Doctor! [Chapter 1]

PosterDoctor!

TITTLE : Doctor! [Chapter 1]

AUTHOR : Than

GENRE : Romance, Family

LENGHT : Maybe Twoshot / Multichapter

RATING : PG-15, T

MAIN CAST : Han Yoo Mi (OC), Xi Luhan

SUPPORT CAST : Han Min Sung (OC), Yoo Mi parents, Ren and all Nu’est member

DISCLAIMER : Tokoh dan segalanya milik author. HEHEHE.

NOTE : Author cinta reader aktif. Berikan komentar-komentar terbaik kalian di kolom komentar untuk first fanfictionku ini (^-^)v . Harap diingat. Kelanjutan fanfiction ini ada di tangan reader. Semakin banyak komentar, semakin cepat next chapter di publish. Author ingin tau seberapa banyak orang yang ingin ff ini dilanjutkan (^-^)

 

DOCTOR!

Dengan sedikit terburu-buru gadis berusia sembilan belas tahun itu berjalan ke halte dengan wajah cerah. Tak henti-hentinya senyum tersungging di wajah cantiknya. Sebentar ia memandangi bangunan megah yang beberapa menit yang lalu ia tinggalkan. Rasanya ia ingin berteriak sekencang-kencangnya saat itu. Ia tak bisa melupakan kejadian di dalam gedung itu. Dimana ia bisa melihat dengan jelas wajah cantik nampun tampan itu. Dimana ia bisa mendengar lelaki itu mengucapkan namanya dan tersenyum padanya. Ya Tuhan rasanya ia ingin pingsan.

Yoo Mi mengalihkan pandangannya dari gedung itu ke jam di pergelangan tangan kirinya. Tak terasa sudah hampir satu jam ia memandangi gedung itu bersama dengan pikiran-pikiran tentang orang yang membuatnya hampir pingsan itu. Berarti sudah lama juga ia menunggu mobil jemputannya datang. Diedarkannya pandangan ke arah jalan raya di hadapannya, berusaha mencari mobil yang akan menjemput. Namun nihil. Tak ada tanda-tanda mobil itu muncul.

Gadis itu kemudian duduk di bangku halte. Kembali ia menatap jam di tangannya.

17.45 KST

Mungkin macet. Pikirnya. Gadis itu kemudian hanya menatap jalanan. Beruntung hari itu tidak hujan dan masih ada satu atau dua orang berlalu lalang.

Ketika ia sedang menatap jalanan, tiba-tiba saja rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya. Yoo Mi mengerang. Ia menyenderkan kepalanya ke tiang halte dan kedua tangannya sibuk mencari-cari sesuatu di tas. Beruntung ia sedang duduk, jadi ia tidak jatuh langsung ke trotoar. Gawat. Barang yang dicarinya tidak ada. Tas yang dipegangnya kini sudah jatuh ke trotoar bersamaan dengan tubuhnya yang melemas. Yoo Mi menggigit bibirnya, menahan sakit.

“Ya Tuhan … Mengapa harus sekarang? Kumohon …”

Ia sudah tidak kuat lagi. Badannya sangat lemas. Detik selanjutnya semuanya berubah menjadi hitam.

 

*****

 

“Dok, ada pasien baru. Mohon di tindak lanjuti.”

Mendengar suara dari televisi khusus di ruangannya, lelaki itu langsung beranjak dari kursi seraya memasang jas putihnya kemudian dengan langkah cepat keluar menuju ruang UGD disertai suara pintu yang ditutup keras.

Lelaki itu menuruni tangga cepat. Ia harus segera menangani pasiennya. Bahkan saking buru-burunya, ia lupa tersenyum kepada para petugas dan para pengunjung rumah sakit yang ia temui. Para perawat muda yang melihat salah seorang dokternya lewat, langsung menjerit kecil. Ya Tuhan begitu mempesonanya dokter itu. Dokter paling muda dari seluruh dokter-dokter di rumah sakit itu. Ditambah wajah tampan yang terkesan cuek karena terburu-buru dan jas putih yang sedikit berkibar karena gerakannya, membuat setiap orang yang melihatnya tak akan rela melepaskan tatapannya.

