( FF COMPETITION ) When You Walked Away

wywa2

 

Author: @sexyoungmin a.k.a Hanna
Genre: romance, angst, sad.
Cast: Luhan [EXO-M], Park Richan [OC]
Other cast: find it
Rating: PG
Lenght: Oneshot
Happy reading~
When you walked away, i lost my reason to keep alive.
Someone POV
“hei kalian! Jangan ganggu anak itu!” seorang gadis kecil menghampiri segerombolan anak lainnya yang mengganggu seorang lelaki mungil yang hampir menangis karenanya.
“menyuruh kami, gadis kecil?”tanya salah satu anak lelaki yang merupakan ketua dari gerombolan anak lelaki tersebut.
Gadis kecil tadi menendang kaki ketua dari gerombolan anak laki-laki tersebut. “kau tak dengar? Jangan ganggu Luhan!”ulang gadis itu berteriak.
Anak lelaki yang diganggu segerombolan bocah lelaki tersebut berlari kemudian berlindung dibalik punggung gadis yang lebih tinggi darinya itu.
“jangan ganggu Luhan lagi!”teriak gadis itu pada segerombolan lelaki tersebut.
“cih, bocah pengecut itu punya pengasuh! Ayo kita pergi saja dari sini!”ujar ketua dari gerombolan itu kemudian pergi meninggalkan gadis itu dengan bocah lelaki bernama Luhan.
Kemudian Luhan memeluk gadis itu erat, dengan tubuh yang gemetaran ia memanggil nama gadis tersebut. “Ri-Richannie…”
“Luhan-ah apa kau baik-baik saja?”tanya gadis bernama Richan pada Luhan yang memeluknya erat.
“sak-sakit..”gumam Luhan dipelukan Richan.
“tenang, Luhan. Mereka tidak akan mengganggumu lagi.”
“jangan tinggalkan aku tagi, Richannie. Aku takut…”gumam Luhan.
“aku tidak akan meninggalkanmu, Luhan.”jawab Richan, berjanji.
***
Richan POV
“Richan, cepat bangun. Nanti kau terlambat!”
Mendengar suara ibuku, aku membuka mataku perlahan untuk melihat jam pada handphoneku.
07.10 KST
“hah?! Jam 07.10?! gawat, aku akan terlambat!”ujarku panik begitu melihat jam di handphoneku, aku masuk sekolah pukul 07.30 KST. Tapi jarak tempuh dari rumahku ke sekolah bisa memakan waktu 8-10 menit.
“ibu sudah siapkan sarapan. Luhan juga sudah menunggumu di ruang tamu. Cepatlah mandi!”suruh ibuku.
Aku segera bangkit dari ranjangku kemudian menuju kamar mandi yang ada dikamarku dengan cepat.
Namaku, Park Richan. Siswi kelas 2 salah satu SMA favorite di Seoul, Korea Selatan.
Aku mendi secepat yang aku bisa, kemudian menggunakan seragam sekolahku dan mengambil tas sekolahku.
07.18 KST
Aku sudah pasti terlambat!
Aku menuruni tangga rumahku secepat mungkin dan melihat Luhan yang sudah menungguku.
“ibu! Aku berangkat!”pamitku
“sarapanmu, nak!”balas ibuku
“maaf bu, waktunya tidak akan cukup!”jawabku melihat sarapanku di meja makan lalu melihat jam di dinding ruang tamu ku.
“kajja, Richan.”ujar Luhan kemudian memberkan helm padaku, aku menerimanya kemudan memakainya.
Seperti biasa, Luhan yang tinggal disebelah rumahku selalu menjemputku dengan motornya untuk berangkat ke sekolah. Tapi terkadang aku harus membangunkan Luhan kerumahnya karena tidak jarang ia bangun telat.
Akupun naik keatas motor Luhan kemudian mereka segera berangkat ke sekolah mereka agar tidak datang terlambat.
Luhan dan Richan adalah temat sejak kecil. Orang tua Luhan sudah bercerai sejak Luhan masih kecil, ibu Luhan pun kini sibuk dengan pekerjaannya di Prancis dan jarang pulang kerumahnya menemani Luhan. Maka dari itu, Richan sudah menemani Luhan dari kecil. Secara tidak langsung mereka terlihat seperti saudara kandung yang berbeda rumah. Umur Luhan dan Richan hanya berjarak 2 bulan, jadi mereka sama sekali tidak canggung untuk memanggil nama satu sama lain. Sekitar 9 tahun yang lalu, Richan lah orang yang selalu melindungi Luhan. Namun, seiring mereka bertumbuh dewasa Luhan menjadi sosok yang lebih dewasa daripada Richan dan keadaan menjadi terbalik, Richanlah yang dilindungi oleh Luhan.
Author POV
Akhirnya Luhan dan Richan sampai di sekolah mereka bertepatan pada saat bunyi bel sekolah. Bertanda mereka msih diperbolehkan untuk masuk ke kelas mereka tanpa harus mengisi surat izin masuk karena terlambat.
Luhan memasuki kelasnya, 2-5 sedangkan Richan memasuki kelasnya, 2-3.
Ini pertama kalinya mereka berbeda kelas sejak dari sekolah dasar.
***
Richan mengambil sebuah novel dari rak buku fiksi pada perpustakaan sekolahnya kemudian duduk membacanya di tempat yang ia sukai, karena di tempat itulah ia mendapat kesunyian dan kehangatan cahaya matahari yang cukup sehingga membuatnya merasa nyaman.
Saat ini, waktu istirahat makan siang. Richan sudah biasa menghabiskan makan siangnya lebih dulu agar ia bisa menghabiskan sisa waktu istirahat untuk pergi ke perpustakaan. Bisa dibilang, Richan lebih menyukai tempat yang sunyi daripada tempat yang ramai. Berbeda dengan Luhan. Dulu, ketika mereka masih sekolah dasar, Luhan selalu mengikuti Richan kemanapun-tidak termasuk ke kamar kecil-walaupun tempat itu sunyi atau ramai. Tapi sekarang, Luhan lebih menyukai tempat ramai dan bergaul dengan teman-temannya. Itu bukan masalah bagi Richan, ia tidak merasa kesepian sama sekali karena Luhan tetap ada disaat ia membutuhkan.
Richan terlarut dalam novel yang ia baca, sampai ia tidak menyadari seseorang memasuki perpustakaan.
Orang tersebut mendekati Richan yang masih belum menyadari keberadaannya.
Hup! Orang tersebut memeluk Richan dari belakang dan membuat Richan kaget dan sedikit menjerit. Orang tersebut segera menutup mulut Richan agar tidak menjerit lagi.
