Difference Thing

 

Difference thing

Written by Suciramadhaniy

| Cast : ‘EXO-K’ Kim Jongin, A girl as you(if u want) | Genre : Romance, Fluff | Length : Vignette | Rating : Teen |

Sinopsis :

Ketika sebuah perbedaan dapat menyatukan dua insan untuk menjalin sebuah kisah romansa yang mungkin kedengarannya mustahil.

Maybe its real?

Enjoy it.

Setiap hari aku seperti biasa harus bergulat dengan pekerjaan-pekerjaan yang mungkin tak selayaknya aku lakukan pada gadis seusia-ku. Membersihkan rumah, mencuci baju, mengelap piring-piring, menyapu, mengepel dan lain sebagainya itu adalah tugasku saat ini. Tugas bukan sekedar tugas yang biasa seorang anak gadis membantu ibunya di rumah. Kalian pasti mengetahuinya kan?

Namun, semua itu aku lakukan dengan senang hati kala bibirnya mengulas senyum ramah padaku, sorot matanya yang membuatku tenang saat mata memandang dan ah aku selalu terbuai oleh pesonanya.

Miris.

Mungkin aku hanya segumpal debu yang berada di rumahnya, menempel pada sepatunya atau melekat pada ban mobilnya. Bagaimana bisa aku memimpikannya bersanding denganku? Itu terlalu mustahil. Bahkan mungkin untuk sekedar memandangnya lebih dekat dan mengaguminya saja aku tidak pantas.

Ia terlalu sempurna.

Kesempurnaannya selalu membuatku terperangah dan terkadang aku sedikit gila tatkala sebuah pikiran konyol yang terbesit dalam otak untuk memilikinya. Aku segera menggelengkan kepala cepat-cepat , “terlalu mustahil!”

Kini aku masih berada di dalam rumah megahnya.  Pagi ini seperti biasa sosoknya telah rapi mengenakan kemeja yang kerahnya dibiarkan terbuka dan satu kancing paling atas pun tak ia kaitkan dengan benar sehingga mengekspos leher jenjangnya.

Aku tidak munafik, aku menyukai cara berpakaiannya seperti itu. Selera Style yang selalu ia perlihatkan di hadapanku selalu membuatku meneguk sedikit saliva kala aku melihat sedikit dadanya yang terekspos dengan sempurna.

 

“Hei, tolong ambilkan sepatuku bisa?”

Suaranya membuyarkan lamunanku seketika itu juga yang sedang mengamati tiap sisi dan lekuk wajah dan tubuhnya yang sangat mempesona.  Aku pun menghampirinya dengan segara, takut-takut ia marah padaku.

Aroma perfume khasnya seketika menguar dari tubuhnya  lalu perlahan merasuki rongga pernapasanku, aroma yang lembut dan begitu menenangkan. Ya. Itulah ciri khas darinya.

“Ini sepatu Anda Tuan Muda Kim,” aku menyerahkan sepasang sepatu kerjanya  yang selalu menambah profesionalitasnya dalam penampilan.

“Baiklah, terima kasih,” ucapnya seraya menarik kedua sisi bibirnya membentuk sebuah lengkungan senyum khasnya.

Bodoh! Bodohnya aku selalu diam terpaku di tempat kala bibirnya itu mengulas sebuah senyumnya padaku. Aku buru-buru mengerjapkan mata dan segera sadar dari keterpesonaanku padanya ini seraya mengangguk gugup padanya.

Aku pun berlalu dari hadapannya, namun aruma perfume-nya masih sangat melekat pada indra penciumanku. Tiba-tiba sebuah tangan menangkap tangan kananku dan menahannya. Aku tahu betul  tangan itu adalah tangan Kim Jongin. Majikan muda yang selalu membuatku terperanggah akan ketampanannya.

Aku menoleh ke arahnya dan keningku membentuk sedikit kerutan tanda tak mengerti akan tarikan tangannya padaku.

“Hei, mau kemana buru-buru. Sini duduklah sebentar di sampingku.” Ucapannya membuatku sedikit membuka mulut karena tak percaya ia menyuruhku duduk di sampingnya. Ia dengan cepat menarikku untuk duduk di sebelah kanannya.

