Under The Moonlight [Prolog+Chapter 1: The Game Begins]

UTM

Jo Yun Hee (OC)||Jo He Ra (OC)

Kim Jun Myeon||Oh Sehun||Park Chanyeol

AU||Drama||Action||PG-15

©Choi Miya

Present

Under The Moonlight [Prolog+Chapter 1: The Game Begins]

Warning: very looooooooooong~ chapter!

 

 

“Permainan ini dimulai ketika matahari mulai tenggelam, ketika bulan masih tertutup awan. Saat itu, bersiaplah. Karena permainan baru saja dimulai…”

 

 

 

April 12th 2010

Seoul, South Korea

 

Suara engahan napas dan langkah kaki besar-besar yang saling bersahutan terdengar kala itu. Sore itu, saat semburat jingga menghiasi langit, dua orang siswa, laki-laki dan perempuan, berlari meninggalkan gerbang sekolahnya dan mencari-cari ceruk-ceruk kecil di jalanan. Sementara tak terlalu lama setelah mereka meninggalkan gerbang sekolah, terhitung sepuluh orang berpakaian necis tergopoh-gopoh keluar dan kebingungan mencari arah mana yang harus mereka tuju.

Mata siswa laki-laki kemudian menemukan apa yang ia cari dan dengan gesit menarik siswa perempuan yang bersamanya ke dalam ceruk kecil berlebar setengah meter di antara dua pertokoan. Mereka menepikan diri di salah satu dinding dan menahan napasnya. Suara gedebukan yang makin mendekat membuat kedua siswa itu pun meneguk ludahnya lamat-lamat.

Lima menit setelah orang-orang yang kelihatannya mengejar kedua siswa tersebut telah melewati ceruk tanpa melihat mereka dan suara gedebukan yang berangsur-angsur lenyap, si siswa laki-laki menatap siswa perempuan di sampingnya dengan mata berbinar. Siswa laki-laki itu pun memberikan isyarat dengan menyatukan ujung telunjuk dan ibu jarinya.

Siswa perempuan yang diberi isyarat itu pun menelengkan kepalanya. Terlihat tidak terlalu mengerti dan menggembungkan pipinya.

“Memangnya kita mau apa? Kenapa sampai kabur dari para pengawal?” Seloroh siswa perempuan dengan membetulkan tali tas ransel di pundaknya.

“Sudahlah, ikut aku saja. Ayo!” Siswa laki-laki itu kelihatannya menolak untuk menjawab dan malah mengulurkan tangan kanannya di hadapan siswa perempuan tersebut.

“Bagaimana bisa aku ikut denganmu tanpa aku tahu kita akan kemana? Keselamatanku menyangkut rakyat Korea Selatan, kau tahu itu?”

Siswa laki-laki itu tersenyum, “Permaisuriku~, kau adalah bulan bagi negeri ini, keselamatanmu tentu sangat penting bagiku. Tenang saja, aku pasti akan melindungimu….”

“Tunggu, memangnya apa yang akan aku dapatkan kalau aku ikut denganmu?”

Siswa laki-laki itu mendengus dan menarik kedua tangannya ke dalam saku celana, “Hmmm… es krim coklat dan stroberi mungkin?”

“Sebanyak yang aku mau?”

“Ya, sebanyak yang kau mau.”

“Pabriknya?”

“Ck, aku ini cukup kaya untuk membeli semua pabrik es krim di Korea Selatan.”

Mata siswa perempuan itu pun berbinar seketika, terlihat seperti mebayangkan bagaimana memiliki pabrik es krim dengan banyaknya es krim yang akan ia miliki. Serta merta ia berjalan mendahului siswa laki-laki di hadapannya serta menyahut dengan semangat, “Baiklah, ayo!”

Siswa laki-laki berlabel nama Oh Sehun tersebut mengernyit, tak habis pikir dengan tingkah temannya yang kekanakan. Ia lalu memutuskan mengikuti langkah siswa perempuan yang telah mendahuluinya tadi dengan santai. Sehun berjalan di belakang gadis itu sambil mengingatkan agar tidak meninggalkannya karena yang tahu tempat tujuan mereka hanya dirinya.

“Dasar, mana ada Ratu Korea Selatan yang mau disogok dengan es krim kecuali kau!” Ledek Sehun ketika ia telah berhasil menyusul langkah siswa perempuan tersebut.

“Maka dari itu jangan jadikan aku Ratu.”

Sehun mengusap tengkuknya, merasa tak enak dengan ucapannya barusan, “Sudahlah, kau juga masih terlalu dini untuk memikirkan itu.”

“Permaisuri-ku…”

Sehun melirik sekilas ke arah siswa perempuan itu. Tak ada respon.

“Permaisuri-ku~” Sehun kemudian mengacak pelan rambut gadis di sampingnya dan berhasil mendapat respon yang ia inginkan.

Ya, Oh Sehun! Berhenti mengacak rambutku dan memanggilku dengan kata itu!”

“Kenapa? Bukankah suatu saat kau akan jadi permasuri-ku? Kau tidak suka?”Sehun memasang wajah kecewa yang dibuat-buat.

“Bukan begitu… Itu terdengar… yah, bisa dibilang kita masih sangat jauh dari tahap itu. Aku masih 14 tahun dan aku tidak suka dipanggil seperti itu sekarang.” Siswa perempuan itu tertunduk, menyembunyikan wajahnya yang memanas. Ia yakin jika Oh Sehun telah tersenyum puas sekarang walau ia tak bisa melihatnya.

“Tapi saat kau umur 18 tahun nanti kita akan menikah, akan lebih baik jika kau sudah terbiasa.”

Siswa perempuan itu tak menjawab dan mempercepat langkahnya. Kepalanya tetap tertunduk dengan rona wajah yang makin memerah. Sementara di belakangnya Sehun juga memerah menahan wajahnya yang tak bisa berhenti tersenyum.

Senyum Sehun makin lebar ketika siswa perempuan yang berseragam sama dengan dirinya itu salah tingkah dan menunjuk benda-benda yang dapat mengalihkan pembicaraan mereka. Sehun akhirnya menyusul langkah gadis itu dan sukarela mendengarkan celotehannya yang tak jelas.

Anak laki-laki itu kemudian menarik tangan gadis tersebut dan mengganti posisinya menjadi di sisi dalam bahu jalan. Tanpa mereka sadari, tangan mereka saling bertautan.

Tanpa mereka sadari juga, seorang laki-laki yang duduk di balik kemudi mobil tengah mengamati mereka. Ia mengecek jam tangannya dan memberikan senyum yang sulit diartikan.

“Mari kita lakukan…”

***

“Ya Tuhan, mana ada Ratu makan es krim seperti itu,” Sehun meledek gadis di sampingnya untuk kesekian kalinya hari ini.

Setelah pulang dari taman bermain, ia menepati janjinya kepada gadis itu untuk membelikannya es krim. Tidak jadi dengan pabriknya, karena dengan ia memberikan dua cone es krim saja gadis ini sudah terlihat sangat bahagia. Bukannya pelit atau apa, tapi gadis itu tadi berujar sendiri kalau hanya ingin dua cone es krim saja.

Sementara, Sehun terlihat kerepotan. Tangan kanannya mengapit tali tas ransel gadis itu serta membawa segelas plastik bubble tea dan tangan kirinya merangkul boneka unicorn besar yang mereka peroleh dari salah satu permainan di taman bermain tadi.

Sehun melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul delapan malam. Anak laki-laki itu teringat nasib orang-orang berpakaian necis yang mengejar mereka tadi tapi akhirnya ia hanya mengendikkan bahu.

“Bukankah kau sengaja mengajakku lewat jalan sepi ini? Berarti aku tidak perlu khawatir dengan image-ku.” Siswa perempuan itu tak melihat kerepotan temannya dan sibuk menikmati kedua es krimnya.

