiknya.

Tapi sekarang Jiyeon bahkan berani mengutarakan segalanya, bahkan tidak menunjukkan sedikit pun ketakutan karena keberadaannya.

“Kim Jiyeon.” tiba-tiba saja Jongdae berucap.

“Ya?” Jiyeon—yang tadinya sudah disibukkan oleh ponsel karena Jongdae cukup lama berdiam diri—mendongak, menatap pemuda di hadapannya tanpa curiga.

Tanpa bicara apapun, Jongdae membuka lagi blokade yang sudah ia pasang, ditatapnya Jiyeon kala pintu di belakangnya sudah membuka.

“Apa kau ingin mendekorasi rumah kita?”

██║♫♪│█║♪♫║▌♫♪│█║♪♫║▌♫♪║██

Jiyeon memang tak mengeluarkan banyak kalimat berarti, tapi apa yang ia lakukan sekarang benar-benar menunjukkan bagaimana ia sedari tadi sudah bersabar hati lantaran tidak senang pada pengaturan ruangan yang sudah Jongdae ciptakan.

“Jongdae-ssi, apa aku boleh meletakkan perangkat musik mini?” bukan sekali dua kali Jiyeon meminta persetujuan pemuda itu, dan malah, setiap kali ia akan menekan tombol enter—Jongdae sudah mengajarkan gadis itu bagaimana cara menggunakan nanobot6 untuk menciptakan item-item secara nyata—ia akan meminta persetujuan Jongdae.

“Kim Jiyeon.” akhirnya Jongdae berucap.

“Maaf,” refleks Jiyeon berucap, berpikir jika pemuda itu tidak akan senang pada keinginannya, lekas jemari Jiyeon bergerak menghapus settingan musik mini yang baru saja dibuatnya.

Melihat tindakan gadis itu, Jongdae akhirnya turun tangan. Dicekalnya lengan Jiyeon sebelum ia berhasil menekan tombol delete, membuat Jiyeon memandangnya takut sekaligus tidak mengerti.

“Jangan meminta persetujuanku, buat saja dekorasi seperti yang kau inginkan.” ujar Jongdae berhasil mengundang sebuah senyum untuk muncul di wajah Jiyeon.

“Benarkah?” tanyanya memastikan.

“Asal kau tidak memasang kamera pengawas untuk melihat Do Kyungsoo, kau tidak perlu meminta persetujuanku.” ujar Jongdae.

Keduanya sekarang tengah duduk di sebuah sofa berwarna putih, dan segera setelah mengakhiri kalimatnya, Jongdae menggeser duduknya, menjauhi Jiyeon untuk menyandarkan tubuh di sofa.

“Dan jangan mengatur ulang ruangan penelitianku.” peringat Jongdae.

“Terima kasih …” Jiyeon menggumam, begitu tulus hingga sanggup membuat Jongdae menyempatkan diri untuk mengawasi ekspresi gadis itu.

Tak menyadari tatapan Jongdae sekarang, Jiyeon malah asyik mengutak-atik nanobot di tangannya, menciptakan bunyi ‘pip’ beberapa kali yang tak diambil pusing oleh Jongdae.

Pikirnya, tak salah sedikit membiarkan gadis itu memiliki hiburan.

Satu setengah jam lebih berlalu tanpa Jongdae sadari, dirinya sendiri sudah terlelap selama beberapa puluh menit sebelum dirasakannya jemari Jiyeon dengan hati-hati menyentuh lengannya.

“Jongdae-ssi …” segera, Jongdae membuka mata, menatap gadis yang tampaknya sudah mengumpulkan keberanian penuh untuk membangunkannya.

“Kau sudah selesai?” tanya Jongdae.

Jiyeon mengangguk, diulurkannya nanobot di tangan sebelum ia menyunggingkan sebuah senyum kecil.

“Terima kasih, aku tidak tahu kau mau membiarkanku menyentuh alat sehebat ini.” tuturnya hanya dibalas dengan dengusan pelan oleh Jongdae.

“Ayo, kuantar kau pulang.” ujar Jongdae, mengambil nanobot yang Jiyeon ulurkan dan beranjak berdiri.

Tersenyum melihat reaksi dingin pemuda di hadapannya, Jiyeon akhirnya melangkah mengekori pemuda tersebut. Tidak lagi berkomentar apapun sepanjang langkah mereka menuju mobil gelap yang terparkir di halaman.

Jongdae sendiri tidak menyempatkan diri untuk melihat apa saja yang sudah Jiyeon ciptakan di persinggahannya. Satu-satunya yang disadari Jongdae adalah senja merambat yang menyambut mereka kala keduanya melangkah di halaman.

