Egoism

ego

 

Tittle : Egoism

Author : Cappuccino

Main Cast : Byun Baekhyun and Jung Soo Jung

Genre : Sad.

Rate : T

Length : Oneshoot

Beta Reader : Tsukiyamarisa

Cover : Bubbletea

Pengantar ‘FanFic ini aneh. Sumpah. Disini, anggep aja Soojung adiknya Baekhyun. Soalnya, gak mungkin kan aku ngubah nama Krystal jadi Byun Soo Jung. Aneh banget itu nama. Makannya aku gak ngubah marganya. Lagi pula aku tak punya hak untuk mengubah nama orang =)’ ‘Dan terimana kasih kepada Kak amer yang udah mau nge-review cerita ini. Juga seseorang yang udah mau ngebuat cover ini. aku suka ><’

FF ini juga pernah di muat di blog pribadi saya =). alinispabo.wordpress.com

Semua main cast punya kedua orang tuanya. SMent. Juga tuhan. Kalau cerita asli dari otakku yang rusak ini

Selamat menikmati coffe’ masamku ini~

WARNING : TYPO~

***

Orang baik terkadang bisa menjadi seekor harimau yang buas. Waktu adalah salah satu pengubahnya. Dan manusia adalah faktor utamanya. Pencipta naskah terkadang sangat kejam, seperti pisau yang menukik di tubuh, Meninggalkan rasa sakit yang tak terkira. Dan yang terburuk adalah jika sang penguasa tak berniat untuk mengubahnya.

Well, mari kita perjelas.

Dulu, Baekhyun adalah bocah kecil yang mempunyai sejuta mimpi.

Dulu, Baekhyun punya kebun bunga matahari di belakang rumahnya.

Dulu, Baekhyun sangatlah lugu dan imut. Membuat orang tak henti-hentinya menarik tangan  kecil itu kesana-kemari. Dan dengan kesal ia berteriak, “ Aku bukan mainan!”. Lalu, tangan-tangan itu mulai melepas satu persatu dan dirinya akan kembali berlari kesana-kemari tanpa henti.

Dulu, sebelum orang yang ia cintai pergi meninggalkannya, Baekhyun adalah matahari yang memiliki senyum cerah dan hati yang tak pernah beku.

Tapi itu dulu dan bukan sekarang.

Jangan tanyakan mengapa kini bocah lugu itu berubah drastis.

Jangan tanyakan alasannya, karena siapapun tak akan mengerti dan tahu. Hanya Baekhyun seorang diri yang tahu mengapa dirinya berubah.

Sekarang, jangan harap senyuman cerah itu terukir di bibirnya karena hanyalah ekspresi datar yang kau temui terukir di wajahnya.

Sekarang, jangan harap Baekhyun akan berlari-lari dimanapun. Karena Baekhyun terbiasa hidup di ruangan kecil yang ia sebut sebagai rumahnya dan ia takkan pernah keluar kecuali jika ada keperluan seperti sekolah ataupun ketika persedian makanan di rumahnya habis. Kalaupun ada, pasti makanan itu sudah mendekam di tempatnya berbulan-bulan.

Sekarang, jangan pernah berharap melihat kebun bunga matahari di belakang rumahnya. Karena sekarang, rumah itu sudah terjual dan di perluas oleh pemilik barunya, sehingga kebun belakang itu tak akan pernah lagi ada.

Waktu telah mengubahnya. Telah mengubah pribadi seorang Byun Baekhyun.

Perubahan memang tak pernah terharapkan ketika perubahan itu sendiri begitu menyakitkan. Baekhyun tak peduli atas itu. Toh, yang penting ia bisa makan dan hidup tenang. Tapi bukan itu masalahnya, bukan hidup tenangnya Baekhyun. Ini tentang hidup seseorang yang telah membuat Baekhyun berubah. Bagaimanapun juga, perasaan bersalah itu pasti ada. Dan ia telah meminta maaf pada Baekhyun berulang kali. Mendatangi rumahnya ketika malam hari, karena pada saat itulah Baekhyun berada di apartemennya setelah bekerja paruh waktu di cafe milik pamannya.

“Ayahku tidak sengaja menabrak mobil ayahmu. Sungguh, ia benar-benar tidak tahu kecelakaan itu akan terjadi.”