Langkah keduanya terhenti ketika siswa perempuan tersebut mendapati anak anjing yang terluka kakinya tepat di tengah badan jalan, “Ya Tuhan, anjing yang malang…”

Ia menoleh ke kanan kiri, memastikan tidak ada kendaraan yang lewat dan berbalik ke arah Sehun, “Bisakah kau pengangkan es krim ini sebentar?”

Sehun dengan kerepotannya –lagi– menerima kedua cup es krim itu. Ia membiarkan gadis tersebut melangkah ke tengah badan jalan.

Sedetik kemudian Sehun tercekat ketika dari ujung jalan terdapat mobil yang merangsek cepat menuju ke arah gadis itu. Ia dengan cepat secara bergantian menoleh kepada gadis tersebut yang akhirnya berhasil memeluk anak anjing itu tanpa menyadari keadaan sekelilingnya,

“Awas!”

“Kena-…”

Brakk!

Gadis itu terlempar dengan bunyi benturan keras yang terdengar selanjutnya. Ia mencium bau anyir dari cairan pekat yang meleleh di pelipisnya. Ia mencoba membuka matanya yang terasa berat ditambah kepalanya yang berdenyut hebat. Gadis itu bergerak sedikit. Tidak bisa. Ia menyadari lengan kirinya tak bisa digerakkan dan anjing kecil yang menggonggong di dekapannya.

Ia kemudian mencoba bangkit dengan bertumpu pada tangan kanannya. Matanya yang buram masih dapat membantu mengenali posisinya yang kini berada di pinggir jalan. Anjing di sampingnya makin menggonggong seperti kesetanan tapi tak ia pedulikan, kepalanya sudah cukup pusing mengenali boneka unicorn, dua cone es krim, bubble tea serta tasnya yang berserakan. Ia kemudian menoleh ke sisi lain dan mendapati pemandangan yang tak ingin ia lihat sama sekali. Seumur hidupnya. Jangan lagi.

 

“S-Sehun… Oh Sehun!”

 

April 12th 2014

South Korea Royal Palace, Seoul, South Korea

 

Jo Yun Hee terduduk seketika, matanya kemudian menilik ke sekitar untuk menyadari jika mimpi buruk itu datang lagi. Ia mengatur napasnya yang terengah-engah sementara memori itu terus terputar seperti film. Gadis itu meringis kemudian memegangi kepalanya yang pening.

Ketakutan itu muncul lagi. Rasa bersalah itu muncul lagi. Ia gemetaran dan ingin menangis, tapi ia sudah lelah akan hal itu. Kepalanya jadi makin sakit dan serasa mau pecah. Badannya juga makin gemetaran dan Yun Hee bergidik karena keringat dinginnya makin banyak.

Tangannya kemudian menyibak selimut dan meraih laci di nakas samping tempat tidurnya. Sedikit merogoh cukup dalam lalu menarik botol putih sedang. Gadis itu dengan tergesa-gesa menumpahkan sebagian isinya­­­–pil-pil benzodiazepines— di tangan kanannya dan menelan salah satu dari mereka.

Ia kemudian mengatur napas kembali setelah pil itu berhasil tertelan dengan seteguk air. Beberapa menit kemudian sakit kepalanya sedikit mereda dan gadis itu memutuskan untuk duduk-duduk di pinggir ranjangnya.

Ia kemudian menoleh ke meja berisi pigura-pigura dengan aksen kuning emas. Terlihat kumpulan foto Yun Hee dari kecil sampai saat ini, kemudian fotonya bersama kakaknya serta fotonya dengan anak laki-laki yang tersenyum cerah merangkul pundak Yun Hee. Di sebelah atas meja itu terdapat pigura dinding seukuran setengah badan manusia dewasa yang pinggirannya dihiasi motif bunga teratai dengan aksen kuning emas juga. Di pigura itu menampakkan dua orang figur, laki-laki dan perempuan–ayah dan ibunya–. Matanya menatap pilu benda-benda tersebut.

Diliriknya jam dinding berpendulum –yang menambah kesan klasik kamarnya dengan kotaknya yang berwarna coklat tua– menunjukkan pukul delapan. Tangannya kemudian meraih sebuah remote dari nakas dan menekan sebuah tombol. Seketika itu juga tirai jendelanya terbuka, membuat cahaya matahari pagi itu menembus kamarnya.

Yun Hee menyesap aroma sinar matahari yang menghangatkan partikel udara di kamarnya. Hangat, menyegarkan walau ada secuil bau apek. Kegiatannya itu terinterupsi oleh sebuah bunyi dari interkom di samping pintu kamarnya. Ia mendesah, yakin kalau akan diomeli kembali karena bangun terlalu siang.

Gadis belia itu terlalu malas untuk melihat itu siapa karena jarak ranjang dan pintu kamarnya –yang terlihat lebih seperti apartemen mewah– cukup jauh. Akhirnya dirinya hanya bergerak ke meja telepon, lalu menekan sebuah tombol yang menyambungkan saluran teleponnya dengan interkom.

“Yang Mulia, Apakah Yang Mulia sudah bangun? Kepala Pelayan Yang akan menyampaikan jadwal Yang Mulia hari ini.”

“Ya, masuklah…”

Tanpa pikir panjang, Yun Hee kembali ke pinggir ranjang lagi. Merapikan ceceran pil tadi dan menyembunyikan botol tadi ke tempat semula. Kemudian dengan tergesa-gesa ia merapikan ranjangnya, sambil meliriki sekitar untuk mengecek apakah masih ada pil-pil yang tercecer. Tangannya berhenti bergerak merapikan selimutnya ketika perempuan setengah baya sudah ada di depannya. Perempuan itu menunduk kepadanya kemudian tersenyum.

“Yang Mulia, ranjang anda bisa dibersihkan oleh pelayan istana, anda tak usah melakukannya,”

Badan Yun Hee menegak, menata wajahnya dengan tersenyum cerah, “Ah, tidak Yang Ahjumma, aku ingin melakukannya sendiri kali ini,”

“Umm, maaf aku bangun terlalu siang lagi…” Kata Yun Hee kemudian karena ia yakin perempuan paruh baya itu pasti tahu kalau ia baru bangun tidur hanya dengan melihat penampilannya saat ini –yang masih mengenakan slipper dan piyama bermotif unicorn-nya-.

Orang yang dipanggil Yang Ahjumma oleh Yun Hee itu tersenyum kembali dan membuka sedikit map hijau yang dari tadi ia bawa, “Kelihatannya tidak apa-apa Yang Mulia. Jadwal anda dimulai pukul sebelas,”

“Oh, kalau begitu Yang Ahjumma bisa temani aku sarapan? Bagaimana?”

Perempuan itu lagi-lagi tersenyum dan menunduk kembali, “Suatu kehormatan bagi saya Yang Mulia. Tapi saya hanya pelayan, itu akan terlihat-”

Aigo~ Kenapa kau selalu seperti itu? Kau telah mengasuhku sejak aku berumur lima tahun dan aku sudah menganggapmu seperti ibuku sendiri. Jadi mulai sekarang terbiasalah jika aku mengajak Ahjumma makan bersama, mengerti?” Yun Hee bersedekap dan menggembungkan pipinya, menampilkan figur manisnya yang bertolak belakang dengan keadaannya beberapa menit lalu.

Yang Ahjumma tentu tahu betul seluk beluk gadis ini. Wanita itu telah mengasuh Yun Hee sejak gadis itu berumur lima tahun, tepat setelah kematian ibu Yun Hee yang merupakan Ratu Korea Selatan.