“Ah, maaf, aku sudah membuang waktumu begitu lama.” Jiyeon berucap kala ditemukannya Jongdae tengah menatap ke arah noktah merah di langit yang mulai meredup.

Jiyeon tahu bagaimana pemuda ini enggan mengambil resiko untuk kembali saat senja—karena tahu jika gerbang masuk ke Blue Area akan tertutup saat senja—dan Jiyeon juga tahu hal itu.

Ia setidaknya banyak membaca buku mengenai Mutant, dan tanpa perlu bertanya pada pemuda ini, ia tahu beberapa hal yang akan Jongdae butuhkan saat malam tiba.

“Maafkan aku,” lagi-lagi Jiyeon berucap saat Jongdae masih juga menatap noktah kecil tersebut.

Akhirnya, Jongdae tersadar. “Tidak masalah. Aku akan bermalam di sini.” ujarnya sebelum ia melangkah masuk ke dalam mobil.

Jam sudah menunjukkan angka enam lewat saat Jiyeon duduk di dalam mobil. Ia jelas tahu, beberapa menit lalu gerbang Blue Area pasti sudah tertutup.

“Apa benar tidak masalah?” tanya Jiyeon saat Jongdae lagi-lagi tanpa sadar memperhatikan jam di dasbor mobil.

“Kau sangat banyak bicara.” komentar Jongdae ketus, ia lantas menyalakan mesin mobil, dan melajukan benda gelap tersebut dalam kecepatan sedang.

“Kudengar kalau malam hari kalian butuh recharging.” ucap Jiyeon memulai konversasi yang tadi sempat terputus.

“Ya, kami memang butuh dicharge. Dan aku bisa melakukannya sendiri.” ucap Jongdae, membelokkan mobilnya ke jalan raya.

“Bukankah kedua tanganmu akan mati rasa ketika waktu dicharge itu tiba?”

Jongdae kini melirik gadis di sebelahnya, menyunggingkan sebuah senyum kecil tanpa sadar ketika ia tahu gadis di hadapannya tahu banyak hal. “Kau ternyata memang berpengetahuan luas.” komentarnya.

Jiyeon melejitkan bahunya perlahan. “Aku banyak membaca tentang kalian.”

“Apa lagi yang kau tahu?” tanya Jongdae, alih-alih membiarkan konversasi mereka kembali berakhir, Jongdae diam-diam merasa penasaran juga tentang pengetahuan gadis di sebelahnya ini.

“Kalian menghindari hujan, karena hujan bisa membuat sel tubuh kalian mengalami korosi. Umm, kalian juga tidak menyukai kebisingan … karena di sana, di Blue Area, rata-rata desibel suara yang tercipta setara dengan tarikan dan hembusan nafas seorang Human ketika tidur.”

Jongdae mengangguk-angguk tanpa sadar. Garis datar yang sedari tadi selalu terpasang di wajahnya kini berganti dengan lengkungan samar.

“Sekarang kau pasti tahu suaramu selalu mengganggu pendengaranku bukan?” ujarnya membuat Jiyeon segera menutup mulut.

“Ah, maafkan aku.” ujar Jiyeon.

Jongdae melirik sekilas, sebelum ia kembali menatap jalanan di hadapannya.

“Lanjutkan saja, toh aku akan terus mendengar suaramu selama tiga bulan ini, jadi tidak masalah.” ujarnya, tapi Jiyeon masih bergeming.

Agaknya, ucapan Jongdae tadi terdengar sebagai sebuah sindiran tajam baginya.

“Apa kau tahu kenapa kami butuh dicharge?” tanya Jongdae mengundang reaksi gadis di sebelahnya.

Sejenak, Jiyeon menatap pemuda itu, memastikan jika bicara tak akan membuat pemuda itu makin merasa terganggu. Tapi akhirnya ia tergelitik juga untuk bicara.

“Aku tidak pernah membacanya di buku.” ujar Jiyeon, tidak salah memang, karena setahunya, hanya bangsa Mutant sendiri yang tahu alasan tersebut.

“Kau tidak ingin tahu?” tanya Jongdae memancing.

“Kau tidak keberatan?” Jiyeon memastikan.

Jongdae mengangkat bahu acuh, tanda persetujuan. Dan akhirnya, Jiyeon tersenyum simpul. Digesernya tubuh agar bisa duduk menghadap pemuda tersebut sebelum ia kembali bicara.

“Kenapa kalian harus dicharge?” tanya Jiyeon.

“Karena kami tidak makan.”

“Apa?” alis Jiyeon kini bertaut mendengar jawaban Jongdae.

“Kami dulunya memang manusia, tapi karena modifikasi yang ada, makanan dan minuman tidak lagi berguna apapun. Itulah mengapa kami memerlukan charge berupa zat kimia yang akan menggantikan kebutuhan tubuh. Itu alasannya.”