Aku terdiam dan menundukkan wajahku. Tak berani menatapnya karena aku sangat yakin kini wajahku pasti ada semburat merah yang jelas kentara sekali. Lagi. Debuman jantungku semakin terdengar cepat. Aku menarik napas dalam-dalam untuk merilekskan namun jantung ini justru semakin berdetak tak normal ketika tangannya justru menyentuh daguku dan menyuruhku untuk menatap wajahnya.

Aku pun hanya bisa menurutinya dan menutupi kegugupanku ini. Tangannya masih memegang daguku dan suaranya terdengar mengalun lembut di udara merasuki indra pendengaranku. “Kenapa kau selalu menjauh dariku?” tanyanya dengan memberikan sedikit tatapannya yang sinis. “Padahal, aku ini kan tampan. Kenapa kau malah menjauh dariku?” kini matanya sudah beralih dari pandanganku, ia pun sedikit terkekeh pada saat mengucapkannya.

Aku pun berusaha memikirkan jawaban yang paling tepat, tapi sulit sekali menemukan rangkaian kata-kata yang membuatnya mungkin bisa melepaskanku dari introgasinya secara mendadak ini.

“A-aku tidak menghindari anda Tuan Muda. Aku sibuk dengan tugas-tugasku,” ucapku gugup dengan nada sedikit takut.

Ia kembali menoleh ke arahku, membuatku harus menahan tatapan matanya yang seakan menyerap habis energi dalam diriku.

“Tapi bisakah kau melihatku untuk sebentar saja?”

Pertanyaannya berhasil membuatku bingung setengah mati. Apa maksudnya ia menanyai pertanyaan itu. Mungkin jawabannya sudah amat sangat jelas bahwa aku memang selalu mengamatinya setiap ia sedang berada di rumah, namun apakah aku harus mengatakan itu padanya?

Tidak! Itu terlalu memalukan. Ia akan sangat terkikik geli nantinya. Bagaimana bisa seorang upik abu menyukai pangeran tampan?

Aku hanya diam, tak berani mengeluarkan sepatah kata apapun. Ia pun akhirnya menyuarakan suaranya lagi, “bisakah malam ini kita dinner bersama? Sepertinya kita butuh berbincang-bincang antara kau dan aku.”

Aku membulatkan mata seketika ketika suara khasnya dan pertanyaannya yang terlontar masuk ke indra pendengaranku ini. Apa aku tidak salah dengar? Aku mencari-cari sebuah kebohongan pada manik matanya, namun nihil! sorotan matanya padaku justru semakin menuntutku untuk yakin padanya.

“Kim Jongin. Please, aku mohon padamu. Jangan membuatku semakin jatuh dalam pesonamu karena aku tak akan bisa memilikimu, bahkan mengagumi aja aku tak pantas Kim Jongin. Kau mengerti maksudku kan?” Batinku dalam keheningan di sekitar kami.

Sejurus kemudian ia kembali bersuara.

“Diam berarti jawabannya adalah iya. Baiklah, aku akan menjemputmu kembali tepat jam 7 malam setelah aku pulang dari kantor.” Ia menatapku seraya mengulas senyumnya yang sangat menawan itu.

 

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku beberapa kali, memfokuskan pandanganku pada manik matanya. Apakah aku tidak salah lihat? Apakah yang ada di hadapanku ini adalah Kim Jongin yang sedang mengajakku makan malam?

“Ini, kau harus sudah memakai gaun malam ini ketika aku sudah sampai untuk menjemputmu,” lanjutnya lagi seraya menyodorkan sebuah kotak dengan sebuah pita di atasnya.

Aku membelalakan mata, belum siap untuk menerima ini semua. Apa maksud seorang Kim Jongin memberikan ini padaku?

Ia lalu mengangkat tubuhnya dari sofa yang aku duduki bersamanya tadi, lalu ia kembali menyadarkanku dengan sebuah panggilannya. “Hei cantik, kau mendengarkanku kan? Daritadi kau diam saja. Aku berangkat dulu dan jangan lupa dengan semua ucapanku, arraseo?”