Richan menatap orang yang mengagetkannya tersebut kemudian memukulnya dengan novel yang sedang ia baca. “Luhan!”ujarnya kesal.
“jangan berteriak, nanti orang-orang akan berpikir kalau aku melukaimu.”balas Luhan.
“itu bagus! Berarti kau akan dipukuli!”jawab Richan lalu memukul Luhan lagi dengan novelnya.
Luhan tersenyum kemudian duduk disamping Richan. “sedang apa kau?”
“aku? Aku sedang memburu singa. Apa kau melihat singa disini?”jawab Richan lalu kembali membaca novel yang ia pegang.
Luhan tertawa kecil. “ayolah, kau sedang membaca apa?”tanya Luhan berusaha melihat cover novel yang dibaca Richan sehingga ia menidurkan kepalanya dipangkuan Richan.
Richan tidak menjawab, Luhan memang sudah biasa melakukan hal seperti memeluk, merangkul ataupun tidur dipangkuannya. “kenapa kau disini?”tanya Richan tanpa melepas pandangannya dari novel yang sedang ia baca.
“aku bosan.”jawab Luhan kemudian menutup matanya, seperti tertidur dipangkuan Richan.
Richan menghela napas, mencoba menghiraukan Luhan. Tapi pada kenyataannya, ia tak bisa fokus pada novel yang ia baca, pandangannya tidak lepas dari Luhan yang tertidur di pangkuannya.
“kau nervous. Yakan?”tanya Luhan tanpa membuka matanya.
Richan tertegun. “huh?”
Luhan membuka matanya. “You’re beautiful. Do you know it?
Richan kaget mendengar perkataan Luhan, ini pertamakalinya Luhan berkata seperti itu. “Luhan?”
Luhan bangkit dari pangkuan Richan kemudian menatap Richan dalam.
Wajah Luhan semakin mendekat pada wajah Richan sehingga membuat jandung Richan berdebar 2X lebih cepat dari biasanya, wajahnya juga terasa panas dan memerah. Semakin menipis jarak antara mereka, Richan merasa semakin menipis pula oksigen yang dapat ia hirup.
Akhirnya Luhan mendaratkan bibirnya tepat dikening Richan. Pada awalnya, Richan merasa lega karena Luhan hanya mencium keningnya saja. Tapi, hal itu baru awal. Setelah Luhan melepaskan bibirnya dari kening Richan, dengan gerakan cepat Luhan mengecup bibir Richan kilat kemudian tersenyum.
Luhan memalingkan pandangannya kemudian menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah. “aku sudah menunggu 4 tahun untuk melakukan itu.”gumamnya.
Richan masih tidak percaya apa yang telah dilakukan teman semasa kecilnya itu.
Luhan kemudian kembali menatap Richan sambil tersenyum. “ada yang ingin ku katakan…”
Teng… teng…
Richan dengan cepat berdiri dari duduknya. “kau bisa mengatakannya nanti, Luhan.”ujarnya sambil tersenyum.
Luhan membalas senyuman Richan dan ikut bangkit dari duduknya. “kajja.”
Mereka pun berjalan menyusuri koridor sekolah bersama-sama, dan memasuki kelas mereka masing-masing.
***
Richan POV
“Rii, Luhan sudah menunggumu di depan kelas!”ujar Michan padaku.
Aku segera membereskan barang-barangku dan memasukkannya kedalam tas. Selagi aku membereskan barang-barangku, tanpa sengaja aku menemukan selembaran kertas.
Aku memperhatikan kertas tersebut yang mengingatkanku pada suatu hal.
“Richan?”panggil Luhan yang ternyata sudah ada di depanku. Aku sedikit kaget dan dengan cepat memasukkan kertas tadi kedalam laci mejaku.
“ah.. i-iya?”gumamku.
“ada apa?”tanya Luhan.
Aku menggelengkan kepalaku berusaha meyakinkan Luhan bahwa aku tidak apa-apa. “aku tidak apa-apa.”
“yasudahlah… mau pulang?”Tanya Luhan.
“ah aku baru ingat, aku ada urusan yang harus kulakukan sebelum pulang.”jawabku sambil tersenyum.
“mau ku antar?”tanya Luhan.
“tak usah, lagipula tidak akan lama, kok.”jawabku.
“kalau begitu ku tunggu saja?”balas Luhan.
“tidak usah, aku bisa pulang sendiri, Luhan.”ujarku.
Akhirnya, Luhan terlihat mengalah. Ia menghela napasnya kemudian tersenyum. “baiklah, hati-hati ya.”
Aku membalas senyumannya dan melambaikan tanganku.
“ah iya, aku ada tugas fisika. Aku tau kau mahir dalam bidang ini, nanti malam datang ke rumahku, ya?”pinta Luhan
“tentu.”jawabku.
Setelah memastikan bahwa Luhan sudah pergi, Richan kembali membuka kertas yang tadi ia simpan di laci mejanya.
“ada apa Rii?”tanya Michan.
“ah tidak apa-apa, Mii.”jawabku, Michan adalah sahabatku dari kelas 1 SMA, kami memiliki nama panggilan yang menurutku cukup lucu. Aku memanggil Michan dengan ‘Mii’ sedangkan Michan memanggilku dengan ‘Rii’.
Aku mengambil tasku. “Mii, aku duluan ya. Sampai jumpa!”pamitku.
“hati-hati, Rii!”balas Michan.
Aku segera menuju halte sekolah dan menunggu bis yang menuju tempat tujuanku. Rumah Sakit yang tak begitu jauh dari sekolahku.
***
Author POV
Setelah pulang dari rumah sakit, Richan pulang kerumahnya dengan menggunakan bis. Ia pulang cukup telat karena matahari sudah hampir tenggelam.
“aku pulang, bu.”sapa Richan begitu masuk kedalam rumahnya yang terkunci.
Ia tidak menemukan siapa-siapa dirumahnya, lampu-lampu dirumahnya pun mati.
Richan menyalakan satu per satu lampu yang diperlukan sampai akhirnya ia menemukan catatan dari ibunya.
Richan,
Kakak sepupu ibu yang ada di Busan meninggal dunia, jadi ibu pergi ke Busan selama 2-3 hari. Jaga dirimu baik-baik ya, nak. Bahan-bahan makanan ada di kulkas jika kau ingin memasak. Jangan lupa untuk mengunci pintu jika kau ingin bepergian.
Ibu.’
Richan sudah biasa ditinggal sendirian di rumahnya, biasanya ia mengundang Luhan atau pergi ke rumah Luhan jika ingin meminta bantuan.
Richan beranjak menuju kamarnya kemudian mengambil handuknya untuk segera membersihkan badannya yang terasa lengket karena kegiatan hari ini.