“Ah …” Jiyeon menggumam pelan, lagi-lagi, membuat Jongdae menatap gadis itu untuk memperhatikan ekspresinya.

Entah mengapa, Jongdae merasa aneh ketika menemukan ekspresi sedih yang terpasang di sana.

“Pantas saja di buku tertulis kalau Blue Area hanya berisi bangunan-bangunan, tanpa ada lahan sumber makanan. Ternyata kalian tidak makan ataupun minum.” tuturnya.

“Kami juga tidak lagi butuh oksigen.” ujar Jongdae menambahkan.

“Benarkah? Ah, benar. Blue Area dikatakan sebagai tempat yang tidak layak untuk dihuni manusia …” Jiyeon menggumam sendiri, tampak sibuk menyambungkan pengetahuan yang dimilikinya dengan kebenaran yang ada. Sekon kemudian ia seolah tersadar pada sesuatu yang janggal.

“Beberapa hari lalu kau membawaku ke Blue Area bukan? Kenapa aku bisa bernafas di sana?” alis Jongdae terangkat sedikit, ia sudah menduga pertanyaan ini cepat atau lambat akan keluar dari bibir Jiyeon.

“Untuk mengecoh Human, membuat mereka tahu seminimal mungkin tentang bangsa kami. Kami terpaksa harus membuat beberapa gedung suplier makanan, dan bahkan sebuah kolam berisi air, juga memanipulasi ozone untuk menciptakan oksigen.”

Jiyeon mengangguk-angguk mendengar penuturan pemuda itu. Lagi-lagi, ia terkesiap saat menyadari sesuatu.

“Apa kau memberitahu semua ini padaku sebagai jebakan?” tanyanya hati-hati.

“Apa?” Jongdae kini memasang raut kaku.

“Ah tidak ya? Kupikir kau memberitahuku supaya aku bercerita pada Kyungsoo.” gumamnya.

Sepersekian sekon Jongdae terdiam. Menyadari bahwa ia baru saja memberitahu begitu banyak informasi tentang bangsanya pada seorang yang terhubung langsung pada kelompok yang tengah berusaha mati-matian untuk melenyapkan bangsanya.

Dan ya, Jongdae lagi-lagi ingin mengumpat dirinya karena merasa begitu bodoh. Apa pula alasan yang membuatnya tiba-tiba merasa tertarik untuk bicara dengan gadis ini?

“Aku tak akan bicara apapun pada Kyungsoo, kalau kau pikir aku akan memberitahunya.” Jiyeon kemudian berucap.

“Kenapa? Kau tahu dia berusaha untuk melenyapkan kami bukan?” tanya Jongdae menyuarakan pertanyaan dalam benaknya.

Jiyeon mengangguk.

“Ya, memang. Tapi bukankah tidak adil kalau aku memberitahu mereka? Seharusnya mereka berusaha mencari tahu sendiri.”

Tanpa sadar, Jongdae tertawa pelan. Cukup mencolok hingga Jiyeon sanggup terpaku karena ia sendiri tak percaya sosok dihadapannya bisa cukup ramah untuk sanggup tertawa.

“Kenapa kau tertawa?” tanya Jiyeon tak mengerti.

“Tidak, hanya saja, kalimatmu begitu menggelikan. Kau seorang Human tapi kau menyembunyikan kebenaran tentang Mutant dari mereka.” ujar Jongdae.

Jiyeon terdiam sejenak. “Aku hanya tidak ingin bersikap curang. Dan juga, aku tidak akan memberitahumu tentang apapun yang Kyungsoo ceritakan padaku. Karena kau harus berusaha mencarinya sendiri. Walaupun kau mengancamku, aku lebih baik menerima kesakitan seperti yang kaubilang bisa dikirim ke tubuhku lewat chip yang terpasang di lenganku daripada harus memberitahumu tentang informasi dari Kyungsoo.”

Jongdae kini menahan senyum. Tentu ia tahu jika sikap Jiyeon sekarang akan sama saja dengan sikap yang akan ia dapatkan. Jika Jiyeon benar-benar tidak memberitahukan apapun pada Kyungsoo, sudah jelas Jongdae tak akan mendapatkan apapun dari bibir Jiyeon.

“Dan untuk informasi, Kyungsoo biasanya tidak akan membicarakan soal penelitiannya padaku. Karena dia tidak mudah percaya pada orang lain, dia tidak akan memberitahu siapapun, termasuk aku.” ujar Jiyeon lagi.

“Memangnya kaupikir aku hanya merencanakan ancaman padamu saja?” tanya Jongdae membuat Jiyeon mengerjap beberapa kali.