Chanyeol, nama anak laki-laki itu, yang kerap kali mendatangi rumahnya sebagai pengganti ibunya (Ibu Chanyeol) yang juga sering datang ke rumah Baekhyun, kini membawa bingkisan berisi buah-buahan titipan ibunya. Sebenarnya Chanyeol enggan, tapi ia harus dan tak bisa menolak demi ayahnya.

“Aku sudah memaafkanmu. Lalu, apalagi yang harus dipermasalahkan?”

Ekspresinya begitu datar. Seperti tidak ada hal yang dapat mengusik perasaannya. Tapi ini benar-benar membuat Chanyeol jengkel. Apa laki-laki dihadapannya tak pernah mengerti maksud dari kedatangannya?

“Kau belum memaafkan keluargaku. Aku tahu itu.”

Baekhyun berdecak kesal. Kenapa laki-laki tinggi ini begitu keras kepala.

“Aku tidak sedang berbohong. Ini sudah malam dan aku butuh istirahat. Jadi, kembalilah ke rumahmu.”

Baekhyun hendak menutup pintu apartemennya tanpa menerima bingkisan yang Chanyeol bawa. Namun, Chanyeol segera berkata, “Kalau kauingin masalah ini cepat selesai, aku mohon, bebaskan ayahku. Dan aku tidak akan mengganggumu lagi.”

Ini sudah cara terakhir. Dan Chanyeol harap Baekhyun akan mengerti.

“Ayahku satu-satunya tumpuan kami untuk hidup.”

Baekhyun pikir, Chanyeol terlalu egois. Memikirkan kehidupan keluarganya tanpa memikirkan kehidupan orang lain. Seharusnya, kalau Chanyeol memang kekurangan uang, ia tidak usah membawa makanan ataupun buah-buahan ke rumahnya. Baekhyun bisa sendiri dan tak butuh belas kasih orang lain.

Baekhyun kembali membuka pintu apartemennya yang hampir tertutup. Membuat suara yang sedikit berdecit di tengah-tengah hembusan angin malam yang sepi karena pintu seng itu sudah mulai berkarat dan sudah waktunya untuk diganti dengan yang baru.

“Tidakkah kau mengerti tentang hukum, tuan Park?.”

Chanyeol mengerutkan dahinya. Tentu ia mengerti karena ia kuliah di jurusan hukum. Ia hafal pasal-pasal yang mengatur hukum di Korea. Ia bahkan memilki cita-cita menjadi seorang pengacara. Lalu, apa yang ingin dibicarakan oleh Baekhyun tentang hukum? Chanyeol yakin ia dapat menjawab semua pertanyaan Baekhyun tentang hukum.

“Apa kesalahan ayahmu?.”

“Tabrak lari dalam keadaan mabuk.”

“Kalau begitu ayahmu pantas dipenjara bukan? Terlebih lagi ayahmu seorang polisi.”

“Memang.” Chanyeol berhenti sejenak. “Maka dari itu, satu-satunya cara ia bisa keluar dari sana adalah persetujuan darimu untuk membebaskan ayahku.”

Baekhyun menghela nafas panjang. Mengeluarkan kepulan asap di udara pada cuaca bersalju malam ini. Ia mengesek-gesekkan kedua tangannya. Berharap setidaknya ada kehangatan yang menjalar pada tubuhnya mengingat ia tidak memakai sweater ketika membuka pintu tadi.

“Tidak kah kau itu egois?.”

“Ya?.”

Sungguh, Chanyeol tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Baekhyun saat ini. Chanyeol terlalu lelah karena seharian ini ia harus mengerjakan tugas kuliahnya yang menumpuk di meja belajar. Dan saat ini, Chanyeol hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan masalahnya dengan Baekhyun lalu pulang ke rumah. Beristirahat di kamarnya dengan 2 selimut tebal yang menutupi tubuhnya.

“Haruskah aku menjelaskannya padamu? Kurasa, kau cukup pintar untuk mengerti maksudku.”

“Aku sama sekali tidak mengerti.”

Chanyeol terlalu lelah sehingga otaknya perlu diistirahatkan. Bahkan, mungkin saja otaknya kini hanya berisikan kata-kata ‘aku ingin pulang dan tidur secepatnya’. Sehingga ia tak lagi bisa mengerti perkataan Baekhyun yang menurutnya berputar-putar itu.