Ia memandang wajahnya sendiri dikaca, kemudian menyentuh bibirnya. Seketika ia teringat kembali dengan kejadian tadi siang. Richan kemudian tersenyum. “ibuku juga bilang aku cantik.”gumamnya.
***
Richan melirik jam dindingnya yang menunjukkan pukul 7 malam. Mungkin sudah saatnya ia ke rumah Luhan untuk membantunya mengerjakan tugas sekaligus mengajaknya makan malam bersama.
Seperti apa yang dipesankan ibu Richan padanya, Richan tidak lupa untuk mengunci pintu rumahnya sebelum ia pergi ke rumah Luhan.
Richan membuka pintu rumah Luhan yang ternyata tidak terkunci. Richan sudah biasa untuk tidak mengetuk pintu rumah Luhan, hal ini sudah menjadi kebiasaan.
“Luhan?”panggil Richan begitu memasuki rumah Luhan.
“Ri-Richan? Ah tunggu!”balas Luhan dari kamarnya, ia pun segera keluar dari kamarnya untuk menyambut Richan.
“aku kira kau akan datang jam 8.”ujar Luhan.
“ibuku sedang tidak ada di rumah, lagi pula aku juga sedang tidak ada tugas, jadi aku ke sini saja.”jelas Richan.
“ibumu pergi?”tanya Luhan.
“iyup, ke Busan.”jawab Richan. “mana tugasmu?”
Luhan mempersilahkan Richan duduk di sofa nya kemudian memperlihatkan buku tugas fisika-nya.
“tentang Modulus Young. Apa kau mengerti?”tanya Luhan.
“lumayan. Kau kesulitan pada bagian yang mana?”
Richanpun membantu tugas Luhan sampai Luhan berhasil menyelesaikannya pukul 8 malam.
“terimakasih kau sudah membantuku, Richan!”ujar Luhan senang lalu memeluk Richan sekilas.
“sudah biasa ‘kan?”jawab Richan sambil tersenyum.
“sudah jam 8, kau mau makan?”tanya Luhan
“dirumahku ada bahan-bahan untuk membuat Jajangmyeon.”ujar Richan
“baiklah kalau begitu, buatkan aku Jajangmyeon yang enak.”balas Luhan sambil tertawa kecil.
Richan memukul bahu Luhan pelan. “kau juga harus membantu! Dasar gembul!”
Luhan tertawa. “baiklah, baiklah. Akan kubantu. Sebagai balasan kau telah membantuku mengerjakan tugas ini.”
“kunci rumahmu, kita makan di rumahku saja.”ujar Richan.
Luhan pun mengunci rumahnya dan berjalan bersama Richan menuju rumahnya untuk makan malam.
Setelah Richan membukakan pintunya dan tak lupa untuk menutupnya kembali, mereka langsung saja menuju dapur Richan untuk memasak sebuah Jajangmyeon.
Richan mengeluarkan bahan-bahan untuk membuat Jajangmyeonnya.
“Richan, apa kau tahu cara membuat Jajangmyeon?”tanya Luhan.
“tentu saja aku tahu, kalau aku tidak tahu, aku pasti tidak akan memasak Jajangmyeon sekarang. Jangan samakan aku denganmu.”jawab Richan sambil tertawa kecil pada kalimat terakhirnya barusan.
“tak ada yang pernah mengajariku cara memasak Jajangmyeon, kau tahu itu.”jawab Luhan.
“bersiaplah karena kau akan diajari oleh sang ahli.”ujar Richan sambil tersenyum. Luhan membalas senyuman itu.
Luhan mengerjakan semua hal yang di instruksikan Richan, seperti memotong dadu daging, mengkupas kentang kemudian memotong dadunya, dan lain-lain.
Setelah sekitar 40 menit, mereka selesai membuat Jajangmyeon dan menghidangkannya. Mereka pun duduk di meja makan secara berhadapan.
“selamat makan.”ujar Richan lalu mulai menggerakkan sumpitnya diantara Jajangmyeon yang ia buat bersama Luhan.
“selamat makan.”balas Luhan juga ikut mencicipi hasil masakan mereka.
Richan berusaha mencicipi rasa Jajangmyeon yang mereka buat. “not bad.”gumamnya.
“apa maksudmu? I think it’s delicious.”timpal Luhan sambil terus menggerakan sumpitnya dari piringnya untuk mengambil Jajangmyeonnya dan mengarahkan kemulutnya.
Richan menganggukan kepalanya sekilas.
Mereka kembali makan dengan hening selama beberapa saat.
“emm.. Richan..”panggil Luhan.
“heum?”balas Richan lalu menatap wajah Luhan yang terlihat serius.
“a-aku…”
Belum sempat Luhan berbicara, Richan dengan cepat memotong perkataannya. “ah iya, tunggu sebentar ya. Ku ambilkan minum.”
Luhan POV
Richan kembali lagi sambil membawa 2 gelas sirup.
Hari ini, untuk ke-2 kalinya aku gagal menyatakan perasaanku pada Richan. Entah ini kebetulan atau aku merasa Richan sedikit aneh, ia seperti sedang menyembunyikan sesuatu dan sedikit menghindariku.
Richan menaruh segelas sirup itu di hadapanku sambil tersenyum seakan tak terjadi apapun.
“terimaksih.” Ujarku menyambut minuman itu.
“sama-sama.”jawabnya.
Kami terdiam untuk beberapa saat.
“emm.. tadi kau ingin mengatakan apa?”tanya Richan.
Aku berpikir sejenak. Apa ini saat yang tepat untuk mengatakannya?
“eumm… sepertinya aku lupa ingin mengatakan apa.”ujarku akhirnya. Kurasa ini bukan saat yang tepat. Tetapi, masih ada besok ‘kan.
Kami menyelesaikan makanan kami sekitar pukul 8.57 PM.
“sudah mau pulang?”tanya Richan.
“entahlah, belum begitu malam.”jawabku sambil duduk di sofa panjang miliknya.
“ah iya, apa kau sudah menonton film Disney terbaru?”tanya Richan. Ya, dia sangat suka dengan film-film Disney.
“heum, belum.”jawabku.
“baguslah, mau menonton?”tawar Richan.
Aku tersenyum. “tentu saja.”
Richan menaruh CD filmnya pada DVD, tak lama kemudian gambar film mulai berputar di LCD TV 21 inch miliknya. Richanpun duduk disebelahku.
***
Sudah sekitar 1 jam kami menonton film ini dan kurasa Richan terlihat mengantuk.
“Richan, kau mengantuk?”tanyaku.
Ia terlihat setengah sadar menjawab pertanyaanku. “tidak, kok. Film nya seru ‘kan?”