Deg!

Aku tersentak dan detak jantungku berdebum keras ketika panggilan itu merasuki pendengaranku. Ah, aku pasti hanya salah mendengar dan telingaku ini harus diperiksa ke spesialis tht saat ini juga.

Aku segera mengganggukkan kepala dan sedikit mengulas senyum padanya, “arraseo, Tuan Muda Kim.”

Lalu setelahnya ia membalas dengan menarik kedua sudut bibirnya lagi, kemudian beberapa detik kemudian ia telah menghilang dari pandanganku dan suara mesin mobilnya pun terdengar jelas.

Aku mendengus, menarik napas panjang seraya menjatuhkan tubuhku pada sandaran sofa. Pikiranku melayang kala ia mengajakku untuk makan malam. Apakah ini sungguhan?  Apakah hanya halusinasiku?

Aku buru-buru mencubit pipi kananku dan mendapati kesakitan ketika tanganku ini menyubit keras pipiku, “Aduh, sakit!”

 

 

***

 

 

At night, 7 pm

Aku mungkin memang sudah gila olehnya, karena kini aku menunggunya di teras rumah dengan balutan gaun malam berwarna merah muda yang ia berikan. Sepatu heels berwarna senada dengan gaun ini pun terpasang sempurna di kaki ku. Lagi. Sepatu ini adalah pemberian darinya sekitar sebulan yang lalu karena aku menemaninya untuk lembur kerja semalaman penuh. Bukankah itu aneh? Ya. Itu memang terdengar aneh. Tapi aku sangat senang mendapati perlakuannya. Perlakuannya yang belakangan ini semakin membuat jantungku semakin berdetak secara tak normal dan darah pun mengalir dengan cepat sampai ruas-ruas pipiku hingga nampak semburat merah di sana.

Gila. Memang aku sudah jatuh ke dalam pesonanya yang sangat dalam.

Kini jantungku semakin berdetak lebih ekstra saat mobilnya mulai memasuki pekarangan rumah dan beberapa detik kemudian sosoknya telah keluar dari mobil.

Deg!

Ia menatapku dari ujung kaki hingga kepala lalu mengulas senyum yang begitu menawan. Sungguh, aku tak mengerti dengan senyumannya itu, justru senyuman itu membuat aku semakin canggung, aku pun tak sanggup untuk membalas senyumnya.

“Kau terlihat sangat cantik mengenakan gaun itu.”

Ucapannya sukses membuatku seperti kehilangan nyawa karena entah melayang kemana nyawa itu. Ia kemudian menyuruhku untuk masuk ke mobilnya. Aku masih diam mematung di tempat, membiarkan nyawaku kembali tertanam dengan benar di dalam tubuhku ini.

Alih-alih aku bergerak ke dalam mobilnya, aku malah sulit untuk menggerakkan kaki dan lagi suaranya pun terdengar menyerukanku agar aku segera menaiki mobilnya. “Kau mau sampai kapan di situ? Aku tidak perlu membukakan pintu mobil untukmu kan Nona?”

Ia terkekeh geli. Kekehannya kini membuatku semakin terlihat bodoh di hadapannya.

Bodoh! Aku ini bodoh  atau apa sih? Tidak mungkin kan aku diperlakukan seperti seorang putri dari negeri dongeng oleh pangeran yang sangat tampan, hah?! Itu terlalu mustahil.

 

 

***

 

Unforgettable moment I’ve ever

 

Setelah bergulat dengan pikiranku dalam kesunyian yang melingkupi di antara kami saat di dalam mobil, akhirnya mobil ini sampai pada pelataran parkir sebuah restoran yang tidak pernah sekali pun aku memijakinya.

Kim Jongin pun keluar dari mobil dengan sedikit lari kecil untuk menghampiri sisi sebelah kanan mobil ini. Oh jangan kau lakukan ini pangeran!! Aku mohon. Aku bukan seorang putri.

“Silahkan turun dari mobil, Cinderella.” Ia mengulas senyumnya seraya mengulurkan tangan kanannya ke arahku.