Baekhyun dan Chanyeol butuh kesepakatan secepatnya karena mereka sedang dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk bernegosiasi satu sama lain dalam waktu yang lama.

“Aku hidup sendirian dan aku masih bisa hidup. Lalu kau, kau masih punya keluarga dan kau masih ingin meminta lebih? Bukankah tanpa ayahmu kau masih bisa bekerja? Toh, ia hanya dipenjara dalam kurun 4 tahun. Tidakkah itu ringan? Kau mengerti hukum bukan? Kau hanya perlu menunggu dua tahun lagi.”

Baekhyun menarik napas sesaat. Kemudian ia berniat untuk masuk ke dalam apartemennya lagi tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada Chanyeol. Namun, ketika menyadari bahwa laki-laki tinggi itu tetap di tempatnya tanpa bergerak sedikitpun. Ia sempat berbalik. “Pulanglah. Hari sudah larut dan jaga ibumu.”. Lalu, pintu apartemen yang berkarat itu tertutup.

***

Sebenarnya, Baekhyun pun sudah putus asa atas hidupnya. Lelah dengan semua omong kosong yang orang berikan padanya. Masa bodoh dengan cibiran tetangga yanga mengatakan bahwa ia terlalu jahat dengan membiarkan keluarga Chanyeol terus menerus datang ke apartemennya. Lagipula, Baekhyun tak salah. Ia selalu mengatakan pada Chanyeol ataupun ibu Chanyeol untuk tidak kembali ke rumahnya. Jadi, ia anggap itu bukan kesalahnnya.

Baekhyun kembali ke kamarnya yang hanya berukuran 2×3 dan berwarna krem pucat yang berada di pojok apartemennya. Mengambil secangkir kopi yang hampir habis di meja dekat kasurnya. Lalu menegaknya hingga habis. Cairan kafein itu mulai mengalir pada tubuhnya dan mempengaruhi sistem syaraf pusat tidur yang berada di otaknya. Sebenarnya, Baekhyun tidak terlalu sering meminum kopi. Tapi untuk malam ini, Baekhyun berniat untuk tidak tidur meskipun ia lelah. Baekhyun tak tahu alasannya, yang ia tahu hanyalah ia ingin terjaga malam ini.

Baekhyun beranjak ke arah lemari usang yang tersimpan di pojok kamarnya. Membuka pintunya lalu menemukan bertumpuk-tumpuk barang berada disana. Sedikit berdebu, karena Baekhyun malas untuk membersihkannya. Dan Bakhyun baru menyadari, ia membersihkannya sebulan yang lalu dan ia rasa cukup untuk membuat barang-barang disana berdebu. Lalu, satu tangannya meraih ponsel di dekat foto yang gambarnya sudah pudar itu. Berada di atas lemari sehingga ia harus berjinjit untuk mengambilnya. Ponsel bewarna hitam dengan gantungan kunci berbentuk serigala.

Handpone itu masih befungsi meski layarnya kini retak dan hitam. Detik berikutnya, ia menyalakan handphone itu. Menunggu beberapa detik, hingga layar hitam itu kini berubah menjadi background keluarganya. Ia ingat, foto itu diambil ketika ia berusia sepuluh tahun. Bersama Ayah, Ibu, juga Soojung, adiknya. Adik kecilnya yang terpaut 3 tahun lebih muda darinya. Di foto itu, ayah merangkul pundak Baekhyun. Dan ia menyadari betapa dekatnya ia dengan sosok yang ia kagumi itu. Lalu, disebelahnya ada Soojung dan ibu, tangan kecil Soojung yang bertaut dengan jemarinya. Hingga ia rasa, ia tak akan pernah memiliki niat untuk melepaskannya. Tapi itu hanya keinginan Baekhyun yang tak pernah tercapai.

Baekhyun ingat bagaimana hari itu (hari dimana kedua orang tua mereka meninggal) terjadi seperti sebuah pesan yang tak diharapkan. Di pagi hari, mereka masih menghabiskan sarapan dengan gurauan yang selalu ayah buat. Di siang hari, ibu mereka masih menelepon kapan mereka akan pulang. Dan di malam hari, sebelum kecelakaan itu, Baekhyun dan Soojung masih bisa tertawa bersama. Dan Baekhyun ingat bagaimana Soojung menangis dan berteriak agar ayah dan ibu mereka bangun, Baekhyun yang begitu frustasi, Soojung yang terus memeluknya, dan Baekhyun yang hanya bisa terdiam. Hari itu adalah hari terburuk seumur hidupnya.