Aku hanya bisa tersenyum melihat respon Richan. Apakah dia begitu ingin aku menonton film ini? Padahal bisa saja kan ia meminjamkan CD filmnya padaku agar aku bisa menontonnya dirumahku sendiri.
Aku kembali fokus pada layar TV Richan. Namun, tak begitu lama kemudian aku merasakan Richan bersandar di lenganku. Tertidur.
Aku tersenyum melihat wajah polosnya yang sedang tertidur kemudian mengelus puncak kepalanya. Ia benar-benar tertidur. Aku bahkan bisa mendengar dengkuran halusnya.
Lalu akupun menghiraukan film-nya dan menggendong Richan di punggungku untuk mengantarnya ke kamarnya dilantai 2. Tubuhnya tidak begitu berat. Kukira tubuhnya berat, karena hampir setiap pulang sekolah ia membeli es krim.
Aku membaringkan tubuhnya dikasur miliknya dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Setelah memastikan ia tak akan kedinginan, aku segera meninggalkan kamarnya kemudian menutup pintu kamarnya. Aku kembali menyelesaikan filmnya.
Seterlah sekitar 20 menit kemudian filmnya berakhir. aku membereskan CD dan DVD milik Richan sebelum ku tinggalkan rumahnya.
Sejujurnya, aku memiliki kunci rumah Richan dan Richan pun memiliki kunci rumahku. Kami hanya menggunakannya disaat dibutuhkan. Seperti sekarang, harus ada yang mengunci pintu rumah Richan. Richan juga sering menggunakannya ketika membangunkanku juga aku bagun kesiangan.
***
Richan POV
Cahaya matahari yang masuk dari celah jendela kamarku menyambutku ketika aku membuka mata.
Tunggu dulu. Kenapa aku berada di kamarku? Bukankah semalam…. aku tertidur di ruang keluarga?
“ah.. pasti Luhan.”gumamku kemudian melihat jam pada handphone-ku.
06.08 a.m.
Aku masih memiliki cukup banyak waktu.
uhuk.. uhukk..
Heung? Sejak kapan aku batuk? Kurasa kemarin aku baik-baik saja.
Aku bangkit dari kasurku menuju meja makan untuk sarapan. Sesekali suara batuk terdengar dari diriku sendiri. Jujur, walaupun hanya batuk hal ini sungguh menggangguku. Karena pengalamanku, aku kalah lomba story telling tingkat Nasional karena sedang batuk saat lomba.
Aku menuangkan segelas susu cair dan langsung meminumnya kemudian mengoleskan selai cokelat pada selapis roti yang menjadi menu sarapanku hari ini.
Kupandangi kelander yang berada di dekat kulkas di depanku kemudian menghela napas.
“setidaknya aku masih bisa melihat kalender setahun kedepan. Uhukk..”gumamku.
***
Author POV
07.00 a.m.
Seperti biasa, Luhan sudah menunggu Richan dengan motornya di depan rumah Richan. Kali ini, begitu Luhan datang, Richan juga sudah siap dengan seragamnya.
Tanpa menunggu lama-lama lagi, mereka segera berangkat menuju sekolah agar tidak terlambat lagi.
“ah iya, hari ini aku ada kegiatan klub, jadi tak bisa pulang bersamamu.”ujar Luhan kekita ia dengan Richan berjalan bersamaan melalui koridor sekolah yang sudah mulai ramai.
“eum? Uhukk uhukk… ah iya, tak apa. Uhuk.”jawab Richan.
“kau batuk?”tanya Luhan, Richan menjawabnya dengan sebuah anggukan. “yasudah, sepulang kegiatan klub akan kubelikan obat batuk yang biasanya ku minum ketika sedang batuk.”
“tak usah. Uhukk. Aku baik-baik saja.”jawab Richan. Kali ini ia menjadi batuk lebih sering.
“jangan berbohong, Richan. Sudah jelas kau ‘apa-apa’.”ujar Luhan dengan nada yang sedikit khawatir.
Richan tersenyum. “baiklah baiklah. Uhuk.. tapi tak usah repot-repot, Luhan.”
“tidak apa-apa, ini balasan untukmu, semalam kau sudah mengajariku memasak dan memperlihatkan film yang seru.”ujar Luhan tersenyum.
Richan sudah berada di depan kelasnya. “baiklah, terimakasih, Luhan!”ujarnya tersenyum kemudian melambaikan tangannya pada Luhan dan masuk ke dalam kelasnya.
Luhan pun melanjutkan berjalan menuju kelasnya.
***
“Rii!”panggil Michan.
uhukk uhukk.. iya?”balas Richan menoleh.
“ada Luhan didepan kelas.”ujar Michan.
Richan melihat ke arah pintu kelasnya dan menemukan Luhan yang mengisyaratkannya untuk mendekatinya. Richan dengan bingung bangkit dari bangkunya dan menghampiri Luhan.
“ada apa?”tanya Richan. Luhan menarik tangan Richan menuju ke suatu tempat. “uhukk. Eh? Mau kemana? Luhan?”
Luhan tak menjawab dan tetap menarik Richan ke suatu tempat. Sampai akhirnya, Richan tau tempat tujuan itu. Kolam ikan kecil yang ada di samping perpustakaan yang sepi.
“ada apa?”tanya Richan begitu ia dengan Luhan berdiri berhadapan. Luhan masih terdiam.
Tak lama kemudian lengan Luhan memeluk tubuh Richan yang kebingungan dan kaget.
“Ri.. Chan..”panggil Luhan.
“a-ada apa, Luhan?”tanya Richan yang masih bingung.
Luhan melepaskan pelukannya dan tersenyum ceria. “aku lulus seleksi untuk ikut kejuaraan futsal tingkat nasional!”
Sontak senyuman lebar menghiasi wajah ceria Richan. “selamat!” ujarnya lalu memeluk Luhan lagi.
“terimakasih, aku akan menontonnya kan?”ujar Luhan.
Richan mengangguk semangat. “tentu saja! Aku tidak akan hanya menontonmu, aku akan menyemangatimu!”
Luhan mengelus puncak kepala Richan pelan. “terimakasih. Kejuaraannya bulan depan. Jangan sampai kau lewatkan.”
Richan mengangguk sambil tersenyum tulus.
“tapi…”gumam Luhan sambil sedikit menundukkan kepalanya.
“tapi kenapa?”tanya Richan.
“karena waktunya hanya tinggal sebulan lagi, ini berarti setiap hari aku harus latihan futsal, jadi aku tidak bisa pulang bersamamu selama sebulan ini.”ujar Luhan.
Richan tersenyum. “tidak apa-apa, kok. Aku bisa mengerti.”