“Betapa bahagianya punya menantu seperti Dokter Luhan,” ujar salah satu pasien rumah sakit yang sudah lansia setelah objek yang ditatap semua orang lewat. Ibu-ibu yang ada di samping lansia itu mengangguk mengiyakan.

Luhan memberhentikan langkah sejenak. Di depan ruang UGD, Ia melihat seorang pria memeluk seorang wanita yang Luhan yakini mereka adalah orang tua pasien barunya. Di dekat keduanya ada seorang wanita yang sedang duduk dengan kedua tangan yang menutup wajah. Luhan menatap iba ketiga orang di sana. Karena ia dokter dan sudah sering melihat pemandangan seperti itu bukan berarti hatinya tidak tersentuh. Luhan kembali berjalan. Ketiga orang yang menyadari kedatangannya, memandangnya dengan tatapan sedih. Luhan hanya membalas dengan senyum. Luhan mengerti arti tatapan itu.

 

*****

 

Mata gadis cantik itu terbuka perlahan-lahan. Yang pertama kali ia lihat adalah langit-langit sebuah ruangan bercat putih. Bau khas dari sebuah gedung yang berisi orang-orang yang ingin berobat menusuk hidungnya.

Eomma …” panggilnya pelan. Suara dan nyawanya belum terkumpul sempurna.

“Ya Tuhan,” wanita yang berusia dua puluh sembilan tahun lebih tua daripada Yoo Mi, menggenggam tangan kanan Yoo Mi. “Kau sudah baikan, Sayang?”

Yoo Mi mengangguk pelan. Tangan kirinya memegang kepalanya. Ada sedikit rasa nyeri di kepalanya. Appa Yoo Mi segera mengambil segelas air putih di meja yang berada di sisinya kemudian menyodorkan ke anaknya pelan.

“Kau kenapa, Yoo?” seorang wanita yang berusia lima tahun lebih tua darinya mendekat.

“Min Sung eonnie …” Yoo Mi berusaha tersenyum. “Aku tidak tahu. Tiba-tiba saja seluruh tubuhku sakit dan lemas.”

“Kenapa kau tidak meminum obatmu?”

“Obatnya … Obatnya tidak ada di tas. Sepertinya tertinggal,”

Min Sung menatap kedua orang tuanya lalu kembali menatap adiknya. “Kenapa kau tidak menelepon saja?”

Yoo Mi menepuk keningnya pelan. “Ah iya! Aku lupa,” Yoo Mi menyengir. “Mianhae …”

Min Sung mengacak rambut adiknya gemas. Wajah adiknya itu sangat lucu jika sudah menampilkan tatapan memelas. Begitu cantik dan polos.

“Bagaimana kemarin? Ceritakan pada kami.”

Wajah Yoo Mi langasung ceria ketika mendengar ucapan kakaknya barusan. Dengan semangat ia menceritakan konser boygroup yang paling ia sukai. Bahkan ia menceritakan dengan sedetail-detailnya. Gadis itu menceritakan bagaimana sang rapper melakukan gwiyeomi, bagaimana mereka menari ala girlgroup, bagaimana mereka bermain games, dan keseruan lain di konser Nu’est. Yoo Mi juga dengan senang hati menceritakan bahwa ia dapat melihat wajah dan senyum seorang member Nu’est yang paling ia suka, Ren, dari dekat dan ditujukan untuknya seorang. Min Sung dan kedua orang tuanya tertawa melihat ekspresi Yoo Mi yang bercerita dengan sangat lucu.

“Kau senang, Yoo?”

“Tentu saja! Aku sangat sangat sangaaaat senang.” Yo Mi memeluk bantal erat.