Oh tidak! Napasku sekarang tercekat karena mendengar suaranya yang mengalun lembut dan senyumnya yang begitu menawan. Jangan Kim Jongin! Jangan kau lakukan ini pada seorang upik abu.

Ragu. Aku pun menaruh tangan kiriku pada uluran tangan kanannya untuk digenggam olehnya. Secepat aliran air yang mengalir, kehangatan dan kelembutan pun tersalurkan dari tangannya yang sangat lembut. Aku keluar perlahan dari mobil dan pintunya segera di tutup olehnya.

Kami berjalan beriringan. Ia semakin menautkan jemarinya padaku. Lagi. Aku merasakan jantungku semakin berdetak keras dan mengalir dengan cepat hingga menampakkan warna kemerahan pada wajahku. Desiran-desiran aneh pun mulai merasuki diriku, seperti gemetar, panas dingin dan satu lagi, aku sangat lemah berada di dekatnya karena jantungku bisa saja berhenti berdetak karena terus menerus di pompa lebih cepat dari biasanya.

 

Aku menarik napas dalam ketika sudah duduk di salah satu tempat yang mungkin sudah ia pesan sebelumnya. Aku berusaha agar tidak canggung di hadapannya kala ia selalu menatapku dengan sorotan matanya yang berbeda–lebih dalam dari biasanya dan mengulas senyum lembut padaku. Namun usaha itu semuanya amat sia-sia. Tatapannya, senyumannya dan lagi–justru  sekarang ia memfokuskan kedua manik matanya ke arahku ketika kami sedang menunggu pesanan makanan.

Oh, Kim Jongin kau bisa membuatku mati mendadak dengan tatapanmu itu!

Buru-buru aku mengalihkan pandangan kami yang sempat bertemu, aku menunduk canggung dan tak berani menatapnya lagi. Mungkin ia hanya bisa tersenyum melihat anehku ini, tapi ternyata dugaanku salah. Ia justru mencondongkan wajahnya lebih dekat ke arahku dan berbisik ke arah telingaku. Suaranya pun mulai mengalun dan sampai pada pendengaranku, “kenapa kau menundukkan kepalamu? Apakah kau sangat canggung di hadapanku, hhm?”

Aku pun sedikit tersentak ketika suaranya itu mengalun pada telingaku. Aku pun mendengarkan sedikit kekehan kecilnya di sana. Cukup lama ia berada pada posisinya yang membuatku harus menahan debuman jantungku yang semakin kencang karena aku tidak mau ia mendengarkan suara debuman itu. Lagi. Aroma tubuhnya membuatku semakin tidak bisa merilekskan situasi di saat seperti ini. Dan lagi, kini posisinya jauh lebih dekat daripada sebelumnya. Please, Kim Jongin menjauhlah dariku.

Akhirnya permohonanku pun terkabulkan, seorang pelayan pun mengulurkan tangannya untuk menaruh beberapa makanan yang telah dipesan pada meja sehingga otomatis Tuan Muda Kim menarik kembali tubuhnya pada posisi semula.

Ia mengulas senyum, mengucapkan terima kasih lalu memberikan sedikit tip untuk pelayan itu. Setelah itu ia kembali mengulas senyum ke arahku dan menyuruhku untuk memakan makanan yang telah ia pesan.

“Makanlah makanan ini, aku tahu kau pasti belum pernah memakannya. Setelah ini, kita bisa melanjutkan perbincangan kita.”

Aku pun hanya mengangguk mengiyakan lalu mengambil sendok, garpu dan pisau yang terletak di samping piringku. Jujur, aku sedikit bingung bagaimana cara memakan makanan ini. Beberapa saat aku hanya memandang makanan ini, hingga pada akhirnya Jongin menyodorkan garpunya ke arahku–yang  telah menusuk potongan daging kecil yang aku tak tahu namanya.

“Bukalah mulutmu Nona, makanan ini sangat enak tapi kau malah memandanginya saja.”