“Apa kau akan mengancam Kyungsoo juga?” tanyanya.

“Jangan bodoh. Aku sudah merencanakan semuanya dengan sempurna. Kautahu kau hanya lompatan sementara.” ujar Jongdae tenang, tanpa tahu jika gadis di sebelahnya sekarang berangsur-angsur bungkam.

Ya, ia baru saja diberitahu tentang kebenaran bahwa dirinya hanya seorang lompatan sementara. Murni hanya dimanfaatkan, dan akan dibuang ketika semuanya sudah berakhir.

“Apa rencanamu pada akhirnya akan membuat Human musnah?” tanya Jiyeon tanpa sadar.

Membayangkan Mutant lenyap sudah cukup membangkitkan ketakutan di benaknya, namun membayangkan hal sebaliknya terjadi juga membuatnya merasa takut.

“Tidak. Kami hanya ingin menggagalkan rencana mereka untuk memusnahkan kami.” ujar Jongdae singkat.

“Ah, syukurlah. Kupikir kau merencanakan hal yang sebaliknya.” ujar Jiyeon lega.

“Kau bilang sendiri jika Mutant selalu melindungi Human selama berpuluh tahun, kau tentu tahu jika kami tidak akan begitu saja melenyapkan Human, bahkan jika kami ingin.” tandas Jongdae.

Keheningan lagi-lagi menyelimuti. Jiyeon sendiri bukannya diam karena merasa takut pada ucapan Jongdae barusan, atau khawatir pada ancaman lain yang mungkin ia dapatkan.

Tatapan gadis itu kini bersarang pada nanobot di dasbor mobil. Mau tak mau, membuat Jongdae merasa ada yang janggal pada gadis itu.

“Apa yang kau pikirkan sekarang?” tanyanya tanpa sadar, mengira jika Jiyeon mungkin saja masih memikirkan soal ucapannya barusan.

Umm, soal undangan, apa aku boleh mengganti warna hitam dengan warna peach? Kurasa warna hitam terlalu gelap.”

۩۞۩▬▬▬▬▬▬ε(• -̮ •)з To Be Continued ε(• -̮ •)з▬▬▬▬▬▬▬۩۞۩

.

.

.

Glossarium:

Generic Mutant1: Kelainan genetik yang terjadi jika beberapa sel pada Human gagal berubah menjadi Mutant sepenuhnya, sehingga menyebabkan kontak antara tubuh Mutant dengan zat kimia tertentu bisa mengakibatkan kerusakan permanen.

Radiasi Plasma2: Salah satu kelainan generic yang diderita Mutant, energi plasma disebabkan oleh gagalnya penggabungan antara sel induk tubuh dengan mekanika electro sehingga dapat menghasilkan energi plasma berupa gelombang longitudinal yang berlawanan dengan kinerja alat electro.

Action3: Sebuah istilah dalam penelitian untuk menggambarkan tahap kinerja lapangan.

Altruisme4: Sebuah aliran yang digunakan oleh Human dalam menyebut satu atau sekelompok Human lain yang mendukung keberadaan Mutant di Earth, berasal dari kata altruisme yang berarti mementingkan orang lain dibandingkan diri sendiri.

Blue Area5: Sebutan untuk menyebut Part of Moon, sebuah area dimana Mutant diisolasi.

Nanobot6: Remote controller yang kinerjanya tidak dibatasi waktu, bekerja untuk menciptakan beberapa perabotan di Blue Area, namun bisa bekerja sama baiknya di Earth.

.

.

.

Cuap-cuap by IRISH:

PFT. Sudah berapa bulan fanfiksi ini kuanak-tirikan? /kemudian dicekik Jongdae sama Kyungsoo/

Entahlah, akhir-akhir ini aku jadi semakin pelupa karena waktu itu berjalan begitu cepet sampe jarak sebulan dua bulan kerasanya singkat banget dan ujung-ujungnya dengan gak tau dirinya aku jadi lupa kalau True Lies udah begitu lama gak update. Maafkan daku.

Aku juga memaklumin kalau beberapa readers True Lies sudah menghilang, salahkan saja aku, memang aku yang salah. Miane Jongde-ya, miane Kyungsoo-ya.

Dan ya, berkat Steel Heartnya VIXX mood aku buat ngerjain fanfiksi ini sampe dalem sehari dapet ngetik tiga chapter pun ngumpul. Hiks. Thanks a lot VIXX. Kalian menolongku walaupun musik yang kudengerin cuma sekedar instrumental.

Catch Me On:

askfm facebook gmail instagram line soundcloud twitter wattpad wordpress

Anyway, wdyt about this chapter?