“Kenapa kau menyukai Ren? Menurutku lebih tampan Aron daripada Ren.”

Mwo? Tidak. Ren paling tampan. Semua member Nu’est kalah.”

Min Sung terkekeh. “Ren seperti perempuan. Rambutnya di kuncir dan pirang.”

Yoo Mi mengerucutkan bibir. Ia kesal dengan kakaknya. Min Sung selalu saja menggodanya.

“Ya! Itu dulu. Sekarang Ren sudah sangat tampan, eonnie. Rambutnya hitam, dan sudah pendek dan tidak dikuncir. Eonnie ini bagaimana, sih? Aku yakin, pasti eonnie tidak mengikuti berita Nu’est. Ren berkuncir saat masih single pertama mereka. Mulai sekarang cobalah untuk terus mengikuti berita tentang Nu’est. Sekarang, eonnie harus melihat MV terbaru Nu’est,”

Mendengar penjelasan panjang lebar Yoo Mi, Min Sung tertawa dan mengambil iPadnya. Ia penasaran juga dengan sosok Ren sekarang. Ia pun membiarkan adiknya memainkan iPadnya. Tangan Yoo Mi menggeser-geser layar iPad dan memencet tombol play. Min Sung mendekatkan kepalanya agar bisa melihat jelas. Mata Min Sung melebar ketika melihat Ren. Benar-benar beda. Video berdurasi kurang lebih empat menit itu mampu membuat Yoo Mi menjerit kegirangan dan membuat Min Sung bergelut dengan pikirannya.

Seorang perawat mengetuk pintu kamar beberapa kali. Yoo Mi menatap kedua orang tuanya. Apakah sudah waktunya makan? Tak bisa dipungkiri, perut Yoo Mi sudah lapar.

“Selamat malam,” perawat itu mendekati Yoo Mi. Ditangannya terdapat nampan yang entah isinya apa. “Waktunya minum obat, Nona Yoo Mi,”

“Aku lapar …” rajuk gadis di atas ranjang. Ada sedikit perasaan kecewa di hatinya. Ia kira dirinya akan diberi makanan.

Perawat itu tersenyum. “Setelah minum obat, boleh makan,”

Mendengar ucapan perawat itu, Yoo Mi meminum obatnya dan beberapa saat setelah perawat itu keluar, perawat lain mengantarkan makanan untuknya.

Eomma, kapan aku boleh pulang?” tanya Yoo Mi di sela makannya.

“Secepatnya,” jawab eommanya seraya menyuapkan sesendok bubur ke mulut anak bungsunya. “Cepatlah sembuh,”

“Besok aku bisa pulang?”

“Belum. Dokter harus tahu kondisimu beberapa hari ke depan dulu,”

“Aku kenyang.” Yoo Mi menolak suapan selanjutnya. Ia meraih gelas di meja lalu meminumnya sampai habis kemudian berbaring.

“Ya sudah, sekarang kau cepatlah tidur,”

Eomma tidur dimana?”

“Kami pulang, Sayang. Besok kami akan datang lagi,”

Yoo Mi mengangguk. Gadis yang bersiap untuk tidur itu memperhatikan orang tuanya yang sedang membereskan sisa makanan sekaligus barang-barangnya.

Eomma,”

Ne?”

Aniyo.”

Min Sung mendekati adiknya dan mengecup pipinya lalu berpamitan pulang, disusul kedua orangtuanya.

 

*****

 

08.00 KST

Yoo Mi mengalihkan pandangannya dari jam di dinding. Barusan seorang perawat menyuruhnya untuk duduk di kasur saja. Padahal ia sangat bosan. Kedua orang tua dan kakaknya belum datang karena mereka ada jadwal sampai siang. Min Sung dengan kuliahnya dan kedua orang tuanya dengan pekerjaan masing-masing. Ia ingin mengajak main para perawat, namun diurungkan niatnya. Para perawat pasti sedang memiliki tugas, kan? Kalau main dengan dokternya, ia belum kenal dengan dokter yang merawatnya. Tahu namanya saja tidak.