Ia menyuruhku dengan sedikit kekehannya dan ia pun memasukan potongan daging kecil itu ke dalam mulutku secara perlahan ketika aku sudah membuka mulutku.

“Bagaimana enak kan?” tanyanya masih sibuk dengan memotong makanan berbahan dasar daging yang benama ‘Steak’ itu.

“Iyaa ini sangat enak. Terima kasih Tuan Muda Kim. Hmmm, ta-tapi….,” ucapku terputus.

“Tapi kenapa?” tanyanya lagi dengan cepat.

“Aku tidak tahu bagaimana cara memotong daging ini,” jawabku dengan menundukkan kepala karena aku tahu ini sangat memalukan.

Setelah itu tawanya terdengar memecah keheningan di sekitar kami. Ia pun segera mengambil piringku yang di atasnya terdapat daging Steak yang belum aku sentuh sedikit pun, lalu ia memotongnya hingga beberapa bagian dan kemudian piring itu disodorkan ke arahku.

“Ini, makanlah. Aku sudah memotongnya.”

Ia mengulas senyumnya dan kembali memakan makanannya.

Aku hanya bisa mengangguk dan membalas senyum ke arahnya. Lalu memakan makanan yang belum pernah ku cicipi ini.

 

Akhirnya kami pun selesai memakan hidangan malam malam. Aku pun sedikit berdeham untuk mengatur suaraku yang sulit untuk dilontarkan sejak tadi.

“Te-terima kasih Tu-“

Belum sempat menyelesaikan kalimatku, jari telunjuknya dengan cepat melekat di atas bibirku. “Ssstt, biasakah kau memanggilku tanpa embel-embel Tuan? Aku rasa itu terdengar lebih menyenangkan.”

Aku membelalakan mata ketika suara lembutnya mengalun di udara sampai di telingaku, dan lagi ia memintaku untuk memanggilnya dengan sebutan Kim Jongin saja, tanpa kata ‘Tuan’ di depannya? Apa ia tak salah menyuruhku?

“Tapi Tuan, aku tidak bisa karena kau adalah majikanku dan aku hanya-“

Suara musik merdu pun terdengar seantero ruangan  restoran ini membuat kalimatku sedikit terhenti. Beberapa lampu pun mulai meredup dan beberapa pasangan kekasih pun mulai menikmati alunan musik dengan berdansa pada masing-masing ruang sebelah meja mereka yang masih kosong.

“Mau kah kau berdansa denganku?” ujarnya seraya megulurkan tangannya padaku.

Suara lembutnya kini sukses membuatku diam terpaku menatap sorotan matanya. Lagi. Tangannya masih menunggu tanganku untuk menerima ajakannya.

Sekali lagi, aku tidak munafik karena aku sangat senang ia mengajakku untuk berdansa namun sayangnya aku tidak bisa berdansa sedikit pun.

“Maaf Tu-“

Dengan cepat ia meraih tanganku dan menyuruhku untuk berdiri lalu sedikit bergeser ke sisi sebelah kanan meja kami. Ia kemudian memegang kedua tangannku dan meletakkannya pada belakang leher jenjangnya. Lagi. Ia sekarang beralih meletakkan kedua tangannya dengan lembut pada sisi pinggangku.

Ia semakin beringsut ke arahku dan menghabiskan jarak diantara kami. Aku pun tertunduk, merasakan debuman jantungku yang kini berdetak lebih cepat daripada sebelumnya.

“Jangan menuduk seperti itu, aku tak bisa melihat wajah cantikmu.”

Ia berbisik tepat di telingaku, membuatku otomatis tersadar dan membuatku menatap matanya. Ia tersenyum lembut ketika sorotan matanya begitu tepat sampai manik mataku. Kemudian ia mulai menggerakan tubuhnya ke kiri dan kanan secara perlahan. Aku pun hanya bisa mengikuti gerakannya. Semakin lama gerakannya pun semakin membuatku terbuai tatkala tangan lembutnya justru semakin melingkar erat pada pinggangku.

Suara musik pun masih mengalun dengan lembut, seiring dengan suaranya yang menyadarkanku dari terbang melayang atas sikapnya–masih   dengan posisi yang sama.