Ia mengambil selimut bergambar bola di atas kasurnya. Membungkus badannya agar hangat, lalu kembali ke pojok kamarnya, dekat lemari usang itu. Duduk di lantai berwarna hitam pucat. Dan detik-detik berikutnya hanya helaan napas juga embusan angin malam yang terdengar di ruangan itu. Kepala Baekhyun sudah bersandar di pundaknya, seraya menatap layar handphone itu tanpa henti. Kepalanya terasa sedikit pusing, entah karena kopi yang ia minum atau karena ia lupa meminum obatnya tadi sore (obat yang selalu ia minum untuk menjaga kessehatannya).Atau mungkin karena ia merasa tak enak dengan pertengkaran keluarga yang tinggal di sebelah apartemennya.

Dan tangan Baekhyun bergerak-gerak gelisah di sekitar tombol angka 2. Ragu untuk menekannya atau tidak. Tapi entah mengapa, perasaannya mengatakan bahwa ia harus menekannya. Hanya sekadar untuk menghilangkan rasa penatnya malam ini, juga rasa rindunya.

Lalu, ia menekan angka 2 dan tombol berwarna hijau itu.

Terdengar nada sambung. Satu kali, dua kali, tiga kali dan ..

Yoboseyo?”

Detik itu, rasanya Baekhyun tak pernah memilki masalah dalam hidupnya. Sehingga ia rasa, kini ia baik-baik saja. Tak ada Park Chanyeol dan ibunya, kebisingan kota Seoul yang memekakkan telinga, tugas kuliahnya, atau pekerjaan di toko pamannya yang terkadang membuat Bekhyun jengkel setengah mati, juga bau gosong roti di pemanggangan yang membuatnya harus kehilangan beberapa persen uang bulanan dari pamannya.Dan Baekhyun setidaknya akan tenang setelah panggilan ini berakhir.

Yoboseyo?”

Di ujung sana, di seberang telepon, Soojung tahu itu kakaknya. Kakaknya yang baik. Kakaknya yang selalu menjaganya. Kakaknya yang tak pernah meninggalkannya. Meski kakaknya tak berbicara sepatah kata pun. Meski ia tahu, Baekhyun hanya sekadar menelepon tanpa ada pembicaraan sedikitpun, itu cukup untuk membuatnya ingin menangis di ujung sana. Mendengar helaan napas Baekhyun yang teratur, juga ketenangan yang Baekhyun berikan.

Kapan Baekhyun terakhir kali menelepon adiknya? Sebulankah? Atau dua bulankah? Baekhyun tak ingat betul. Ia terlalu di sibukkan oleh berbagai macam masalah. Hingga ia memerlukan banyak istirihat dan lupa untuk menelepon adiknya. Adik kesayangannya. Adik yang ia cintai.

Beberapa menit dalam keheningan. Saling berinteraksi tanpa suara. Meski Soojung harus mengacuhkan hujan di luar sana, juga Baekhyun yang semakin kedinginan karena lantai apartemennya yang terangsang oleh salju di luar apartemennya.

Tapi Soojung bukan seorang perempuan kuat, maka dari itu, ia tak bisa menahan isak tangisnya setelah 30 menit dalam keheningan. Soojung begitu merindukan kakaknya. Dan Baekhyun tak bisa berucap lagi. Enggan menutup teleponnya meski sedih mendengar tangis adiknya. Baekhyun tahu ia egois, sama seperti Park Chanyeol. Tapi manusia semua berhak untuk egois bukan?

“Berbicaralah sesuatu padaku.”

Soojung bergelung di pojok kamarnya, sama seperti yang dilakukan oleh Baekhyun. Yang berbeda adalah Baekhyun di apartemen kumuhnya sedangkan Krystal di rumah neneknya yang berada di Busan.

“Aku merindukanmu kak.”

Tak ada sedikitpun kebohongan dalam kalimat itu. Soojung tak pernah berbohong kepada kakaknya. Ia selalu berkata apa adanya. Seperti ketika ia berumur 10 tahun dan diam-diam membaca pesan-pesan Baekhyun, dan setelah itu, ketika Baekhyun pulang dari sekolah, ia akan mengatakan apa yang barusan ia lakukan. Baekhyun tak pernah marah atas hal itu. Karena mungkin saja Baekhyun tahu bahwa Soojung tak akan pernah membeberkan segala rahasianya. Soojung begitu patuh pada perintah Baekhyun ketimbang kedua orang tua mereka.