Akhirnya Yoo Mi memutuskan untuk menyetel televisi. Yoo Mi membulatkan matanya ketika ia melihat salah satu acara variety show yang saat itu ditontonnya mengundang Nu’est. Muncullah lima orang lelaki ke panggung itu. Karena senangnya, Yoo Mi ikut bertepuk tangan. Biarlah tidak ada yang mengajaknya bermain, toh masih ada televisi dan Nu’est.

Tepat pukul sepuluh acara televisi selesai dan diganti dengan siara berita hingga pukul dua belas siang nanti. Yoo Mi mematikan televisi. Ia kembali bosan. Sekarang ia hanya duduk diam di kasurnya. Ia benar-benar butuh teman untuk bercerita atau mengajaknya bermain.

Ngomong-ngomong soal teman, Yoo Mi tiba-tiba saja ingin sekali tahu siapa dokter yang merawatnya. Ia ingat tadi perawat bilang bahwa dokter akan memeriksanya. Mungkin sebentar lagi, pikirnya. Sepuluh menit Yoo Mi menunggu, tapi tak ada seorang pun yang mengetuk pintu kamarnya. Yoo Mi mengambil iPadnya untuk menghilangkan bosannya. Lebih baik aku melihat video perform Ren. Kembali jiwa fangirlingnya muncul. Setengah jam berfangirling dari iPad membuat dirinya semakin menggilai Ren.

 

Tok tok tok.

 

“Masuk,”

Seseorang masuk dan mendekati gadis yang sedang sibuk dengan iPadnya. Sosok itu memperhatikan wajah pasiennya sebentar lalu mulai mengecek cairan infus gadis itu.

“Selamat pagi menjelang siang, Nona Yoo Mi. Maaf saya terlambat,” sapa orang tersebut ramah.

Kening Yoo Mi berkerut. Suara lelaki. Jadi dokternya lelaki, bukan perempuan. Ia penasaran dengan wajah dokter ramah itu. Yoo Mi menaruh iPadnya lalu mengangkat wajahnya agar bisa melihat wajah dokter tetapnya.

Deg.

Yoo Mi terpaku melihat wajah sang dokter. Ia merasa sangat familiar dengan wajah itu. Yoo Mi menatap dokter yang ber nametag Luhan itu lekat-lekat. Mata, hidung, bibir, bentuk dan warna rambut. Hampir persis. Yoo Mi semakin yakin. Ya Tuhan. Dokternya benar-benar mirip dengan Ren! Idola nomor satunya! Lelaki di hadapan Yoo Mi itu tersenyum. Dan senyumnya persis seperti Ren. Yoo Mi kini merasakan ada ribuan kupu-kupu di perutnya.

“Ren.”

Tanpa sadar Yoo Mi mengucapkan nama itu. Luhan yang mendengar ucapan pasiennya mengangkat alisnya lalu terkekeh sambil memasang stetoskop di kedua telinganya.

“Halo Nona, nama saya Luhan,”

Yoo Mi tak menggubris ucapan Luhan. Ia masih menatap lelaki di dekatnya lekat. Bahkan ketika ia disuruh berbaring, tatapannya belum berubah sedikit pun. Mata Yoo Mi membulat ketika stetoskop Luhan sudah berada di perutnya. Ia hanya bisa pasrah ketika stetoskop berpindah ke pundak dan lehernya. Yoo Mi menggigit bibirnya. Wajah Luhan sangat dekat dengannya dan memudahkan Yoo Mi untuk menjelajahi setiap inci wajah dokternya. Hampir persis dengan Ren.

“Obatnya sudah diminum?”

Tangan Luhan kini memegang kening Yoo Mi. Gadis itu bungkam seribu bahasa. Ia tak sanggup untuk sekedar mengangguk. Semoga saja Luhan tidak melihat semburat merah di wajah pasiennya.