Luhan tersenyum melihat senyuman Richan yang tulus. “terimakasih, Richannie.”gumamnya pelan, hampir tak dapat di dengar oleh Richan.
“hm?”tanya Richan begitu mendengar gumaman Luhan yang begitu pelan.
“tidak.”jawab Luhan cepat sambil menggelengkan kepalanya pelan dan tersenyum.
Setelah 3 tahun Luhan bersikap dewasa dan akhirnya, Luhan kembali memanggil Richan dengan nama kecilnya. ‘Richannie’.
***
Richan POV
uhukk.. uhukk..
Ah aku bosan dengan suara batuk ini. Tenggorokanku perih, tapi tak ada cara lain selain menahan rasa sakitnya.
Aku membuka macbook milikku untuk mengerjakan tugas biologi yang harus segera diselesaikan sambil duduk di meja belajarku. Membaca buku paket biologi untuk SMA kelas 2 yang mempunyai ketebalan 260 halaman dan sesekali mengetikkan beberapa materi pada Microsoft Word di macbook-ku.
Deadline tugas membuat makalah rangkuman 5 bab tersisa 9 hari lagi, dan tugas ini baru ku kerjakan sekitar 3/5-nya.
Drrrtt… drrtt..
Handphone-ku bergetar, tapi aku hanya menghiraukannya dan berusaha fokus pada tugasku ini.
Drrtt… drrrtt…
Handphone-ku tidak berhenti bergetar yang membuat konsentrasiku pecah, aku pun segera meraih handphone yang ku taruh didalam laci meja belajarku.
Sebuah panggilan. Dari ibuku.
yeoboseyo, omma?”ujarku
‘ah, sayang. Ibu akan pulang besok malam, bagaimana kabarmu?’
“aku baik-baik sa-uhukk uhukk-ja, bu.”
‘kau batuk,nak. Apa tidak apa-apa?’
“tidak uhukk apa-apa, bu. Luhan akan membelikanku obat batuk.”
‘baiklah, jaga dirimu baik-baik, ya. Jangan lewatkan sarapan mu besok.’
“iya, bu.”
Aku mematikan sambungan teleponnya dan menatap wallpaper handphone-ku yang bergambarkan fotoku dengan Luhan saat kami ikut karyawisata sekolah 3 bulan yang lalu.
Aku menutup mataku beberapa saat kemudian bersandar pada kursiku yang empuk.
XX FLASHBACK XX
Author POV
Richan menendang bola sepak yang diberikan kerabat jauh ayahnya yang mengira bahwa ayahnya memiliki anak lelaki.
Tendangan bola Richan tepat mengenai Luhan yang sedang membaca komik di kursi tamannya.
“Luhan! Bisakah kau menendangnya kembali kemari?”pinta Richan.
Luhan menendang bola itu dengan malas.
Bola yang ditendang Luhan tidak sampai pada Richan dan menggelinding menjauhi Richan. Richan pun mengejar bola itu sampai keluar dari halaman depan rumah Luhan sehingga jalanan.
Bola itu berhenti menggelinding ketika mengenai kaki seseorang berbadan tinggi kurus dan topi bundar hitam serta baju serta hitam. Richan mengambil bola miliknya kemudian mengadah keatas, melihat wajah orang tersebut.
“sedang bermain bola, adik kecil?”tanya orang misterius tersebut dengan suara berat dan serak yang menurut Richan sangat menyeramkan.
Richan berdiri kaku, tapi menganggukkan kepalanya.
“mau permen?”orang misterius itu mengeluarkan sebuah lolipop dari saku nya. “asalkan kau ikut dengan paman.”
Orang misterius berwajah jahat-menurut Richan-tersebut sedikit membungkuk menatap Richan yang ada di bawahnya.
Raut wajah Richan berubah menjadi berani. “ibuku bilang tidak boleh berbicara pada orang tak dikenal! Pergi kau orang jahat!”teriak Richan. Terdengar sampai ke Luhan.
“diam kau, bocah bodoh!”ujar orang misterius itu kemudian membekap mulut Richan.
Richan menggigit tangan orang misterius tersebut sekuat tenaga, membuat orang misterius tersebut melepaskan tangannya dari mulut Richan.
Richan segera berlari meninggalkan bolanya yang terjatuh disana. “ambil saja bolaku itu, orang jahat!”teriak Richan.
Richan memeluk Luhan dengan tubuh gemetar. “Luhan! Ini salahmu!”ujar Richan menahan tangis.
Luhan menarik Richan kedalam rumahnya. “maaf, Richannie.”ujar Luhan dengar suara bergetar.
Mereka masih 7 tahun pada saat ini, masih sangat polos dan belum banyak mengetahui hal-hal.
“aku hampir diculik, Luhan! Orang itu jahat!”ujar Richan ketakutan.
“maaf, Richan. Aku berjanji padamu, aku akan menjadi pemain sepak bola yang terkenal! Jadi, maafkan aku, ya Richan?”balas Luhan.
Richan mengangguk dengan pipi yang basah karena habis menangis.
XX FLASHBACK XX
Richan tersenyum mengingat kenangannya dengan Luhan semasa kecil.
“kau hampir memenuhi janjimu, Luhan.”gumamnya.
***
“Richan?”panggil Luhan begitu ia membuka pintu rumah Richan.
Sekarang pukul 18.09 KST. Luhan baru pulang berlatih sepak bola.
Tidak ada jawaban apapun, rumah Richan pun begitu gelap dan sepi. Luhan yang heran mencoba mencari Richan dikamarnya.
“bodoh. Seperti biasanya.”gumam Luhan begitu melihat Richan yang tertidur di depan macbook nya yang masih menyala.
Luhan menepuk bahu Richan pelan, membuatnya terbangun.
“heung? Luhan? Uhukk uhukk.”gumam Richan begitu terbangun dan melihat Luhan disampingnya. “ah, aku tertidur lagi saat mengerjakan Uhukk tugas.”
Luhan tersenyum kemudian mengambil sesuatu dari saku celananya. “ini, obat batuk untukmu.”
Richan mengambil obat tersebut. “terimakasih, Luhan. Uhukk.”
“tidak perlu berterimakasih. Cepat sembuh, ya.”ujar Luhan kemudian pergi dari kamar Richan.
“ya! Luhan!”panggil Richan bangkit dari tempat duduknya, Luhan pun menoleh kearah Richan. “su-uhukk-dah mau pulang? Uhukk.
Luhan mengangguk pelan. “kenapa?”
“emm… mau makan malam bersama lagi?”ajak Richan.
Luhan tersenyum. “tentu saja, sekitar jam  7 nanti aku akan ke rumahmu, sekarang aku harus membasuh tubuhku yang lengket ini.”