Yun Hee memang terlihat seperti gadis kuat di luar, itu karena dia didik seperti itu. Yun Hee juga selalu muncul dengan karakter ceria dan atraktif-nya. Tapi wanita yang berpangkat Kepala Pelayan Istana itu tahu jika gadis ini tidak sepenuhnya seperti itu. Yun Hee kecil yang setiap hari menangis karena kehilangan ibunya, Yun Hee yang harus hidup dengan peraturan ketat kerajaan dan kurangnya perhatian dari ayahnya, Yun Hee yang sama sekali tidak ingin menjadi pewaris tahta, dan Yun Hee yang selalu merasa bersalah atas apa yang terjadi dengan Oh Sehun. Gadis yang akan menginjak delapan belas tahun tersebut telah mengalami berbagai masa-masa sulit di balik senyumnya itu.

“Akan saya lakukan Yang Mulia.” Yang Ahjumma kembali tersenyum untuk kesekian kalinya. Matanya secara kebetulan menangkap sebuah pil berwarna putih yang tercecer di samping kaki Yun Hee. Ia kemudian melihat wajah Yun Hee dan baru menyadari kalau wajah gadis itu pucat sekali.

“Yang Mulia… apakah… tadi terjadi sesuatu?”

Yun Hee terdiam, tangannya terjatuh dan disembunyikannya di balik badan. Matanya menghadap wanita itu. Ia sengaja tidak menatap mata wanita itu, melain rambut depan orang itu yang telah beruban. Hal itu karena gadis tersebut takut kalau-kalau ia makin gugup sementara pikirannya belum menemukan jawaban yang tepat.

“Ah… tidak ada. Tidak ada masalah,” Yun Hee akhirnya hanya mampu menjawab sekenanya. Pasrah.

Yang Ahjumma tahu kalau Yun Hee menyembunyikan sesuatu, dia tahu kalau ‘penyakit’ gadis itu pasti kambuh lagi. Tapi kali ini ia memilih untuk diam dan akhirnya hanya membuka-buka lagi lembaran-lembaran di map hijaunya, “Oh… baiklah kalau begitu. Ini, daftar jadwal Yang-”

“Yang Ahjumma, bagaimana?”

Wanita paruh baya ber-kemeja putih khas seragam pelayan istana itu terhenti membaca seketika, ia mengangkat wajahnya dengan ragu, “Tapi… Yang Mulia, sebaiknya-”

Ahjumma…”

Wanita itu mendesah, menyadari jika Putri Mahkota ini memang orang yang keras kepala, “Ketahuilah ini akan sulit Yang Mulia dan besok adalah Upacara Penetapan Pewaris Tahta, Yang Mulia seharusnya tidak melakukan ini,”

“Oh, ayolah Ahjumma… aku sangat sulit menemuinya selama ini dan hari ini hari yang penting sekali, aku harus menemuinya,” Yun Hee memohon.

Ia sebenarnya hanya akan mengunjungi Oh Sehun. Tapi selama ini ia tidak bisa karena rumah sakit pasti akan sangat ramai jika tahu ada iring-iringan kerajaan yang datang. Selama ini ia hanya bisa berkomunikasi dengan orang tua Sehun untuk menanyakan keadaan laki-laki itu. Dan hari ini dengan cara apapun Yun Hee harus bisa mengunjunginya, walaupun ia tahu selama sebulan ini ia tidak boleh keluar istana karena besok akan diadakan Upacara Penetapan Pewaris Tahta Kerajaan, dan upacara itu memang untuknya.

“Baiklah-” Yang Ahjumma menghentikan ucapannya, “Yang Mulia akan ke sana dengan dikawal oleh Wakil Kepala SKRSS*, Agen Kim Jun Myeon. Itulah satu-satunya cara agar Yang Mulia dapat diperbolehkan keluar istana dan tetap dalam penjagaan.”

Yun Hee terkejut, tidak habis pikir jika ia benar-benar bisa keluar dari sangkar emasnya hari ini, “ Benarkah!?… tunggu sebentar, sepertinya aku asing dengan nama itu, apakah dia orang baru yang dikatakan mengetuai acara besok?”

“Benar sekali Yang Mulia. Tapi saya mohon Yang Mulia agar tetap menjaga diri diluar sana.”

Yun Hee mendekati Yang Ahjumma dan menyikut lengannya pelan, “Eihh… tenang saja, apalagi kalau aku diantar oleh agen sekelas dia.”

Yun Hee terlihat berpikir, “Dan juga… ada dimana kakakku?”

“Setahu saya, Yang Mulia Putri He Ra berlatih kendo di Physical Training Center bagian barat sejak pukul tujuh tadi.”

“Baiklah, usahakan dia masih ada disana sebelum aku bertemu dengan Wakil Kepala itu, aku ingin bertemu dengannya terlebih dahulu.” Perintah Yun Hee.

“Akan saya lakukan Yang Mulia.”

Yun Hee kemudian tersenyum cerah dan memeluk wanita itu dengan erat, “Terimakasih… Eomma,”

Yang Ahjumma membalas pelukan Yun Hee dan mengelus-elus punggung gadis itu dengan pelan.“Sama-sama Yang Mulia, suatu kehormatan bagi saya untuk diperlakukan seperti ini,”

“Kau senang aku peluk?”

Yun Hee memejamkan matanya di balik pundak wanita paruh baya itu, ia tersenyum. Panas tubuh wanita ini serta elusan lembut di punggungnya seperti lullaby saja bagi Yun Hee. Ia mencium wangi tubuh wanita ini–aroma parfum melati yang bercampur dengan aroma tubuhnya–. Sama. Masih sama seperti saat ia berumur lima tahun dan masih sama dengan ibunya, “Alasan aku sering memelukmu adalah… karena bau tubuhmu seperti Eomma-ku.”

***

Somewhere on Cheongdam-dong, Seoul

“Jo Eun Jung. Jo Yun Ho. Jo He Ra. Park Chanyeol….”

Seorang pria paruh baya dengan semburat putih di rambutnya mengetuk-ngetuk tiap lembar dokumen ditangannya dengan ujung jari telunjuk dan tengah. Ia duduk bersandar di kursi coklatnya yang empuk dengan ujung kakinya yang ditumpukkan pada meja. Sementara bau rokok mengepul disana karena nyatanya cerutu di asbak samping kakinya belum sepenuhnya padam.

Di ruangan yang mirip dengan ruang kerja itu, ia ditemani oleh seorang pria berambut klimis yang terlihat lebih muda darinya. Pria itu tampaknya merupakan orang kepercayaan atau pengawalnya, karena badannya yang tegap dan posisinya yang berdiri di samping kursi pria paruh baya tersebut.

Mata pria itu terlihat asik mengamati gambar seorang laki-laki muda-sekitar umur 20-an-yang berada di lembaran dokumen. Ia menghentikan bacaannya di lembar itu, terlihat tertarik walaupun sisa lembaran di belakangnya masih banyak.

“Eung, kurasa mereka pasangan yang cocok sekali, bukan begitu, Sam?” Ia melirik ke atas, melirik pria berambut klimis tersebut yang sedikit-sedikit juga melirik dokumen yang dibawanya. Sementara untuk menanggapinya, orang yang dipanggil Sam itu hanya mengangguk.

“Kurasa sekarang seluruh Korea Selatan mengidam-idamkan mereka, kerja yang bagus…” Pria paruh baya itu tersenyum miring.

Ia melanjutkan membuka lembar selanjutnya. Kemudian berhenti di sana ketika melihat isi lembaran itu.

“Jo Yun Hee… Lihat, dia semakin manis saja…”

Tangannya kemudian membuka lembar berikutnya. Dahinya mengerut, “Oh… Sehun?”

“12 April 1992. Calon pendamping Putri Mahkota. Mengalami kecelakaan pada 12 April 2010. Sejak itu mengalami koma sampai saat ini.”

Ia tersenyum lalu terkekeh kecil. Iris hitamnya menoleh pada Sam dan lagi-lagi tersenyum miring dengan cara yang sama, “Baiklah, kurasa aku harus menghubungi anak itu, kita harus berterimakasih bukan?”