“Obatnya sudah diminum?” tanya Luhan ulang.

“Su-su-sudah,” Oh tidak. Yoo Mi merutuki mulutnya yang tiba-tiba gagap.

Luhan tersenyum manis. Tangan yang tadi di kening Yoo Mi, mengacak pelan rambut gadis itu. “Gadis baik,”

Yoo Mi memejamkan matanya ketika wajah Luhan sudah tidak dekat lagi dengannya. Rasanya ia ingin pingsan. Wajahnya semakin memerah. Namun ia berusaha menormalkannya kembali sebelum dokternya bertanya macam-macam. Yoo Mi mengamati Luhan yang sedang mencatat sesuatu dengan fokus. Wajahnya yang serius membuatnya semakin tampan.

Selesai dengan kegiatan mencatatnya, Luhan menatap gadis yang sedang sakit di hadapannya dengan senyuman. Gadis itu sontak mengalihkan pandangannya. Sungguh, Yoo Mi tidak kuat melihat lelaki di sampingnya. Apalagi mereka hanya berdua di kamar. Luhan terkekeh geli di dalam hatinya. Sebenarnya ia sadar sejak tadi ia diperhatikan oleh pasiennya, namun ia diam saja, pura-pura tidak tahu.

“Dokter,”

Luhan mendongak. “Ya?”

“Dokter itu dokter tetapku, kan?”

“Ya, Nona,”

Yoo Mi mengalihkan pandangannya dari jendela ke dokternya. “Panggil aku Yoo Mi. Tanpa kata-kata ‘Nona’,”

“Baiklah, Yoo Mi,” mata Luhan sedikit menyipit karena tersenyum.

Ya Tuhan. Kenapa dokternya selalu tersenyum. Lama-lama ia bisa kehabisan oksigen karena terlalu sering melihat senyum dari wajah tampan itu. Agar hati dan pikirannya kembali normal, ia mengambil iPadnya.

“Yoo Mi,”

Mendengar namanya disebut, Yoo Mi mendongak menatap Luhan yang sedang membenarkan cairan infus dirinya.

“Apa yang kau rasakan saat itu?”

“Aku awalnya tidak merasakan sakit apa pun. Tanda-tanda sakit juga tidak ada. Namun, saat menunggu di halte, tiba-tiba saja kepalaku nyeri dan seluruh tubuhku sakit. Lalu …” Yoo Mi berusaha mengingat-ingat. “Aku merasakan seluruh tubuhku lemas sekali. Sangat-sangat lemas. Selanjutnya, aku tidak ingat apa-apa lagi,”

Luhan mengangguk-angguk mendengar jawaban pasiennya. Setelah merasa bahwa cairan infus sudah benar, Luhan kembali mencatat. Tanpa ia sadari, pasiennya sedang berusaha bangun dari tempat tidur.

Perlahan Yoo Mi menjejakan kakinya ke lantai kamar yang dingin. Ia masih lemas, tapi gadis itu sangat ingin jalan-jalan. Bukannya ia ingin kabur, tapi dokternya kan sedang mencatat yang menurut Yoo Mi sangat penting. Bagaimana mungkin Yoo Mi menganggu pekerjaan penting. Yoo Mi berpegangan ke sisi ranjang ketika kaki kanan, di susul kaki kirinya, sudah menempel di lantai dengan sempurna. Ia melangkahkan kaki kanannya perlahan-lahan, namun ternyata kakinya belum kuat. Tubuhnya tidak seimbang dan oleng.

Luhan merasakan bayangan-bayangan orang bergerak di lantai ketika sedang mencatat. Ketika dirinya menegakan kepalanya, ia melihat Yoo Mi yang sudah berdiri sambil berpegangan ke sisi tempat tidur. Dengan sigap Luhan menahan tubuh Yoo Mi yang sudah oleng ketika akan melangkah.