“Aku–” Baekhyun menelan ludahnya sesaat. Genggaman pada Handphone itu menguat. “Merindukanmu lebih dari apa pun Soojung.”

Bagi Soojung, itu sudah cukup menjelaskan semuanya. Baekhyun menyayanginya, jadi tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan olehnya.Tapi sekuat apapun ikatan hati Soojung dan Baekhyun sebagai adik dan kakak, tak cukup untuk Soojung mengetahui isi hati Baekhyun. Baekhyun mencintainya, Baekhyun mencintai adiknya sendiri. Soojung tak tahu akan hal itu dan Baekhyun harap ia tak akan pernah tahu untuk selamanya.

Baekhyun memang seharusnya tidak menyukai Soojung. Soojung yang bertumbuh dewasa, juga Soojung yang berubah menjadi gadis menawan yang mengisi relung hatinya. Soojung bukan lagi anak kecil yang harus Baekhyun jaga dari anak-anak di komplek mereka dulu. Bukan lagi adiknya yang harus Baekhyun temani ketika malam hari untuk pergi ke kamar mandi. Adiknya kini berubah, ataukah hati Baekhyun yang berubah? Baekhyun tak pernah tahu jawabannya dan tak ingin tahu.

Baekhyun tak pernah tahu bagaimana Soojung begitu mengkhawatirkannya. Bagaimana Soojung terus menerus menelepon nomor Baekhyun dan selalu di jawab oleh costumer service sialan itu. Tidakkah Baekhyun tahu bagaimana adiknya menjadi uring-uringan ketika ia mendengar hidup kakaknya yang menyedihkan di Seoul sana. Soojung selalu mengirimkan uang pada rekening Baekhyun, berharap kakaknya bisa hidup layak disana. Tapi sayangnya, Baekhyun selalu mengirimkan uangnya kembali ke rekening Soojung. Utuh.

“Apa kau hidup dengan baik?.”

“Ya.”

“Apa kau tak kesusahan.”

“Ya.”

“Apa kau belajar dengan benar?.”

“Ya.”

“Apa kau makan tepat pada waktunya?.”

“—Ya.”

“Apa kau sama sekali tak berniat untuk pindah ke rumah nenek?.”

Baekhyun tak menjawab apapun. Ada banyak alasan mengapa ia tak memilih untuk ikut pindah ke rumah neneknya dan lebih memilih tinggal di apartemen kumuh ini. Baekhyun tak ingin perasaannya pada Soojung dapat merubahnya menentang norma dan menikahi adiknya. Itu tak mungkin. Sejak awal, Baekhyun tahu ia tak akan bisa terus bersama Soojung selamanya. Maka dari itu, ia perlu waktu lama untuk melupakan perasaannya pada Soojung.

“Soojung. Jaga dirimu baik-baik. Bilang pada nenek aku akan secepatnya pindah kesana.”

“Kau selalu bilang kau akan cepat pindah ke rumah nenek. Tapi kau tidak pernah menepatinya.”

Soojung sedikit berteriak. Ia masih menangis disana. Ia lelah menunggu kakaknya untuk menepati setiap perkataannya. Baekhyun selalu berbohong. Ia tahu itu. Kakaknya selalu berkata bahwa ia baik-baik saja dan ia hanya sekadar lelah, padahal pada kenyataannya Baekhyun dalam keadaan tidak baik-baik saja dan butuh seseorang untuk menjadi sandarannya. Baekhyun lelah karena ia tak bisa lagi menahan semua masalah yang ia hadapi. Baekhyun lelah karena terus menerus menjadi seseorang yang kelelahan.

“Jangan menangis Soojung. Aku tak suka mendengarmu menangis.”

“Kau yang membuatku menangis.”

“Maka dari itu, berhentilah menangis, karena kau membuatku merasa bersalah.” bukan merasa bersalah. Tapi memang Baekhyun selalu salah.

“Aku akan berhenti menangis, jika kau benar-benar akan datang ke rumah nenek.”

Ini jauh lebih sulit daripada yang Baekhyun bayangkan.