Ia kemudian meraih ponsel pintarnya di meja, menggeser-geser kontak yang dimilikinya dan membuat panggilan ke sebuah nomor. Pria paruh baya itu bergantian meletakkan dokumennya ke meja lalu bersandar kembali di kursi empuknya. Ia menempelkan ponselnya di telinga, tapi setelah ia tunggu beberapa lama tak ada jawaban dari panggilan yang ia buat. Alisnya bertaut dan terkekeh kembali, “Apa dia berlagak sok sibuk?”

 ***

Physical Training Center, South Korea Royal Palace

 

“Satu! Dua! tiga!”

Physical Training Center bagian barat pagi itu diisi oleh dua orang berseragam kendo, satu perempuan dan satu laki-laki, sementara di pinggir arena yang mereka pakai terdapat 4 orang berseragam pengawal kerajaan serta 2 orang berseragam pelayan istana. Si perempuan, Jo He Ra, matanya mengawasi si laki-laki sambil tetap mendengarkan instruksinya. Ia mengerucutkan bibir sesekali, tapi si laki-laki tersebut seperti tidak melihat tingkah yang sengaja ia buat itu.

“Sekali lagi. Satu! Dua! Akh!” He Ra terkikik karena baru saja ia mengerjai laki-laki itu dengan pukulan di kepala menggunakan tongkat kayu miliknya, tentu ketika laki-laki itu tidak sedang menghadap He Ra. Ia kemudian berusaha menghentikan kikikannya ketika laki-laki bernama Park Chanyeol itu berbalik menghadapnya sambil meringis kesakitan dan mengusap-usap kepalanya.

Ya! Kau ingin dapat hukuman?” Park Chanyeol terlihat mengancam gadis itu dengan memasang wajah marahnya, tapi He Ra tahu kalau laki-laki itu tak akan bisa marah padanya.

Tanpa diduga, laki-laki itu mendekatkan tubuhnya ke He Ra, mencondongkan badannya hingga jarak wajah mereka hanya satu inchi. He Ra melotot, berusaha menjauhkan dirinya dan melirik para pengawal dan pelayannya yang otomatis mengalihkan pandangannya karena adegan mereka.

O-oppa…” He Ra melihat Chanyeol tersenyum dari jarak sedekat itu. Mukanya sudah merah padam dan ia melirik lagi ke pengawal dan pelayannya.

“Bisakah kalian tinggalkan kami sebentar?” Ujar He Ra kepada pengawalnya.

Rombongan pengawal dan pelayan itu bergegas meninggalkan mereka pada posisi seperti itu. He Ra kemudian bisa merasakan kalau napas Chanyeol makin menerpa pipinya.

“Bagus, baby…”

He Ra kemudian memukul dada Chanyeol dan menjauhkan badannya dari badan laki-laki itu sambil berkata, “Ya, mesum! Bagaimana kalau mereka menganggap kita pasangan yang tidak-tidak?”

“Yang tidak-tidak itu seperti apa, hmm?” Chanyeol bersedekap sambil tersenyum jahil.

He Ra meninggalkan laki-laki itu dan bergerak menuju tasnya yang berada di pinggir arena. Ia mengambil dua botol air mineral dan salah satunya ia beri pada Chanyeol yang menghampirinya. Sementara itu Chanyeol mengambil handuk dari tas yang sama dan menyeka dahi gadis itu, “Lihat, kau jelek jika bekeringat seperti ini.”

He Ra tidak merespon, hanya mengerucutkan bibirnya lagi. Chanyeol yang melihatnya sebenarnya gemas sekali jika gadis itu mulai bertingkah seperti itu. Tapi kali ini ia diam saja, hanya terus melanjutkan pekerjaannya menyeka keringat gadis itu, “Kau marah?”

He Ra kemudian beralih duduk di lantai ruangan pelatihan itu dengan Chanyeol yang mengekori disebelahnya. Ia meminum air mineralnya dan sama sekali tak memandang laki-laki yang duduk bersila di sampingnya itu.

“Sepertinya. Mentang-mentang kau seorang pelatih, kau membentak-bentakku tadi.”

“Itu kulakukan juga untukmu,” Chanyeol berkata dengan nada cassanova-nya, dagunya kemudian bertumpu pada tangan kirinya yang mengepal. Chanyeol menatapi He Ra tapi gadis itu tak juga menoleh.

“Baiklah, itu bisa diterima.” He Ra akhirnya menoleh pada Chanyeol, “Dan berhentilah bergaya cassanova seperti itu, Oppa!”

“Kenapa? Tenang saja, hal ini kulakukan hanya padamu,” Chanyeol tersenyum, menyadari ada semburat merah di rona gadis itu. Chanyeol benar-benar suka melihat wajah gadisnya yang seperti itu.

“Aku lelah…” Chanyeol lalu menyandarkan kepalanya pada pundak kecil He Ra. Sementara itu He Ra hanya tersenyum kecil meresponnya sambil mengelus pelan rambut Chanyeol.

“Bagaimana persiapannya?”

Chanyeol terdiam, terlihat berpikir sejenak ketika gadis itu menanyai hal tersebut. Ia menghembuskan napas perlahan, “Sejauh ini baik.”

Chanyeol tiba-tiba bangkit dari pundak He Ra dan menempelkan ujung telunjuknya pada in-ear walkie talkienya. Laki-laki itu mengisyaratkan agar He Ra memberi waktu untuknya sebentar dan gadis itu langsung mengangguk menyanggupi.

Agen 107, 1200 [1] telah selesai dan tidak ditemukan 666[2].

Chanyeol menggigit bibir bawahnya, “Baiklah, laporan diterima.”

He Ra menatapinya dan sadar ada yang tidak beres dari Chanyeol, “Kenapa? Ada masalah?”

Chanyeol berbalik menatap gadis itu dengan senyum menenangkan, “Tidak ada apa-apa. Hyung-nim telah melakukan persiapannya dengan baik, percayalah pada kami.”

He Ra hanya meng-oh-kan saja, berniat percaya pada Chanyeol kalau memang tidak ada yang perlu dikhawatirkan tentang acara besok. Chanyeol adalah seorang agen, ia tahu jika para agen memang tidak bisa menceritakan semua fakta yang mereka ketahui dengan sembarangan orang, termasuk keluarga kerajaan sekalipun. Jadi ia memilih percaya saja dan menghargai profesi kekasihnya itu.

“Orang yang kau sebut Hyung-nim itu, kau sering memuji-mujinya, aku jadi ingin sekali bertemu dengannya.” He Ra berniat mengganti topik pembicaraan.

“Kau akan bertemu dengannya besok. Tapi, saat kau bertemu dengannya kau harus melakukan ini.” Chanyeol memperagakan sebuah gerakan dengan menutupi matanya menggunakan kedua tanganya.

“Kenapa?” He Ra yang menyaksikannya berpikir jika laki-lakinya itu mungkin sedikit gila sekarang. Mana ada menyapa orang yang baru dikenal dengan menutupi matanya seperti itu? Orang itu pasti akan mengira jika Putri Korea Selatan sudah gila.

Chanyeol terlihat berfikir. Ia membayangkan lagi figur Kim Jun Myeon, senior yang sangat ia hormati ketika mereka dulu sama-sama di akademi militer. Sekarang Kim Jun Myeon telah Wakil Kepala SKRSS, sementara dirinya adalah Wakil Kepala di Headquarters for Education & Training SKRSS.

“Dia sangat berkharisma, kau akan tergoda olehnya. Banyak gadis yang seperti itu.” Ia meyakinkan He Ra.

Heol?” Sementara He Ra hanya melongo, berpikiran jika laki-laki di sampingnya ini benar-benar gila.

“Benar, banyak gadis yang seperti itu. Kau tidak bisa memutuskanku seperti itu.” Ungkap Chanyeol yang lebih terlihat seperti anak kecil yang sedang merajuk.