Mata Yoo Mi yang sudah terpejam karena ia akan jatuh, perlahan terbuka ketika ia tak merasakan sakit sama sekali. Bahkan ia merasakan kehangatan luar biasa. Mata hitamnya membulat ketika menyadari bahwa sesosok lelaki sedang menahan tubuhnya. Tangan kanan lelaki itu melingkar di pinggangnya sementara tangan kirinya mengenggam tangan kiri Yoo Mi.

“Kenapa tidak bilang kalau ingin berjalan? Hmm?”

Kedua mata Yoo Mi membulat sempurna tatkala Luhan mengangkat tubuh Yoo Mi ala bridal style ke ranjangnya semula. Sungguh ia merasakan kupu-kupu menggelitik perutnya dan detak jantungnya bertambah sepuluh kali lebih cepat.

“Aku bosan, Dok. Aku ingin jalan-jalan. Boleh ya, Dok? Boleh, ya?” rengek Yoo Mi.

Wajah polos Yoo Mi membuat Luhan ingin tertawa. Begitu manis pasiennya yang satu ini. Luhan tak menjawab rengekan Yoo Mi. Gadis itu masih sakit, tapi ia ingin jalan-jalan. Ekspresi Yoo Mi semakin lucu. Akhirnya Luhan pasrah dan memperbolehkan gadis itu untuk jalan-jalan.

“Baiklah, Yoo Mi.”

Wajah Yoo Mi yang semula memelas menjadi berbinar. Terimakasih, Tuhan.

“Karena kau belum kuat untuk berjalan, daripada nanti jatuh, lebih baik kau memakai kursi roda,” Luhan mengambil telepon kamar untuk menghubungi perawatnya agar membawakan kursi roda untuk Yoo Mi.

Begitu kursi roda sampai, Luhan membantu Yoo Mi untuk duduk di kursi roda. Lagi-lagi tubuh mereka berdekatan. Yoo Mi berusaha menormalkan perasaannya sekuat mungkin agar tidak mengundang curiga.

 

*****

 

Yoo Mi merasa bangga sekaligus bingung ketika melewati ruang tunggu pengunjung rumah sakit. Pasalnya seluruh mata di sana memandang ke arahnya dan pendorong kursi rodanya, Dokter Luhan. Selama lewat situ, Yoo Mi menyebarkan senyumnya kepada setiap orang yang melihatnya. Begitu pula Luhan. Senyum malaikatnya tersebar sampai ke setiap sudut ruangan.

“Dokter, kenapa seluruh pengunjung memperhatikanmu?” tanya Yoo Mi saat mereka baru saja keluar dari ruang tunggu pengunjung.

Luhan tersenyum yang tentu saja Yoo Mi tidak bisa melihatnya. “Aku juga tidak tahu. Bukannya mereka memperhatikanmu, ya?”

Yoo Mi tertawa. “Bukan. Bukan kepadaku. Mereka semua memperhatikanmu, tahu? Ah! Aku tahu! Dokter kan tampan dan ramah,”

Luhan terdiam mendengar kata-kata pasiennya barusan. Jujur, hatinya merasa senang mendapat pujian seperti itu.

“Kau juga cantik dan lucu, Yoo Mi,”

Demi apa pun. Kalau gadis itu boleh berteriak, ia akan berteriak saat itu juga.

Setelah puas berkeliling area rumah sakit, keduanya memutuskan untuk kembali ke kamar. Luhan mengangkat gadis itu ke ranjang dengan perlahan. Dan lagi, Yoo Mi berusaha sekuat mungkin agar hatinya normal dan wajahnya tidak merah.

“Dokter, aku ingin masuk kuliah lagi,”

“Melanjutkan ke S2, maksudmu?”

Yoo Mi menghela napas. “Bukan. Dokter itu lucu sekali, sih.” Yoo Mi terkekeh. “Aku ini baru saja masuk ke sebuah universitas dan baru belajar agar bisa mendapat gelar pertamaku,”

Luhan tertawa lalu membenarkan posisi duduknya menjadi menghadap ke pasiennya. Yoo Mi memperhatikan gerak-gerik sang dokter dengan seksama.