“Kau tahu, hhm? Akhir-akhir ini aku selalu nyaman ketika kau berada di dekatku, memerhatikanku dan melayaniku dengan baik seperti membuatkanku secangkir kopi, membuatkan aku sarapan dan menemaniku kerja lembur semalaman.”

Aku hanya mendengarkan suaranya mengalun lembut di udara, tak tahu maksud dari ucapannya itu. Alih-alih ia berhenti untuk berdansa denganku ia justru mendekatkan wajahnya ke arahku, yang membuat jantungku hampir saja bergerak dari tempatnya.

“Mungkin selama ini kau hanya menganggapku seorang majikan tapi aku menganggapmu lebih dari itu, kau tau Nona?”

Suaranya yang terlontar barusan sukses membuatku membelalakan mata. Aku berpikir keras untuk mengartikan semua kata-kata yang terucap olehnya. Namun, suaranya kembali terdengar dan kembali membuatku tak percaya akan ucapannya.

“Aku, seorang Kim Jongin menyukaimu Nona, dan mungkin lebih dari itu. Aku ingin kau menjadi pelayan rumahku untuk selamanya, dalam artian kau menjadi milikku seorang. Apa kau mengerti maksudku?”

Aku mengerjapkan mata dan memfokuskan pandangan mataku dengannya. Apakah ia tidak bercanda? Please, Kim Jongin bisa kau ulangi sekali lagi ucapanmu?

“Aku mencintaimu, saranghae.”

Ucapannya kini berhasil membuatku membeku di tempat. Mataku mulai memanas dan mengeluarkan bulir-bulir air mengalir melalui pipilu. Ya. Aku terharu. Sangat amat terharu. Bagaimana seorang Kim Jongin juga menaruh perasaannya padaku? Ini ajaib bukan?

 

***

 

The precious day, I’ve ever

 

Tempo beberapa minggu yang lalu aku sudah menerima lamarannya dengan senang hati dan keharuan yang amat mendalam. Kalian pasti tau, aku pun juga mencintainya jauh sebelum ia mencintaiku. Kini hari bahagia itu datang. Hari paling bahagia yang pernah ada dalam hidupku. Berjalan di atas sebuah karpet merah dibalut dengan sebuah gaun pengantin dan diantar oleh ayahku untuk menghadap ke depan altar. Ya. Aku sangat gugup dan jantungku masih berdetak dengan keras tatkala aku sampai di hadapannya–seorang Kim Jongin.

Ia menggenggam tanganku seraya mengucap sebuah janji suci pernikahan. Begitu pun denganku. Dengan suara sedikit bergetar, aku pun berhasil mengucapkan janji itu dan air mata pun jatuh perlahan melalui sudut mata ini.

Sebuah cincin pernikahan telah melingkar pada jari manisku beberapa detik yang lalu setelah aku mengucapkan janji suci itu. Kini ia menarikku ke dalam rengkuhannya dan memberikan sebuah kecupan pada puncak kepalaku dan sedikit berbisik di sana, “Aku mencintaimu, sangat mencintaimu.”

 

 

 

 

 

END

A/N :

Halloo hallo, adakah yang membaca tulisan saya ini?

Maaf yaa kalo emang bahasanya masih berantakan dll. Karena memang author lagi berusaha nulis sebaik mungkin. Well, tinggalkan komentar kalian yaa di fic ini. Okay? Berikan saya masukan atau kritikan. Saya pasti menerima dengan senang hati.

By the way, please visiting Familyoffanfiction to other fic

Thankseu 😉

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4 tanggapan untuk “Difference Thing”

  1. wait,, kykny aku udh perna baca?? udh dipost dulu kan ya?? ada posterny klo gasalah..
    but tetap seperti sebelumnya ini so sweeeeettttt..

  2. ini bnr” buat aku jantungan mendadak thor ….. Apa lagi ngebayangi si kai kek gitu omo nggak nahan?
    Feel.a dpt bgt!!! jadi terharu 😥
    buat sequel dong thor^.^

Pip~ Pip~ Pip~