“Kita itu sudah bertunangan, kenapa penyakit cemburuanmu itu tidak sembuh-sembuh?” Ujar He Ra. Gadis itu kadang kewalahan menyikapi sifat Chanyeol yang sangat pencemburu. Tapi di lain sisi ia sebenarnya suka diperlakukan seperti itu oleh Chanyeol.

“Tapi kita belum menikah. Bagaimana kalau kau memutuskanku sebelum kita menikah? Kau tidak bisa seperti itu. Apalagi kau itu seorang Putri Korea Selatan, semua laki-laki di negeri ini mengincarmu.”

He Ra tersenyum dan mendekatkan wajahnya ke wajah Chanyeol, mengamati wajah makin merajuk laki-laki itu yang seperti anak kecil minta dibelikan permen, “Mereka memang mengincarku dan mengagumiku. Tapi di antara semua laki-laki itu, hanya satu yang akan menjadi pendamping hidupku…”

“Laki-laki itu bernama Park Chanyeol.”

Chanyeol membalas senyuman He Ra. Laki-laki itu makin mengikis jarak diantara mereka hingga ia bisa merasakan napas He Ra menerpa wajahnya. Ia melihat He Ra otomatis menutup matanya dan laki-laki itu pun membisikkan ucapan terimakasih sebelum memangkas jarak di antara mereka lagi.

Ya! Dilarang melakukan adegan 19+ di depan Putri Mahkota yang baru akan umur 18 tahun ini!”

“Ah, sial…” Chanyeol mengumpat pelan dan menoleh ke sumber suara yang mengganggunya itu. Ia mendapati Jo Yun Hee, dengan menjulurkan lidah padanya, mendekat ke arah ia dan He Ra.

“Oh… Dongsaeng!” Sementara itu He Ra kelihatan salah tingkah dan menyapa adiknya tersebut-seperti tidak ada kegiatan yang tertunda sama sekali-.

He Ra dan Yun Hee memang bukan saudara kandung, tapi mereka telah menganggap satu sama lain seperti saudara sendiri. Yun Hee menganggap He Ra adalah sosok kakak sekaligus ibu baginya, karena gadis itu kadang memiliki sosok keibuan yang menakjubkan dibalik sifat manis dan sedikit tomboy-nya itu. Sementara bagi He Ra, Yun Hee adalah adik kecil yang harus ia jaga setiap waktu.

“Sebenarnya ada apa?” Tanya He Ra sambil mengelus-elus rambut hitam legam milik Yun Hee. Ia memang telah diberi tahu oleh pengawalnya jika adiknya ini ingin bertemu dengannya.

“Tidak ada, aku hanya ingin bertemu dengan Eonni dan Park Orabeoni, tapi ternyata kalian akan melakukan adegan 19+…” Yun Hee melirik Chanyeol dengan tatapan jahil dan laki-laki yang diliriknya itu pun bersungut-sungut sebal.

Ya!”

“Aww… Ya, penganiayaan terhadap keluarga kerajaan dilarang!” Pekik Yun Hee ketika dihadiahi jitakan oleh Park Chanyeol. Ia lalu mengadu-ngadu pada He Ra, mengatakan agar menghukum kekasihnya itu karena telah ‘menganiaya’ putri mahkota. Sementara itu He Ra hanya tertawa melihat tingkah mereka berdua.

“Tapi, ada sedikit bantuan yang kuperlukan dari Eonni dan Park Orabeoni,”

Wajah Chanyeol berubah menjadi serius menatap Yun Hee, He Ra pun menghentikan tawanya dan terlihat ingin tahu sekali kalimat yang akan diucapkan adiknya itu selanjutnya. Mereka berdua mencium bau yang tidak beres, karena tidak biasanya Sang putri mahkota itu meminta bantuan pada mereka, lebih sering kepada Kepala Pelayan Yang dan pengawal pribadinya.

“Apa?” Ujar Chanyeol dan He Ra serentak.

***

Seoul National University Hospital, 11.00 am KST

Jo Yun Hee dan Kim Jun Myeon, keduanya telah sampai di pelataran Seoul National University Hospital. Yun Hee senang sekali karena ia akhirnya bisa menjenguk Sehun, tapi dilain sisi ia juga tidak senang karena orang yang mengantarnya ini diam saja dari tadi, seperti tidak mau diajak bicara.

Sejak awal bertemu di istana tadi, hanya berkenalan dan percakapan formal saja yang mereka lakukan. Padahal sebenarnya Yun Hee ingin sedikit akrab dengannya untuk berterimakasih lantaran telah mau mengantarkannya ke sini.

Pertama kali melihatnya juga Yun Hee tidak menduga kalau orang semuda Kim Jun Myeon bisa meraih posisi setinggi itu di Secret Service, tapi Yun Hee baru sadar kalau mungkin Jun Myeon mengalami penuaan dini karena sifatnya yang kaku dan dingin itu.

Kim Jun Myeon bergegas membukakan pintu mobil untuk Yun Hee, mempersilahkannya dengan hormat dan berjalan agak dibelakangnya. Seperti yang diduga, tidak ada pembicaraan lagi diantara mereka ketika melewati pelataran, padahal gadis itu biasanya akrab dengan para pengawalnya atau orang yang baru dikenalnya sekalipun.

“Karena kau telah memperbolehkanku keluar istana, kau akan dapat hadiah dariku. Mari kita saling akrab,” Ucap Yun Hee untuk memecah keheningan dan menengok ke arah Jun Myeon dengan senyum lebar.

Yun Hee kemudian agak mundur ke belakang, menyamakan langkahnya dengan Jun Myeon. Sementara itu Jun Myeon hanya menoleh bingung ke arah Yun Hee, “Akan lebih baik untuk menyamar jika kita berjalan sejajar seperti ini, bagaimana?”

Dan Jun Myeon… hanya mengangguk. Tapi ini masih lebih baik daripada Jun Myeon tidak meresponnya.

Di sepanjang koridor rumah sakit yang mereka lalui, Yun Hee mengamati Jun Myeon. Laki-laki itu sibuk melirik ke kiri-ke kanan, mengamati keadaan sekitar mereka. Kadang juga Jun Myeon seperti bergumam sendiri, terlihat seperti menghapal sesuatu.

“Oh, daebak. Lihat, matamu seperti elang, dari tadi kau meneliti ke sekitar terus,” Ujar Yun Hee.

“Itu adalah hal paling dasar yang harus dilakukan ketika para agen di lapangan, VIP. Kita harus mengecek secara teliti semua benda, ruang, dan orang-orang di sekitar VIP untuk menghindari ancaman bahaya. Selain itu kita juga harus mengetahui letak-letak pintu darurat dan sebagainya yang berhubungan dengan penyelamatan.” Jawab Jun Myeon panjang.

Yun Hee menganga karena ternyata Jun Myeon menjawabnya dengan panjang sekali-kalimat terpanjang yang ia temui sejak ia bertemu laki-laki ini tadi pagi-, lebih mirip narasi dokumenter. Datar, panjang, dan kadang membuat kita mengantuk.

“Ah, begitu… tapi, memakai ini membuat aku merasa seperti agen sungguhan,” Yun Hee agak menyingkap mantelnya, memperlihatkan rompi pelindung peluru yang ia pakai dan tersenyum tiga jari seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru.

Yun Hee memang memakai perlengkapan itu karena Jun Myeon yang menyuruhnya sebagai syarat agar ia boleh keluar istana kali ini. Yun Hee bahkan baru pertama kali keluar dengan hanya menggunakan pakaian sederhana seperti ini dan ditemani satu pengawal.

“Lagipula aku tidak pernah keluar istana dengan hanya memakai pakaian seperti ini, memakai masker dan juga topi, dengan satu pengawal pula, kurasa ini akan menjadi pengalaman yang menarik, benarkan?” Lanjut Yun Hee.

Dan Jun Myeon seperti biasa… hanya mengangguk.

Yun Hee menelan ludah, “Arraseo,”

Sret!