“Aku pikir kau sudah lulus S1,”

Alis Yoo Mi berkerut. “Aku masih sembilan belas tahun, Dokter. Belum waktunya untuk mendapat gelar sarjana,”

“Menurutku kau sudah bisa,” Luhan menopang dagunya dengan punggung tangan yang berada di sisi kasur Yoo Mi.

Alis Yoo Mi masih berkerut. Maksud Dokter Luhan, apa?

“Aku tahu!” Yoo Mi menjentikan jarinya. “Dokter pasti sudah lulus S1, kan?”

Luhan tertawa geli mendengar ucapan barusan. Betapa polosnya gadis itu. Tentu saja ia sudah lulus S1. Kalau tidak, bagaimana mungkin ia sekarang sudah memakai jas resmi putih dengan nametag bergelar ‘dr’ di depan namanya dan bisa merawat Yoo Mi sendirian.

“Ya, beberapa tahun lalu,”

Yoo Mi membulatkan matanya. “Mwo?! Berarti sekarang sedang kuliah S2, ya?”

Luhan terkekeh melihat ekspresi Yoo Mi. “Beberapa bulan yang lalu aku wisuda,”

Tercenganglah Yoo Mi mendengar ucapan dokternya. Dia masih muda tapi sudah lulus S2?! Benar-benar jenius. Mungkin otaknya terbuat dari mesin yang sangat canggih. Sedangkan Yoo Mi yang juga masih muda, sama sekali belum memiliki gelar.

Suara ketukan pintu membuat keduanya menoleh bersamaan ke pintu. Seorang perawat menyembul dari balik pintu. Perawat itu memberikan semacam kode agar Luhan keluar menemuinya. Yoo Mi yang tak paham hanya diam menyaksikan. Saat perawat itu kembali menutup pintu, Luhan bangkit dari duduknya.

“Yoo Mi, maaf kau harus kutinggal. Ada panggilan penting yang sangat mendadak. Maaf aku tidak bisa menemanimu lama hari ini,” Luhan membenarkan jas putihnya.

Rasa kecewa tercetak jelas di wajah Yoo Mi. Luhan paham itu. Dirinya merasa bersalah harus berkata seperti itu.

Jeongmal mianhae, Yoo Mi,”

“Ya. Tidak apa-apa, Dokter,” Luhan lega melihat raut wajah Yoo Mi yang kembali cerah.

Luhan mengecek sekali lagi cairan infus gadis itu kemudian memohon untuk pergi. Yoo Mi mengamati gerak-gerik lelaki itu sampai akhirnya lelaki itu baru akan membuka pintu kamar. Ia lupa bertanya satu hal kepada dokter itu.

“Dokter!”

Luhan yang tinggal menutup pintu Yoo Mi dari luar, menatap gadis itu. “Ya?”

“Sebenarnya umur Dokter berapa?”

Pertanyaan Yoo Mi sukses membuat Luhan tersenyum geli. Seraya menutup pintu, Luhan menjawab singkat pertanyaan Yoo Mi.

“22.”

Yoo Mi menganga. Syok. Kagum. Jawaban Luhan sukses membuat Yoo Mi kaget setengah mati. Umur 22 tahun sudah lulus wisuda S2?! Bukan kah itu gila?! Pantas saja semua orang di rumah sakit selalu menatapnya. Sudah tampan, keren, ramah, mapan, lulusan S2 dan masih sangat muda. Yoo Mi jamin, tidak ada seorang perempuan pun yang mau menolaknya. Termasuk dirinya.

Ren, sepertinya aku tertarik padanya.

 

DOCTOR!

 

 

Hai hai!