“baiklah, aku akan menunggu mu.”balas Richan.
“yo! Aku pulang dulu, Richan.”pamit Luhan.
Richan mematikan macbook nya dan segera menuju dapur untuk menyiapkan makan malam. Ia akan membuat omelet.
Richan memakai apron miliknya dan mulai memasak. Ia juga memakai masker karena takut makanan yang ia buat tercemat oleh virus yang ia keluarkan saat batuk.
***
09.00 PM KST
“kau tepat waktu, Luhan. Uhukk.”ujar Richan begitu melihat Luhan yang membuka pintu rumahnya.
Luhan tersenyum. “tentu saja, aku kan sudah berjanji. Kau masak apa?”
“om-uhukk-omelet.”jawab Richan
“jangan lupa minum obatmu, Richan.”ujar Luhan.
Okay, Sir.”balas Richan sambil tersenyum. Ia melepaskan apronnya dan segera meletakan omelet yang sudah matang pada piring.
Luhan duduk dimeja makan Richan dan menunggu Richan memberinya sepiring omelet yang baru selesai dimasak.
“selamat menikmati.”ujar Richan layaknya seorang pelayan restoran.
“ya! Kau berbakat menjadi pelayan, Richan.”celetuk Luhan sambil tertawa kecil.
“aku uhukk tak penah bilang aku mau menjadi pelayan, Luhan.”jawab Richan tersenyum.
Mereka duduk bersebrangan di meja makan dan mencicipi hasil omelet masakan Richan.
“dan kau juga berbakat menjadi koki.”komen Luhan begitu mencicipi omeletnya.
Richan tersenyum. “terimakasih. tapi kau tahu aku tidak uhukk begitu suka di dapur, Luhan.”
Keadaan tiba-tiba hening, tidak aka yang memulai pembicaraan diantara mereka berdua. Hanya suara sendok yang mengenai piring lah yang terdengar di ruang makan keluarga Richan.
“Luhan.”panggil Richan memulai pembicaraan setelah beberapa saat hening.
“hmmp?”timpal Luhan sambil menoleh kearah Richan.
Richan meletakkan sendoknya diatas piring, mengabaikan makanannya sejenak untuk berbicara. “apa kau ingat kejadian uhukk saat kita masih 7 tahun?”tanya Richan tersenyum. “aku uhukk memimpikannya tadi.”
Luhan mengunyah omelet yang ia makan dan segera menelannya. Mulutnya membentuk sebuah senyuman manis. “mana mungkin aku melupakannya.”
“sekarang uhukk kau sudah hampir mencapainya, Luhan.”timpal Richan.
“pemain bola profesional, ya…”Luhan meletakkan sendoknya. “padahal itu hanya janji semasa kecil, ketika kita masih belum banyak mengerti.”
“tapi kau uhukk hampir memenuhi janjimu, Luhan! Uhukk.”jawab Richan
“ah, iya. Aku juga ingat apa janjimu padaku.”Luhan menatap Richan dengan senyuman kecil menghiasi wajahnya. “kau tidak akan pernah meninggalkanku.”
Richan terdiam sebentar, kemudian tersenyum. Namun senyuman itu terkesan sedikit ‘ragu’. “aku masih disini Luhan. Uhukk. Aku belum mengingkari janjiku ‘kan? Uhukk.
setidaknya setahun kedepan juga aku masih bisa menemanimu, Luhan.’batin Richan.
Richan kembali mengambil sendoknya dan melanjutkan memakan omelet buatannya, Luhan juga melakukan hal yang sama.
“Richan, ibumu kapan kembali ke rumah?”tanya Luhan.
“ibu bilang, uhukk uhukk  besok malam.”jawab Richan.
Luhan terdiam sejenak. “apa ini artinya makan malam terakhir?”
Richan tertawa kecil. “apa maksudmu? Kau bisa makan malam bersamamu kapanpun kau mau.”
“bukan, maksudku… hanya berdua.”balas Luhan, dengan nada yang cukup serius.
Richan terdiam, tak menyangka apa yang Luhan katakan. Ia berpikir telinganya telah membohonginya.
Luhan terus menatap Richan yang terdiam. “Richan.”panggilnya.
“e-eh?”gumam Richan.
“kau tunggu sebulan lagi, aku akan mencetak gol dihadapanmu. Dan aku akan mengungkapkan sesuatu.”ujar Luhan tersenyum bangga.
Richan menghela napas kemudian tersenyum. “tentu.”
***
Kini sudah lebih dari 2 minggu sejak hari terakhir mereka makan malam berdua. Ibu Richan pergi ke Cheongju untuk menemani ayah Richan yang terkena kasus hukum.
Batuk Richan pun belum kunjung sembuh, dan hari ini adalah 5 hari sebelum Luhan mengikuti kejuaraan.
Setiap hari Luhan tidak bisa berangkat sekolah ataupun pulang sekolah bersama Richan karena harus berlatih sepak bola. Ia sudah berkali-kali meminta maaf pada Richan yang kelihatan sedikit ‘menjauhinya’karena alasan yang Luhan tidak ketahui.
uhukk. Uhukk.
Richan terus membalik halaman-halaman tentang kesehatan. Mencari sebuah informasi tentang suatu hal yang ingin ia ketahui.
Ia berhenti pada halaman 79. Pada halaman yang berjudul ‘Tuberkulosis atau TBC’.
Ia membaca paragraf demi paragraf sampai ia membaca ciri-ciri penderita penyakit TBC dan sadar, kebanyakan ciri-ciri nya cocok dengan keadaannya sekarang.
Setelah selesai membaca halaman demi halaman tentang penyakit TBC, Richan menutup buku tentang kesehatan yang memiliki ketebalan 280 halaman tersebut dan menaruhnya ke rak buku pada perpustakaan sekolahnya.
“Rii?”panggil Michan memasuki perpustakaan.
Richan menoleh kearah sahabatnya tersebut. Ia melihat sahabatnya membawa tas hijau miliknya. “ah, Mii terimakasih uhukk.”
Sekarang memang sudah lebih 15 menit dari bel pulang sekolah.
“Rii, kau sudah lebih dari 2 minggu batuk, apa kau sudah periksa ke dokter?”tanya Michan.
uhukk. Sepertinya aku akan periksa hari ini.”jawab Richan kemudian mengambil masker dari tas nya untuk dipakai olehnya.
“mau kutemani?”tawar Michan.
Richan menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. “tidak perlu, aku sudah biasa check-up sendiri. Lagi pula kau bilang hari ini kau akan pergi dengan keluargamu, kan?”