54 tanggapan untuk “TRUE LIES – Slice #3 — IRISH’s Story”

  1. elaah kenapa si sehun-selalu-jadi korban kemarahan eunji-jongdae–
    chapter ini makin seruu ngedd kak.
    biasanya aku gak trlalu suka ff genre fantasy. tapi yg ini aku sukaa ngeddd kak irishh~~ *malahcurhadd*

  2. Kirain jiyeon mo tny something sirius yg nyerempet2 bahaya/bkl bikin chen ksel/apa, eh.. trnyt upredictable ‘cenderung’ funny question ttg mo ganti warna wedding invitation mrk, wkkk~ 😀 gubrak! lg-an masa undngn nkhn wrn item sih, serem ajah.. pasti chen totally lupa sm rencana nkh dy sm eunji. Hiiy.. bkl kek gmn tuh eunji ngamuk’ny?? dah lwt senja chen blm blk & mlh nginep di Earth!! Sehun-kuh jgn smp jd sa2ran kmarahan eunji ya..

  3. Wow jiyeon itu terlalu baik ya? Kasian sama jiyeon cuma dimanfaatin 😔
    Trus apa kabar sehun itu sama eunji????
    Ditunggu chap selanjutnya ya irish
    Hwaiting ^^

  4. “Apa kau ingin mendekorasi rumah kita?”

    jiaaaaaaa, kapan ada cowok yg mau ngomong kek gitu ke aku??? gak dapet ceye atau kai, si jongdha akbar juga mau. yah walaupun nanti kalau jalan bareng dia harus pakek spatu boot tinggi.
    hahahaha

  5. Udah lama ga baca True Lies. Terus ini Jongdae lupa mau nikah sama Eunji ato emang sengaja? Maunya Kyungsoo yang nikah sama Jiyeon, tapi kan dia ga bisa nikah lagi sama Kyungsoo T.T

    Semangat terus kak, aku tunggu chap selanjutnya

  6. Hai kak..aku new reader. Baru pernah baca fanfic berbau science fiction yang keren kaya gini 🙂
    Makin ke sini kok aku makin suka perannya jongdae ya?? Tapi aku pengin liat ekspresi cemburunya kyung kaya gimana xD

    1. XD halooo, thanks a lot udah nyasar di fanfiksi gajelas macem ini XD wkwkwkwkwkwk peran Jongdae greget kan, jutek gitu XD

  7. Ini sweet banget kakk.Gemes liat mereka.
    Apalagi jongdae ya ampun mas matanya itu loh lirik-lirik terus.
    Aku senyum-senyum sendiri pas baca.
    Jongdaenya juga udah mulai baik sama jiyeon.

    Dichap ini juga udah dikasih bocoran info tentang mutant.Aku malah ngebayangin mereka kaya terminator gitu :3

    Btw Enak banget kayanya hidup di Blue Area. Apa lagi ada nanobotnya. Kayanya gampang banget hiduo mereka punya nanobot. Jadi pngen punya satu terus aku bawa pulang.

    Serius ini bakal masuk list ff fav aku :3
    Keren kak. suka suka sukaaaa<3

    1. XD buakakakakakak itu jongde curi-curi pandang gitu ceritanya XD wkwkwkwkwk dia gak baik tapi tanpa sadar sikapnya baik ya? XD wkwkwkwwkwk
      nanobot itu imajinasi aku … indahnya dunia kalau ada nanobot emang ya XD wkwkwkwk thanks yaaaa

  8. setelah teronggok begitu lama kak, akhirnya noongol juga 😦
    Aku sampe ketinggalan banget ini bacanya 😦

    Aww…
    But… as usual…
    Selalu bagus dan keren 😀

    *tbh i’m your fans IRISH

    Aku jadi penasaran kalo Chen main drama apa film yang karakternya kayak gini gimana ya? Pasti mempesona banget. Bayangin dia disini aja udah mempesona banget.

    Dan itu kenapa endingnya bikinnya ngakak.
    Kirain Jiyeon nya mau nambahin apa gitu di mobil Chen. Speaker buat muter lagu, tv, atau apa gitu. Eh ternyata undangan -_-

    Oh iya kak, soal end KAJIMA semoga aku dapet pass nya
    *Jebaljebaljebal *mukaaegyo *pakepuppyeyes *biardikasih

    1. bisa dibilang fanfiksi ini teraniaya XD wkwkwkwkwkwkw aduh ini padahal astraaall, cerita ini astral sekali XD wkwkwkwkwkwk YA ALLAH, JANGAN, KALAU CHEN MAIN DRAMA KAYAK GINI MUNGKIN AKU EPILEPSI… wkwkwkwk XD aduh kajima …

  9. Kak irish setelah berabad abad ini update juga, udah kangen sama jongde. /hahah gampar/.
    Itu si jongde kok kelihatannya agak aneh sih, kaya ada manis manis nya gitu. Diam diam dia menghanyutkan /abaikan/.
    Lanjut kakak hwaiting ganbate memungut kakak.