“Kau tahu.” Baekhyun menghela napas sesaat .“Aku tak bisa benar-benar datang ke rumah nenek dalam waktu dekat.”

“Kenapa?.”

Baekhyun tak menjawabnya. Ia tak dapat menjelaskan alasan mengapa ia tak bisa pindah ke Busan. Ia tak akan pernah bisa selama hidupnya.

“Jawab aku Byun Baekhyun!”

Baekhyun tetap tak menjawabnya. Meskipun bentakan Soojung membuatnya sedikit terkejut, Baekhyun tetap tak bisa menjawabnya.

“Maafkan aku.”

Lalu sambungan terputus. Soojung mencoba untuk kembali menelepon nomor kakaknya. Namun Baekhyun sudah lebih dulu mematikan handphone miliknya. Sehingga yang terdengar hanyalah suara costumer service sialan itu. Hujan di luar sana semakin deras, Krystal hanya bisa menangis sendiri disana, ia tahu bahwa suara isak tangisnya kalah dengan suara hujan. Dan nenek tak akan menyuruhnya untuk berhenti menangis dan menyuruhnya untuk berhenti berharap pada Baekhyun. Soojung tak akan pernah bisa berhenti berharap.

Sedangkan Baekhyun hanya bisa terdiam. Menekuk kedua lutunya dan menyembunyikan wajahnya. Ia lelah. Sungguh. Ia tak bisa lagi berdiri seperti biasanya. Seperti ia berusaha untuk tersenyum, berusaha untuk menghidup dirinya, berusaha untuk bersikap bahwa ia dalam keadaan baik-baik saja.

Baekhyun tahu ia salah.

Baekhyun tahu seharusnya ia tak seperti itu.

Karena keegoisannya, banyak hati yang terluka. Nona Park, Park Chanyeol, Bibi Ahn (Pemilik apartemen), Paman Byun, Nenek, juga Soojung.

Tapi Baekhyun tak tahu bagaimana ia harus meminta maaf pada mereka. Karena Baekhyun rasa, tak akan ada satupun yang mau menerima permintaan maafnya. Keluarga Park tentu kesal padanya karena Baekhyun tak pernah mau membebaskan kepala keluarga mereka. Bibi Ahn yang selalu membawa makanan di pagi hari untuk Baekhyun dan sayangnya Baekhyun tak ingin menerimanya karena ia tak butuh belas kasihan. Paman Byun yang berbaik hati memperkerjakannya di restoran miliknya, tapi Baekhyun selalu datang telat dengan alasan mengerjakan tugas kuliah. Baekhyun yang selalu mengacuhkan permintaan Nenek. Juga Baekhyun yang selalu berbohong pada Soojung dan dengan beraninya jatuh cinta pada Soojung.

Maafkan aku.

Dua kata itu takkan pernah tersampaikan.

Karena Baekhyun terlalu takut.

Karena mereka tak akan pernah memaafkan Baekhyun.

Baekhyun ingin semuanya berakhir.

***

2 September 2013.

News

Seorang mahasiswa ditemukan meninggal di sebuah Apartemen di daerah Naengcheon-dong, Seodaemun, Seoul.

****

Fin.

Gimana?

Please, RCL~

Aku butuh beberapa kritik dan masukan =)

*Bow*

9 tanggapan untuk “Egoism”

  1. Huaaa

    Udh berkali-kali aku baca ff/novel/dll yg sad ending, tapi sayangnya nggak pernah sampe nangis…

    Padahal klo tmn2ku yg baca, pasti mrka udh ngabisih tissu di supermarket *nggak segitunya jg sih*

    Keep writing thor, buat aku nangis gra2 ffmu yg lain yahh

  2. huwaaaa!!!! air mataku meleleh. keren keren keren…. sad-nya bener2 terasa… author-nim jjang! kasian baekhyun, bunuh diri. 😥

  3. buat ceritanya sih bgus bgt.. tp gasuka di akhirnya, knp gada reaksi dulu gtu dri soojung atau siapa gtu 😦

  4. baguus banget thor. cuman menurut aku mukanya baekhyun yg kocak, konyol, ceria bin nyebelin itu kayaknya kurang cocok deh dikasih di cerita sedih begini. tapi bagus kok thor. bikin ff lagi ya thor. semangaaat 😀

Pip~ Pip~ Pip~