“kau memang cukup pintar dalam hal mengingat, Rii.”Michan tersenyum. “kalau begitu aku duluan ya!”pamitnya.
“iya, uhukk terimakasih, Mii!”balas Richan.
Masih didalam perpustakaan sedangkan Michan sudah menghilang dari pandangannya.
***
“Michan-sshi.”panggil Luhan begitu melihat Michan lewat di depan lapangan sepak bola.
“ah, Luhan!”balas Michan. Luhan menghampiri Michan. “kenapa kau tidak bersama Richan?”
“Rii? Dia akan check-up hari ini, jadi kami tidak bisa pulang bersama, lagi pula aku juga ada urusan keluarga.”jawab Michan.
check-up?”gumam Luhan bingung.
“kau tidak tau penyakit yang diderita Rii?”tanya Michan bingung.
“Richan tidak pernah bercerita apa-apa padaku tentang penyakit apapun.”jawab Luhan tidak kalah bingung.
“ah sudahlah, hari ini ia akan check-up penyakit batuknya yang tak kunjung sembuh.”jelas Michan.
Luhan terdiam. “baiklah, terimakasih. Sampai jumpa.”
Michan tersenyum dan melambaikan tangannya.
Luhan kembali ke lapangan sepak bola dan menghampiri pelatihnya. Berbicara sesuatu pada pelatihnya tersebut.
Setelah Luhan berbicara pada pelatihnya, pelatihnya mengangguk dan Luhan membungkukkan badannya. Ia segera pergi menuju ruang ganti dan keluar dengan membawa tas nya dan segera meninggalkan teman-temannya yang sedang istirahat.
“Luhan!”panggil salah satu teman satu tim dengan Luhan. “mau kemana kau?”
“ah, aku ada urusan pribadi.”jawab Luhan singkat.
Teman Luhan tersebut mengangguk mengerti dan membiarkanLuhan pergi.
***
Aroma rumah sakit yang khas menyambut Richan ketika ia membuka pintu rumah sakit tersebut. Kebanyakan dari penghuni rumah sakit sudah tidak asing lagi melihat Richan memasuki rumah sakit, tak jarang Richan disapa oleh para pasien, dokter atau suster. Sebulan sekali Richan selalu datang ke rumah sakit untuk check-up.
“selamat sore, Richan-sshi.”sapa seorang suster pada Richan.
“sore.”jawab Richan sambil tersenyum. “ah, Dr. Shin ada uhukk dimana?”
“Dr. Shin ada di ruangannya.”jawab suster tersebut.
“baiklah, uhukk terimakasih.”Luhan sedikit membungkukkan badannya dan segera pergi menuju rangan Dr. Shin, dokter yang selalu memeriksa dan sangat mengetahui penyakit yang Richan derita.
Tokk.. tokk..
Richan mengetuk pintu ruangan Dr. Shin.
“masuk.”terdengar suara Dr. Shin dari dalam ruangannya.
Richan segera membuka pintu ruangan Dr. Shin dan duduk di kursi yang berhadapan dengan Dr. Shin.
“bagaimana keadaanmu, Richan?”tanya Dr. Shin.
uhukk uhukk aku sudah lebih dari 2 minggu batuk uhukk batuk, dok.”jawab Richan.
Dr. Shin mengajukan beberapa pertanyaan mengenai keadaan Richan dan segera memeriksa darah Richan dan lain-lain.
Setelah beberapa lama menjalani pemeriksaan, akhirnya Dr. Shin mendapatkan hasilnya tidak diharapkan.
Dr. Shin menghela napas. “kau tahu, aku tidak bisa membohongi pasienku.”
Richan terdiam.
“yang pertama, kau terinfeksi virus Tuberkulosis yang menjadi penyebab kau batuk-batuk selama lebih dari 2 minggu, artinya, kau mendapatkan penyakit baru yaitu TBC.”jelas Dr. Shin.
“yang kedua, dengan keadaanmu sekarang kemungkinan kau bertahan hidup semakin menipis.”
uhukk… berapa… hari lagi, dok?”tanya Richan.
“sekitar 6-8 bulan lagi. Maafkan aku, tapi penyakit awalmu sudah sulit untuk disembuhkan dan sekarang kau mendedrita penyakit TBC, itu mempersulit kesembuhanmu. kalaupun kita melakukan operasi, itu hanya akan memperpanjang penderitaanmu. Penyakitmu tidak bisa kami sembuhkan sepenuhnya.”jelas Dr. Shin dengan raut wajah yang serius dan kecewa.
Richan terus terdiam. “uhukk terimakasih, uhukk dok.”
Richan bangkit dan pamit pada Dr. Shin dan meninggalkan ruangannya.
dengan perasan sedikit putus asa Richan berjalan melalui koridor rumah sakit.
“Richan!”panggil seseorang yang suaranya sudah tidak asing lagi dengan telinga Richan.
Richan menoleh kearah sumber suara, melihat seseorang dengan seragam yang sama dengan seragamnya menghampirinya.
“Lu…. uhukk Han?”gumam Richan. “kenapa kau ada disini?”
Luhan mendorong pelan Richan sehingga punggung Richan menyentuh dinding putih koridor rumah sakit. “kenapa kau tidak pernah bilang padaku?”
Richan terdiam. “uhukk ini bukan uhukk masalahmu, Luhan. Ini masalahku uhukk.”ujarnya pelan.
“masalahmu akan menjadi masalahku juga. Sudah sejak lama, Richan. Sudah sejak lama aku mencintaimu.”balas Luhan menatap Richan dalam. Kebetulan keadaan koridor disana sedang sepi.
Richan menundukkan kepalanya, tidak sanggup menatap mata Luhan secara langsung.matanya terasa panas. “maaf uhukk uhukk. Kau tidak pantas mendapat kekasih yang uhukk menderita penyakit keras sepertiku.”
Luhan menundukkan kepalanya berusaha agar dapat menatap Richan. Begitu mereka saling bertatapan, Luhan menutup matanya pelan dan mengecup bibir Richan dari balik maskernya.
“aku tak peduli bila kau memiliki penyakit keras. Aku tetap mencintaimu. Aku tidak keberatan bila kau menularkan penyakitmu padaku.”ujar Luhan tulus.
Richan mulai tidak bisa menahan tangisnya. “aku uhukk tidak mau menjadi uhukk penghalangmu dengan cita-citamu.”suara Richan mulai terdenger serak.
Luhan mengelap air mata Richan dengan tangan kanannya kemudian mengecup pipi Richan yang masih basah. “sepak bola bukanlah cita-citaku yang sebenarnya. Cita-citaku selama ini adalah bersamamu.”