  10. hai irish ^^ ya ampun akhirnya setelah sekian ribu tahun sejak munculnya kaum mutant di blue area kamu update juga. sejauh ini aku paling suka karyamu yg ini *ya mau gmn lagi bacanya yg chapter juga cuman yg ini :p maafkeun* bikos ya karakterisasi jongdae-nya ga biasa gitu dan dibikin berchapter lagi kan. walaupun ya aku masih ngerasa gereget kenapa jiyeon lemah bgt -.-
    trs aslinya aku sangat menikmati flow percakapan soo-yeon-dae tapi begitu kata altruism dan hiperventilasi muncul aku keselek. literally. krn itu adalah kata2 yg muncul di kuliah sama tugasku sbg mahasiswa baru 4 thn lalu. hahaha aslinya aku ingin menolak keberadaan kata2 ini krn yah percakapannya jadi tidak alami kesannya dan ganjil. tapi krn ternyata ada makna istilahnya *yg altruism itu ternyata* ya sudah gapapa.
    still.
    hiperventilasi.
    hahaha maaf ya rish jujur aku keselek terus ketawa. rasanya kayak baca skenario kasus pasien asma. seilmiah2nya kyungsoo (dan bahkan mungkin org2 kesehatan yg di klinik sering pake istilah ini waktu laporan kasus) kurasa dia masih akan pake sesak napas instead of hiperventilasi di setting normal.yah agak ati2 aja ya kalo pake kata2 macam ini takutnya kebaca org medis :p
    overall, manis tanpa overdosis gula, love! keep writing!

    1. YA ALLAH, ANTARA SADAR SAMA GAK SADAR KETIKA SADAR KAK LIANA KOMEN … /KEMUDIAN MEWEK DI PALUNG/
      Iya kak, sebenernya aku di awal pas mau bikin cerita ini agak ragu juga mau bikin Jongdae jadi antagonis, secara muka Jongdae itu kan ala-ala anak pondok pesantren gitu … yang pantesnya buat tadarusan di bulan puasa, atau jadi anak-anak yang ngebangunin sahur keliling kampung /kemudian ditendang/
      Entahlah, aku berpikiran apa sampe demen bikin Jiyeon teraniaya di sini … karena sebenernya Kyungsoo juga antagonis saking dia belum pamer kejahatan /kemudian ditendang (2)/
      Sebenernya aku juga awalnya ngerasa janggal kak Li sama hiperventilasi, tapi aku mau pake asma, atau sesak napas, tapi aku ngerasa nista aja … semacam aku debat sama diri aku sendiri gini: “Masa puluhan tahun yang akan datang bengek masih disebut asma ya?” gitu /kemudian ditendang (3)/ soalnya juga kan kalo aku pake asma atau sesak napas mungkin sering punya makna penyakit bawaan, sedangkan kalo hiperventilasi kan bisa muncul tiba-tiba karena kecemasan, mindset aku gitu sih pas mutusin buat pake hiperventilasi.
      Tbh, karena aku juga orang medis entah kenapa ngebaca hiperventilasi ditengah-tengah percakapan ini gak begitu terasa astral … mungkin karena mindset aku tentang konsep hiperventilasinya Jiyeon ini kali kak ._. tapi aku suka masukannya kak Li, lain kali kupertimbangin lagi kalau mau pake kata-kata bermakna tinggi XD XD thanks ya kak Li!

    2. oh jadi pertimbangannya adalah krn di masa depan penggunaan kata asma itu rada gimana gitu ya… hm. soalnya di sini kyungsoonya kan ga ngomong di setting klinis so yah, it’s shocking :p
      good to know kamu org medis, kita sejiwaaaaaa

    3. Heeh kak pertimbangan aku begitu sih ._. mungkin tergantung perspektif masing-masing individu aja mau menilai tata bahasa di tiap era itu seperti apa ._.
      BUSET KAK, KUBARUTAU KITA SEJAWAT XD

    4. btw sorry nyepam reply, aku lupa nyinggung soal jongdae jadi anak pesantren, buset sebelah mananya yg keliatan kyk anak pesantren? XD muka tengil sok seksi gitu XD

  11. Waaaa lama gak publish tau tau kak Irish udah tebar undangan kemana kamana. Emang kakak udah cari nama buat lakinya? 😂😂😂

    Btw aku suka banget bagian jongdae yang lagi tarik ulur hati sendiri. Sok sokan jahat padahal aslinya uda mulai tertarik sama sosok polosnya jiyeon. Jadi pengen ku tabok itu jidat klimisnya ahahaha