Jun Myeon kontan memeluknya, dan Yun Hee nyaris tertabrak rombongan pasien dan tenaga kesehatan ketika melalui tikungan koridor rumah sakit. Untung saja Jun Myeon menariknya. Untung saja sampai Yun Hee menyadari jika ia bisa melihat wajah Jun Myeon dengan jelas, terlalu jelas, sangat terlalu jelas malah. Yun Hee tak pernah sedekat itu menatap wajah seorang laki-laki, kecuali pada Ayahnya. Dan itu membuat Yun Hee… gugup. Sekali.

Jun Myeon yang ditatapi Yun Hee kontan menjauhkan kontak mereka. Menoleh ke kanan kiri untuk memastikan tidak ada lagi yang akan membahayakan putri mahkota itu. “VIP harus lebih berhati-hati lagi,”

“Ah ya… baiklah…” Jawab Yun Hee sekenanya karena masih gugup. Ia menggosok-gosok permukaan lubang hidungnya dengan punggung telunjuk kirinya. Hidungnya menangkap aroma-aroma kayu dari wangi Jun Myeon. Mungkin parfum laki-laki ini sejenis Brit for Men dari Burberry atau kalau tidak B*Men dari Thierry Mugler. Yun Hee menggelengkan kepalanya, tak yakin dengan apa yang ada di isi otaknya.

Setelah itu, tidak ada percakapan antara mereka sepanjang koridor rumah sakit. Yun Hee yang selama ini menjadi pencetus ide percakapan, memilih diam untuk meredakan rasa gugupnya tadi. Sementara Jun Myeon masih diam dan sibuk mengawasi sekitar seperti tadi.

Langkah keduanya terhenti ketika mereka sampai di kamar 68. Itu adalah kamar Sehun. Terlihat dua orang bertubuh tegap–pengawal kelihatannya—di samping kanan kiri pintu kamar tersebut. Kedua orang itu menatapi Yun Hee dan kontan mempersilahkannya untuk masuk ketika kelihatannya mereka telah mengenalinya.

Yun Hee lalu meraih kenop pintu dengan tangan bergetar. Ia menghembuskan napasnya untuk memenangkan dirinya. Ia akhirnya bisa menjenguk Sehun dan itu membuat perasaannya campur aduk sekarang.

“Kau bisa tunggu di sini, aku usahakan tidak akan lama.” Ujar Yun Hee tanpa menoleh pada Jun Myeon. Gadis itu akhirnya melenggang masuk ke kamar bernomor 68 tersebut.

“Akan saya laksanakan, VIP.”

***

Menurutmu dia berbahaya?

Kim Jun Myeon makin menempelkan ponselnya ketelinganya,“Selama keadaannya seperti itu, kupikir tidak.”

Ia mengetuk-ngetuk ujung sepatunya ke lantai, berdiri di depan kamar nomor 68 sejak 15 menit lalu. Matanya mengamati sekitar, lalu menemui celah kecil di jendela kaca kamar tersebut yang tidak tertutupi kelambu.

Matanya menyipit, menemui gadis itu tengah duduk di samping ranjang seorang laki-laki yang kabarnya telah koma sejak empat tahun lalu. Gadis itu juga telah melepas kacamata dan maskernya, sehingga rona mukanya yang pucat semakin kentara. Karena pandangannya yang terbatas, dia tak bisa melihat dengan jelas wajah laki-laki itu, tapi ia bisa cukup jelas melihat wajah gadis itu yang duduk menghadap ke arahnya.

Baiklah, itu masalahmu. Kau juga kan yang membuatnya seperti itu?

Ia terkekeh pelan menanggapi suara di sambungan telefonnya dan tak lama ia juga bisa mendengar kekehan orang di seberang sana. Tapi Jun Myeon memutuskan menghentikan kekehannya ketika ia melihat pemandangan yang cukup menyita matanya. Ia melihat di dalam kamar itu, gadis itu, Jo Yun Hee, menangis. Entah, ia tak bisa menjelaskan kenapa pemandangan itu bisa membuat ia berkonsentrasi seperti ini. Tapi yang jelas ada perasaan yang sulit dicerna ketika gadis itu menangis dalam jangkauan matanya.

“Tenang saja.”

Dan dengan dua kata itu, Jun Myeon menutup sambungannya.

***

 

“Kau mengintipku?” Todong Yun Hee pada Jun Myeon yang menyodorinya sapu tangan ketika ia keluar dari kamar Sehun. Walau begitu Yun Hee tetap menyembunyikan mukanya dari Jun Myeon dan mengambil juga sapu tangan yang disodorkannya.

“Tidak, VIP.”

Yun Hee mengelap sisa-sisa air matanya. Setelah ia merasa sudah cukup baik, ia menoleh pada Jun Myeon, “Jujur saja, kau mengintipku, kan?”

“Sekali lagi saya katakan tidak, VIP. Hal itu dilarang, dalam pasal 46 tentang Hak dan Kewajiban Pasukan Perlindungan Keluarga Kerajaan mengatakan bahwa para agen dilarang untuk mencampuri kepentingan dan urusan pribadi anggota keluarga kerajaan.”

Jun Myeon lagi-lagi menjawab Yun Hee dengan cara yang sama. Aksen narasi dokumenter yang membosankan. Yun Hee kemudian berjalan mendahului Jun Myeon, “Arraseo, aku belajar setiap hari dengan berbagai guru terbaik di Sigangwon, aku juga tahu tentang pasal itu,”

Langkah mereka berdua terhenti ketika telah menemui mobil mereka. Tidak ada percakapan sepanjang jalan tadi, mereka memilih diam di pikiran masing-masing.

Yun Hee kontan menahan pergelangan tangan Jun Myeon yang akan membukakan pintu mobil untuknya, ia terlihat berpikir sejenak, “Aku dengar hari ini ada Lantern Parade di jalanan sekitar sini, bisakah kita melihatnya sebelum pulang?”

Yun Hee ingat kalau ada Lantern Parade hari ini di jalanan sekitar sini. Ia memperhitungkan lagi jika akan lebih baik jika mereka berjalan kaki saja menuju festival itu, karena memang jaraknya sangat dekat dari sini. Jujur, ini hanya karena ia ingin sedikit melupakan sesuatu dan menghibur dirinya. Kalau tidak begini, mungkin Yun Hee akan berakhir dengan minum pil-pil benzodiazepines lagi ketika ia kembali ke istana.

Jun Myeon terdiam, memandangi Yun Hee yang tersenyum cerah. Mimik gadis itu sangat berbeda dengan apa yang ia lihat beberapa menit lalu. Bagaimana bisa gadis ini merubah mood-nya secepat ini? Bukankah tadi di kamar Oh Sehun ia menangis, menunjukkan sisi lemahnya, tapi mengapa sekarang ia bisa tersenyum cerah dan dengan mudahnya berkata seperti itu?

“Tidak boleh VIP. Anda harus segera pulang.” Jun Myeon melepaskan tangan Yun Hee dari tangannya dengan pelan. Tangannya bergerak lagi membukakan pintu untuk Yun Hee.

Yun Hee juga tidak mau kalah, ia malah menahan tangan Jun Myeon dengan kedua tangannya, “Oh, ayolah. Aku tidak pernah melihat parade seperti itu dengan menyamar sebagai orang biasa seperti ini. Aku ingin melihatnya dan kupastikan kita aman karena aku sudah memakai perlengkapan yang sama denganmu.”

Jun Myeon menyipit, menegakkan badannya, “Tidak bisa VIP. Asal VIP tahu, parade adalah acara umum dimana siapa saja dapat melihatnya, dengan skala besar tentunya. Itu artinya agen tidak bisa dan tidak mempunyai waktu untuk mengecek mereka, mengecek kondisi serta barang-barang yang kemungkinan berbahaya di sekitar VIP. Sebaiknya VIP segera pulang dan melaksanakan jadwal Anda.”