Huaaa selesai juga ngetik chapter awal dari FF pertamaku. Ngetik ini cuma dua hari dengan ide nyari dalam sehari. Maaf banget kalo ceritanya jelek. Maaf kalo feel kurang dapet. Maaf kalo masih acak-acakan. Maaf kalo judulnya aneh. Maaf kalo posternya jelek. Aku masih belajar Qaqaq. Wkwkwk.

Kenapa castnya Luhan? Karena aku sayang kamu. Ngga. HEHEHE. Kenapa Luhan, karena dia biasku OMG OMG OMG!!!

Kenapa judulnya Doctor! ? You know laa dari cerita di atas~

Oke, jika ada pertanyaan atau sekedar ingin berkenalan dengan author atau ingin berfangirling gila gilaan sama author, bisa mention ke twitter @thaniaina atau ke ask.fm dengan username yang sama~

Thankyou EXO-L! S A R A N G H A E~~~

Ingat !!!!!! Author cinta reader aktif. Jangan lupa komen yaaa~

28 tanggapan untuk “Doctor! [Chapter 1]”

  1. tambah tertarik nih jadi drokter, gila umur 22 udah dapet gelar Dr. wuah 🙂 pengen juga aku dapet gelar Dr. pas umur duapuluhan keatas dikit, btw next thor

  2. sbentar, ibu yo mi umurnya 29? Yomi 19? Punya kakak? Jd ibu yomi nikahnya umur brapa? OMG !!!!! 😮 mudah bgt, mlh msh anak2. Ah lupakan, ah aq pgen jd pasienya luhan.., oh sngnya kalau dokternya luhan, gk pgn sembuh aq, pgen di rumasakht trus, spaya dket ma luhan, siapa tahu jodoh, hahaha ok di tggu next chapnya aja.

  3. Ahh baca ff ini jadi senyum” sendiri, apa lagi castnya luhan..jadi kebayang mukanya yg unyu” manis gituh 😀 😀
    Fighting ya thor di tunggu chap selanjutnya(y)

  4. aaah~ manis manis gimana gitu ceritanya 😀 first fanfic kan ya? bagus dan keren lah, enak dibaca juga tulisannya. Next chapter jangan lamaa lamaa ya

  5. aku senyum gaje baca ini ff, apalagi castnya suami tercintaahh…
    Ohh, bener bener..
    Next chapter jangan lama,

  6. Waahhh.. Luhan gege jadi dokter!!!♡♡♡
    Kalau aku jadi Yoo Mi, aku ga mau pulang dari rumah sakit deh hihihi XD
    Ceritanya bagus, tapi aku penasaran sakitnya Yoo Mi sebenernya apaan ? ^^
    Keep writing yaa^^

  7. Waaahh keren banget luhan nya jadi dokter wahhh kalo aku jadi yoomi udah pingsan duluan(?) Mungkin kkk~~ ditunggu lanjutannya thorr 😀

  8. Bagus thor, luhan jadi dokter,wah mau dong jadi pasien nya, rela de sering masuk rmh.sakit asal yg ngobatin nya dr.luhan, aku suka ama jalan cerita nya apa lagi luhan yg main case nya jadi lah ngobatin kangen ku untuk luhan, ditunggu kelanjutan nya thor, cepat cepat ya
    Keep writing 🙂

  9. Waaaah keren bgt >< senyum senyum sendiri aja bayangin wajah luhan,ngarep bgt bisa jd Yoo Mi ,next chap jngn lama2 ya ^^

  10. wah keren dokter luhan….aduh byangin luhan jd dokter…rasax pngen jd pasien deh…hehe next thor….

  11. Bagus bat thor, aku ga ngebayangin wajah luhan yg imut, tampan dll.. Aku nunggu part selanjutnya ne.. Jgn lamalama yaa thor,, heheh.. Gomawo

  12. wahhhhhhhh aku sukaaaaaaaa luhannya menarik banget sambil bayangin wajah luhan di thor wkwk lanjut thor jangan lamalama ya ehehehe

Pip~ Pip~ Pip~