    Sebenernya aku tuh masih bingung hubungan jiyeon sama kyungsoo itu seperti apa? Ah semoga terjawab di chap depan nanti 😊

    Cepet publish ya kak, buat one and only nya juga. Uda kangen sama baek yeri. 😁
    Semangat kak Irish yeaaaaa #pelukketjup 😙😙😙

    1. buset yang tebar undangan bukan aku, tapi Chen sama Jiyeon ini XD wkwkwkwkwk EH ITU ISTILAH TARIK ULUR HATI SENDIRI KEREN BTW XD XD XD tabok aja tabok jidat klimisnya dia yang memanggil-manggil di Lucky One XD wkwkwkwkwkwk thanks yaaa

  12. Yes akhirnya di update.. Hahaha irish lega nya.. cerita nya makin menarik aja.. bikin aku penasaran.. di tunggu next chapter nya.. jangan terlalu lama y..jangan sampai lumut an lagi..

    1. Hahaha iya.. kalau gini pengen senyum aja aku rasanya nengok ff mu irish.. jangan terlalu lama update nya irish.. Jangan sampe lumut an juga.. Nanti ketua an aku.. oya udah ketemu jadwal update ff ini.. Hari apa ? Biar aku ingat.. ff ini aku tunggu banget.. greget nya beda.. ff ini yang aku suka banget.. setelah ff apa itu judul nya yang baekhyun jadi sukubus.. #ngomong apa sih.. pokoknya itu yang kayak vampire tapi bukan vampire.. dan ff nya udah lama tamat juga.. sekarang yang paling aku suka, dan sangat di nanti 2 update nya.. cepat update nya y? #berharap.. oya hari apa ff ini update nya irish?

    2. XD buakakakakakak padahal fanfiksinya astral banget loh, syukur-syukur masih ada yang mau mantengin XD wkwkwkwkwkk pft, kalau ini masih belum aku tentuin, aku baru inget kalau masih ada tanggungan dua fanfiksi lagi XD wkwkwkwkwkwkwk

    3. Wah irish emang deh.. pokok nya di tunggu next chapter, and jangan terlalu lama nanti takut nya aku lapuk menunggu.. 😉😉😉
      Aku suka sama jalan cerita dan karakter tokoh nya.. semangat nulis nya irish.. 😘😘
      Next chapter y..

  13. asiiikkkkkkk akhirnya ff ini dipublish juga lanjutannyaaaaaa wkwkwkwk tau ga rish aku udah nunggu berbulan-bulan ff ini -_- perasaan aku udah sering nagih-nagih True Lies dimanapun(?) tapi ga pernah ditanggepin huweeee T,T apa emang kamu ga baca comment aku yg tersebar(?) dimana-mana? hahahahahahahaha /pundung/ btw aku kangen sama jiyeon di ff ini. tapi perawakan(?) jongdae yg super duper dingin menurutku kerennnnnn hahahaha dan suka banget sama karakter jiyeon yang lemah lembut dan polos, dan baik hati dan teraniaya disini. jongdae pengen ku lelehin aja rasanya saking dinginnya sikapnya wkwkwkwkwkwk jiyeon sabar banget ngadepin manusia dingin kek jongdae. walaupun aku yakin sebenarnya jiyeon itu masih rada-rada takut kalo deket2 jongdae hahahahaha tapi karena kepolosan dan kebaik hatian(?) jiyeon sanggup bikin jongdae ga bisa sepenuhnya cuek ke jiyeon, walaupun kayanya sifat dia emang begitu. kalo di liat-liat mungkin jongdae udah mulai tertarik sama jiyeon, meskipun taraf ketertarikannya cuma 0,00000009% LOLOLOLOLOL tapi pasti jongdae juga mikir2 dulu kan buat nyakitin jiyeon wkwkwkwkwkwk entah kenapa aku suka banget sama interaksi antara jongdae dan jiyeon. aku mikirnya jiyeon itu polos, polos dalam artian dia itu bawel dan ga bisa kalo ga nanya ini itu sama hal-hal yg membuat dia tertarik. tapi interaksi antara manusia es sama si polos menurutku menarik hahahahahaha aku suka kalo jiyeon teraniaya disini /eh/ berharapnya sih jongdae lama-lama luluh sama sikap lemah lembut jiyeon. jiyeon keliatannya juga udah pasrah-pasrah aja mau diapain juga asal kyungsoo baik-baik aja kkkkkkk tapi kasian juga sih liat jiyeon kalo harus selalu dijutekin gitu sama jongdae. tapi aku suka kok dengan jalan cerita yg begitu wkwkwkwkwkwk kayanya dichapter ini benih-benih(?) cinta belum bermekaran(?) btw ini ada romance nya kan? ah aku tunggu terus deh buat kelanjutannyaaaaa jangan lama-lama lagi yaaa rish updatenya wkwkwkwkkw selalu ditunggu pokoknya~ saranghaeyooooooo~