Yun Hee memutar matanya. Ternyata pemikirannya salah, Jun Myeon bukannya pendiam, ia lebih mirip bibi-bibi yang cerewet sekarang, “Jadwalku telah diundur 2 jam oleh Kepala Pelayan Yang.”

“Anda bisa memanfaatkan waktu anda untuk persiapan upacara besok.”

“Persiapan sudah selesai semuanya. Aku hanya tinggal duduk tenang dan menerima gelar pewaris tahta besok. Tidak akan ada yang berubah soal itu walau aku sendiri ingin merubahnya.”

Jun Myeon membeku. Laki-laki itu memilih untuk menunggu gadis itu selesai bicara. Matanya menangkap mata Yun Hee dengan serius.

“Oh, ayolah. Kenapa kau tidak pernah menuruti perintahku. Kau selalu mematuhi Ayahku tapi tidak pernah mematuhiku yang jelas-jelas adalah pemegang tahta berikutnya…”

Jun Myeon menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya, “Baiklah VIP, tapi sebentar saja.”

***

 

Mereka telah sampai di jalanan tempat parade itu digelar. Karena jaraknya hanya 400 m dari Rumah Sakit Seoul, mereka memutuskan untuk berjalan kaki saja, sesuai usul Yun Hee.

Yun Hee mempercepat langkahnya dan terlihat antusias. Pinggiran jalanan itu telah dipenuhi oleh umat manusia hingga Yun Hee dan Jun Myeon harus berada di barisan paling belakang. Karena situasi ini, Yun Hee yang hanya bertinggi sekitar 5 kaki itu harus melompat-lompat kecil untuk melihat iring-iringan parade dengan jelas.

Jun Myeon yang tertinggal langkahnya menyusul Yun Hee dengan mimik khawatir, “VIP, sebaiknya kita segera pulang.”

Ya, aku baru melihat lima menit dan sekarang kau mengajakku pulang? Ah, jinjja…”

Jun Myeon memicingkan matanya. Konsentrasinya terbagi antara mengawasi keadaan sekitar dan tingkah putri mahkota-nya yang antusias sekali. Benar katanya, terlalu banyak orang dan akan sulit mencapai titik penyelamatan.

Jun Myeon menoleh kembali pada Yun Hee dan menemukan gadis itu menerobos ke barisan depan dengan paksa. Ia dengan tergesa-gesa menyusul gadis itu, “VIP!”

“VIP, jangan melepas kacamata anda!” Perintah Jun Myeon ketika Yun Hee dengan santainya melepas kacamata hitamnya.

“Apa kau pikir aku bisa melihat dengan jelas jika memakai ini?” Sindir Yun Hee.

Jun Myeon tak memikirkan sindiran itu, ia lebih sibuk untuk menghalangi Yun Hee yang hampir tertabrak orang dari belakang. Tangannya agak direntangkan ke belakang dan samping Yun Hee agar gadis itu tidak berbenturan dengan tubuh orang lain. Ia juga masih sibuk melirik ke kanan dan ke kiri.

Tanpa bisa diduga Jun Myeon, pundaknya bersenggolan dengan seseorang yang menerobos di samping mereka. Jun Myeon masih bisa menahan keseimbangannya, tapi yang lebih menarik bagi laki-laki itu adalah tas besar yang dibawa orang tersebut.

Orang bertas besar tersebut berdiri agak depan dari mereka. Jun Myeon kembali mengamati tas besar itu karena ia merasa ada yang tidak beres. Sesuatu yang tidak masuk di akal menggoda pikirannya, Untuk apa orang yang melihat festival membawa tas jinjing sebesar itu?

Tas jinjing berbahan kulit, berwarna kecoklatan dan bermerek Prada yang kelihatannya keluaran tahun 2000 dekade kedua. Jun Myeon juga bisa mengamati kalau resleting tas itu tidak tertutup dengan sempurna, sehingga laki-laki itu memutuskan untuk melongok dan mengintip isinya.

Tidak Mungkin.

Jun Myeon menyapukan pandangannya pada orang itu, mengamatinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Wanita berambut sebahu dengan umur sekitar empat puluh tahunan. Wanita itu berpakaian sederhana, hanya coat abu-abu LAP yang mencolok matanya.

Tidak mungkin orang seperti ini.

Pandangannya beralih pada Yun Hee yang masih antusias pada festival. Ia lalu menoleh ke sekitar, memastikan tidak ada yang melihatnya mengeluarkan sebuah detector segenggaman tangan dari balik saku mantelnya.

Jun Myeon dengan waspada menempelkan alat itu ke dekat tas orang tersebut. Laki-laki itu menggerakkannya sedikit, mengikuti permukaan tas tersebut yang dapat ia jangkau. Seketika itu juga indikator lampu merah kecil menyala dan Jun Myeon kontan menarik alat itu ke samping perutnya.

Ia menilik ke sekitar lalu ke belakang. Memastikan lagi kalau tidak ada yang melihat perbuatannya. Kemudian ia membaca layar monochrome pada alat deteksi tersebut dengan hati-hati.

Jun Myeon menahan napas.

“Jasmine-ssi…”

Yun Hee tercekat. Bisikan halus seperti tiupan itu membuatnya merinding. Bukan karena apa-apa, lebih karena kata-kata yang diucapkannya. Jasmine. Nama itu adalah nama panggilan yang diberikan oleh pasukan SKRSS untuk dirinya. Hingga yang perlu digaris bawahi adalah nama itu hanya digunakan saat keadaan mendesak.

“Alat pendeteksiku menemukan benda berbahaya di dalam tas wanita itu, kemungkinan adalah bom.”

Yun Hee menahan napas. Ia melirik ke atas, mendapati Jun Myeon yang menatapnya dengan pandangan serius. Jun Myeon memberi isyarat agar ia menoleh ke depan dan yang Yun Hee dapati adalah sosok wanita itu.

“Kita harus segera pergi dari sini,”

Yun Hee hanya bisa mengangguk.

Tangan kanan Jun Myeon telah merangkul pundak Yun Hee, sementara tangan kirinya bergerak menggenggam tangan kiri Yun Hee. Jun Myeon memberi isyarat berupa anggukan, tapi Yun Hee malah menggeleng, “Tapi bagaimana dengan orang-orang ini?”

“Keselamatanmu penting VIP, kau adalah bulan negeri ini. Kita akan menelpon bantuan setelah kita sampai di mobil.”

Yun Hee tidak percaya kata-kata itu akan ia dengarkan lagi. Kata-kata kutukan itu.

Anakku, kau adalah bulan negeri ini…

Permaisuriku~, kau adalah bulan bagi negeri ini, keselamatanmu tentu sangat penting bagiku…

Aku pasti akan melindungimu…

Yun Hee larut akan ketegangannya sendiri. Ia larut akan kenangan-kenangannya itu sampai ia tidak menyadari jika Jun Myeon telah menyeretnya keluar dari keramaian festival. Mereka terus belari menerobos keramaian itu, menuju belokan yang akan mengantarkannya pada mobil mereka.

Tidak. Itu tidak boleh terjadi lagi.

Yun Hee menggenggam erat tangan Jun Myeon. Kakinya yang ia buat berlari sudah mati rasa. Ia tak bisa merasakan apa-apa selain ketakutannya. Badannya mulai gemetaran.

Blam!

Detik-detik itu. Detik-detik ketika badan Yun Hee tergoncang hebat seperti tiga belas tahun yang lalu. Detik-detik ketika badan Yun Hee terlempar seperti empat tahun yang lalu. Detik-detik dimana Yun Hee merasakan permukaan aspal yang menggores lapisan kulitnya.

Kejadian mengerikan itu tidak mungkin terjadi lagi. Tidak mungkin.

Gadis itu berusaha membuka matanya yang pandangannya sudah berkunang-kunang. Ia tahu jika ia tengah terkapar di aspal sekarang. Bau terbakar langsung menusuk indera penciumannya dan itu membuat ia mual. Gadis itu meraba-raba ke sekitar, menyadari ada yang memeluknya dari belakang.