Richan merasa matanya mulai berat, kepalanya pusing dan terasa berat. Tanpa sadar, Richan mehilangan kesadarannya dan pingsan.
***
Richan POV
Aku berusaha membuka mataku yang terasa begitu berat. Cahaya lampu rumah sakit menyambut mataku. Apa yang terjadi?
Kurasakan seseorang menggenggam tanganku erat. Orang tersebut adalah Luhan.
uhukk…. Han?”panggilku pelan, berusaha mengangkat kepalaku yang terasa sakit.
“Richannie..”jawab Luhan sedikit kaget begitu melihat aku telah bangun. “tidak usah memaksakan diri, berbaringlah.”
Aku tersenyum ketika mendengar kembali nama kecilku dari mulut Luhan.
“maaf. Uhukk.”ujarku pelan.
Luhan tersenyum. “tidak perlu meminta maaf, ini bukan salahmu.”
Aku kembali berbaring menatap langit-langit rumah sakit. Aku sempat melihat jam dinding rumah sakit yang menunjukkan pukul 9 malam.
“kau.. uhukk tidak pulang?”tanyaku begitu sadar ia masih memakai seragam sekolah sedangkan aku memakan pakaian pasien.
Luhan menggelengkan kepalanya. “aku lebih suka menemanimu daripada di rumah sendirian.”
uhukk Luhan..”panggilku tanpa menatapnya.
“hm?”
“maaf.. uhukk aku tidak pernah bilang kalau aku menderita uhukk uhukk kanker hati..”ujarku, tak berani menatapnya.
Luhan mengelus puncak kepalaku dan terus menggenggam tangan kiriku. “tidak apa…”
Aku menatap Luhan, merasakan mataku kembali panas. “dokter bilang uhukk sisa hidupku tinggan 6-8 bulan lagi. Uhukk karena aku menderita TBC juga sekarang.”
Luhan terdiam.
uhukk maaf, Luhan. Uhukk aku tidak bisa menepati janjiku. Uhukk.”ujarku, merasa air mataku membasahi pipiku lagi. Entah mengapa, 6-8 bulan yang akan kumiliki hanya terasa seperti 6-8 menit.
Luhan masih terdiam. Ia mengusap air mataku.
“kau tahu, uhukk seorang lelaki bertumbuh sematik kuat. Uhukk sedangkan wanita bertumbuh semakin lemah. Uhukk uhukk ini sudah takdir.”aku matin tidak bisa mengontrol emosi ku sehingga membuat air mataku semakin mengalir.
Luhan tidak mengatakan apa-apa dan memelukku.
“berhenti berbicara seakan ini adalah hari terakhirmu di dunia, bodoh.”bisiknya dengan nada suara yang bergetar.
Aku tidak dapat melihat langsung wajahnya tapi aku dapat merasakan ia juga menangis.
Dengan sisa tenaga yang kumiliki, aku membalas pelukan Luhan.
Lama kelamaan nafasku terasa begitu berat. Apa ini sudah waktunya?
Kumohon Tuhan, aku belum mau meninggalkan Luhan. Aku butuh waktu lebih lama bersamanya.
Tubuhku melemas dan nafasku juga semakin berat. Tanganku yang memeluk Luhan luhan pun terlepas dari tubuh Luhan.
Apa ini benar-benar akhir dari hidupku? Apa gunanya 6-8 bulan yang seharusnya kumiliki?
uhukk Luhan… uhukk uhukk i…. love… you..”bisikku lemas.
***
Author POV
uhukk Luhan… uhukk uhukk i…. love… you..”bisik Richan lemas.
Luhan juga ikut melemas ketika menyadari Richan yang masih ada dipelukannya berhenti bernafas. Suara nyaring dari alat pendeteksi detak jantung menusuk hati Luhan yang membuatnya merasa ngilu.
Dengan cepat ia memanggil dokter.
Dengan sigap dokter dan beberapa suster menggunakan alat pacu jantung pada Richan.
Percobaan pertama, tidak ada respon. Kedua, tidak ada hasil. Ketiga, nihil.
Luhan gemetar melihat apa yang terjadi dihadapannya. Temannya sejak kecil kini harus pergi, untuk selamanya.
Setelah berkali-kali dokter menggunakan alat pacu jantung para Richan, hasilnya nihil. Mungkin ini memang sudah takdirnya.
“saya memohon maaf sebesar-besarnya. Hanya ini yang bisa kami lakukan.”ujar dokter.
Luhan mengusap air matanya. “te-terimakasih, dok..”ujarnya dengan nada gemetar. Ia mendekati tubuh Richan yang sudah tidak bernyawa tersebut. Mengelus puncak kepalanya lembut.
“apa yang akan kulakukan.. tanpa kau?”bisik Luhan. Air matanya kembali jatuh mengenai tangan Richan yang masih terasa hangat.
***
Luhan POV
Kerasnya angin menyambutku begitu aku berdiri di atas gedung sekolahku.
Kakiku terus berjalan menuju ujung dari gedung ini.
Aku sudah tidak memiliki tujuan hidup, seminggu yang lalu setelah pulang dari rumah sakit aku mengalami kecelakaan yang menyebabkan kakiku cedera. Aku gagal mengikuti kejuaraan sepak bola nasional. Kehilangan orang yang sangat penting dalam hidupku.
Sekarang? Aku tidak memiliki tujuan untuk melanjutkan hidupku.
Aku sampai di ujung gedung sekolahku. Angin terasa semakin kencang menerpaku.
Aku melangkahkan kakiku pada udara dan membiarkan tubuhku jatuh dari gedung dengan ketinggian 5 lantai.
When you walked away, i lost my reason to keep alive.
……….:::::::: THE END ::::::::……..

12 tanggapan untuk “( FF COMPETITION ) When You Walked Away”

  1. huwaaa…
    nysesek bgt thor…
    knp endingnya bgni???
    sedih bgt…
    padahal ceritany keren bgt..
    alurnya bagus…
    huhuhu…
    sedih sesedihsedihnyaaa… T.T

  2. Thor… O_o.. Itu Luhan nya bunuh diri?! Aaaa!!!!! Andweeeee!!!!!! Gak boleh ~ huaaaa… Eomma!! My namja~ huwaaa T.T !!! Eotteokhae?? Kasihan bgt si richan!! Nyentuh bgt nih ff!! Sumpah daebak!!! Dalem… Keren” thor… Bisa buat ff sekeren ini #ahlulebayah! #biarin!!! Sukses buat author!!

  3. huaaaaaaaaaaaaaaaaaa #nangis
    ini sangat mengharukan T.T
    luhan knp bnuh diri
    ngegantung thor -.-
    bleh ada sequel gk ? :3

Pip~ Pip~ Pip~