    1. BUAKAKAKAKAKAKAK XD iya dua bulan lebih aku gak update yang ini, maklum, kadang mood sama Chen maupun D.O. nya ilang XD wkwkwkwkwkw
      IYAA, AKU SEBENERNYA BACA TERUS YANG KOMEN NAGIH ITU TAPI GABISA JAWAB KARENA BINGUNG MAU JAWAB APA XD XD XD /kemudian disambit/
      Sebenernya imej Jiyeon di mata aku emang anak polos gitu, baik hati, jadi entah kenapa cocok aja kalo jadi seorang yang teraniaya XD wkwkwkwkwk agak gatega juga nyiksa Jiyeon tapi gimana lagi biar greget kudu digituin XD wkwkwkwkwkwkw
      Taraf ketertarikannya masih keciiill banget btw itu beb XD wkwkwkwkwkwkwk
      Heeh bener beb, sebenernya Jiyeon cocok kan buat dapet karakter polos macem ini? XD wkwkwkwkwkwkw kita sehati karena suka Jiyeon teraniaya XD wkwkwkwkwkwk
      Iyep, ada romancenya kok XD thanks banget udah nyempetin baca cerita astral yang molornya minta ampun ini XD

    2. wkwkwkwkwkwkwkwk ane udah lamaaaaa nunggu-nunggu nih ff hahahahaha iya sih imej jiyeon yang mungil gitu cocok sebagai anak polos baik hati dan lemah lembut wkwkwkwk cocoklah jadi peran teraniaya dan dijadikan objek penderita hahahahahaha aku penasaran nanti romance-romance(?)nya gimanaaaaaaaa wkwkwkwkwk penasaran gimana caranya nanti si dingin jongdae bisa fall for jiyeon hahahahahahaha semoga sih kyungsoo juga suka sama jiyeon jadi biar greget gitu cinta segitiga dimana ujung-ujungnya si cewek yang menderita nantinya wkwkwkwkwkwk /ditimpuk jiyeon pake aegyo/ ah gapapalah bikin aja si jiyeon menderita disitu hahahahahahaha cocok kok cocok…..dan kebetulan kita sama-sama suka kalo liat jiyeon teraniaya wkwkwkwkwkwkwk lanjutannya jangan lama-lama lagi yaaaaa rish~ ditunggu selaluuuuuuuu

    3. XD iya saking pelupanya aku sampe sering lupa buat ngepostnya, maklum, emang pelupa (kemudian dirajam) XD wkwkwkw aduh romancenya kubuat sedih aja ya, aku pengen sesekali menganiaya main cast XD wkwkwkwkwkwkwk

    4. wkwkwkwk lain kali jangan lupa-lupa lagi yaaaa hahahahaha aih menganiaya main cast wkwkwkwkwkwk gapapalah kalo sama-sama menderita mah, asal jangan Jiyeon nya seorang yang menderita hahahahaha

  14. Yess udh d tunggu2 sejak lamaaa ko lama jga update nya dan pd akhirnya buka notice, true lies dah update panjang pulaaa aku senang ka tengkyuhh, semangat nextchapt nya kak rishhh

  15. Hwuuaaa, Ka irishhhh !!! Baru nemu FF kakak yg ini. Ceritanya unik dan ngebuat dagdigdug (⊙_☉) Btw, Semangat ngetiknyanya kak. Ditunggu kelanjutannya.

  16. karena aku gak ngikutin dari awal, aku hanya bisa berucap.. semoga kak irish gak lupa” lagi ngeupdate ff yg ini ama ff sebelah /senggol baekyeri/

    next next kak !!
    cerita kaka semuanya bener” amazing!!

    1. XD semoga gak lupa wkwkwkwk, insya Allah bulan depan aku mau publish di hari yang sama sih biar gak lupa XD wkwkwkwk thanks yaa

  17. udah lama banget ga baca…
    agak agak lupa gitu..
    kyungsoo tuh suka sama jiyeon yah? jongdae juga mulai suka deh kayaknya..
    makasiiih banget udah update.. ditunggu next chapternya

  18. Yapp bner bgt ini udah trllu lama dri updatean true lies sblumnya.. Dan efek lupa pun melanda. 😂
    Tp kyknya si jongdae bakal suka bneran ama si jiyeon y kan rish??
    Di tunggu next chapter… 😆

Pip~ Pip~ Pip~