Kim Jun Myeon.

Eomma!

S-Sehun… Oh Sehun!

“ Wakil Kepala Kim!”

Ia menepuk-nepuk pipi laki-laki yang tak sadarkan diri itu. Gadis itu memanggilnya dengan nada hampir menangis.

“Wakil Kepala Kim, sadarlah!”

Eomma, jangan tutup matamu!

Eomma, aku takut…

Oh Sehun, sadarlah!

Yun Hee memegang kepalanya, merasakan pandangannya yang mulai berputar. Tangannya pun makin gemetaran. Ia menghirup udara dalam-dalam, merasakan kalau ia mulai kesulitan bernapas. Gadis itu memejamkan matanya, tapi yang ada kepalanya malah berdenyut dan dadanya mulai nyeri dengan keringatnya yang makin banyak.

Yun Hee butuh pil-pil sialan itu. Ia menjambak rambutnya, berpikir jika itu akan sedikit mengurangi kesakitannya. Yun Hee kemudian membuka matanya, mendapati jika Jun Myeon tak bergerak sedikit pun atau sekedar membuka mata, sedangkan kepalanya makin berdenyut hebat.

“Wakil Kepala Kim, kumohon!”

 

TBC

Note:

*SKRSS: South Korea Royal Secret Service (fiktif)

Kode Rahasia SKRSS (fiktif):

[1]: Pemeriksaan

[2]: Hal mencurigakan

 

Author’s note:

Hollaaaa!! Udah lama gak bikin FF dan hasilnya yaah…. kalian nilai sendiri aja di kotak komen deh. Tapi tapi kalau ada yang baca Teaser judulnya Twomoons, nah itu sebenarnya buat cerita ini… berhubung banyak perubahan dan judul pun akhirnya berubah, jadi akhirnya aku hapus teaser itu, anggap saja engga pernah ada teaser itu ya^^. Dan juga, mungkin FF ini akan diupdate tiap 2 mingguan, aku usahakan begitu soalnya semester 3 yang akan datang ini terkenal beratnya(?).

Okay, pai pai! Jangan lupa kasih komentar dan sarannya di tempat yang sudah disediakan. See you!

83 tanggapan untuk “Under The Moonlight [Prolog+Chapter 1: The Game Begins]”

  1. Author~~~~under the moonlight kapan dilanjutin? Aku fans berat fanfiction ini , jadi sayang banget kalo ff se kece dan sekeren ini terbengkalai. Udah berbulan – bulan author 😦 *galau* kapan dilanjutin? Secepatnya ya author!!

  2. Annyeong~ aku suka banget sama nih FF apa lagi main cast nya suho oppa~~kyaa~~~ btw ini keren bgt deh.. kapan dilanjutinnyaa? Udh lama bgt soalnya… jd ga sabar buat next chapter! Fighting!!!!!

  3. huwoo…
    kaya goong gt ya chingu?
    kerajaan2 sama putri2 ya…hehehe
    cukup menarik ceritanya,,bikin penasaran…
    ditunggu lanjutannya ya…
    gomawoyo 🙂

  4. Kasian Yun Hee de javu terus sama kejadian di masa lalunya waktu kematian ibunya terus juga kecelakaan dia sama Sehun terus sekarang juga kecelakaan sama Jun Myeon huft…. dia harus minum pil-pil itu untuk nenangin dirinya sendiri biar gak panik. Kasian dia huhuhu

  5. whoaaaaa author daebak!
    aq suka bgt sma ff yg ky gni nih…
    g cm nyajiin kisah cinta z, tp complicated bgt n pnuh misteriiii…
    aq pnsrn bgt sma lnjtnnya ini…

    btw, Jun Myeon agen yg baik kn ?
    kq aq mlh ngrasaa klo dy mnymbunyikn sesuatu…
    ap Jun Myeon ada kaitnnya sma hal yg dialami Sehun ???
    bner2 susah ditebak !
    aq smkin pnasarn niiih…
    bisa sabar g ya nunggu lnjutnnya ? -_-…
    q tnggu ya…
    btw slam kenal… 🙂

  6. Thor… ya ampun,,,, aku bener2 suka jalan ceritanya >3… junmyeon keren~…
    Thor, next chapnya jgn lama2 yah?? Aku tunggu :3

  7. satu kata buat ff ini, MENEGANGKAN..
    seru bgt bacanya, berasa kyk bayangin adegannya beneran.. seru bgt, dan masih banyak yg perlu dijelasin soalnya agak bingung sama beberapa bagian 🙂 kasian si sehun koma sampe 4th ckck

  8. cast utamanya suho ya ? yeyeye semoga nanti akhirnya yun hee sama suho wkwk jahat ya pdahal sehun nya lagi koma, tpi sekali kali jan sehun terus gapapa kan, kan yg pake cast nya sehun udah bnyak. itu tabrakan nya di sengaja ya ? belum keliatan ni siapa yg jahat dan siapa yg baik
    next chap ditunggu^^

  9. ini keren banget author >_< aku ksian sama si YunHee yg hrs ngalamin pengalaman yg sama 3 kli plus itu smua pengalaman bruk 😦
    aku punya firasat deh klo JoonMyeon itu ada hubungannya sama org" misterius yg di Cheongdamdong tdi,

    ok deh kutunggu next chapnya ! 🙂 fighting author ! ^^

  10. Keren thor, tragis dan tegang banget ceritanya TT_TT tapi seru thor. ditunggu chapter selanjutnya ya thor. Fighting!!!~^^

  11. Woww.. Keren…
    Aku kira sehun meninggal ternyata koma, suka bgt ma cerita action kyk gni, apa mungkin suho bakal sama putri mahkota? Tp kykx lbh cocok ma sehun…

  12. Beneran ya..,,this is the best action fiction ever. Chapter 1nya keren banget. Suka sama jalan ceritanya. Kayaknya masih fresh gitu. Tadi diatas ada dibuat warning very long chapter gitu , gppdeh kalo ceritanya seseru dan membuat readers penasaran^^
    Semangat Author – nim 😀

  13. wahh ini action nya kentara banget 🙂
    aku suka yang kaya gini
    tapi percakapannya agak sedikit yahh… jadi agak males dikit kalo kepanjangan bahasa authornya daripada percakapan maincast nya

  14. Keren..
    Sehun ternyata koma ya..kirain udah meninggal..#ditabok fans Sehun..hhe
    Jangan” Jun Myeon ada hubungannya dengan insiden Sehun tersebut..#kepo
    Itu bom kan ya? Jangan sampai Jun Myeon kenapa-kenapa.
    Tapi aku berharapnya yang jadi matahari bust sang bulan itu Sehun.
    OK,next chap ditunggu..fighting!! ^^

  15. wah thor ini ff keren banget… saya jarang banget loh thor nemu ff yang alurnya kayak gini.. bahasanya keren lagi.. nextnya jangan lama lama ya thor.. fighting

  16. kyaaAaaaaa.. kerenn ..
    kenapa tbc thor?? aku suka banget dengan ff yg bergenre Action kya bgni ..
    tapi bolehkah aku berharap?? kalo yunhee lebih cocok disandingkan sama Oh Sehun.. ya walaupun aku cemburu berat.. tapi kalau sekedar buat tokoh penanyangan di ff sih gwaenchana 😥 terus itu sebelum diakhir cerita sebenarnya apa yg trjadi?? aku ga ngerti?? apa saat mnybrangi jalan lagi2 kjadian 4 tahun silam terulang kembali?? truz siapa yg trtabrak?? aku ikut shock.. :O !! pokoknya aku tunggu chapter selanjutnya ya authorniem .. segini dulu.. see you in next chapterr byebye~~ .. keep write & fighting author ^.^)9 hwaitinggggg !!!

Tinggalkan Balasan ke MinKim Batalkan balasan