Stuck In The Memories

  • Title                             :Stuck In the Memories
  • Scriptwriter                 :yossiindri
  • Main Cast                    : Park Soohee(OC), Xi Luhan
  • Support Cast               :Im Yoona, Choi Jinri(Sulli), Kris
  • Genre                          :Romance,Angst
  • Duration (Length)       :Vignette
  • Rating                         :PG

NB:This fanfiction pure mine.

Happy Reading^^

Kenangan ini seperti kilas balik yang menghantui ku. Datang dan pergi tanpa sepengetahuan ku. Seperti tidak mempunyai arah tujuan, berkeliaran dengan bebas di pikiranku. Entah kenapa, disaat-saat seperti ini, kenangan ini malas muncul.

“Apakah kau mau menjadi yeojachingu ku?” ucapmu setelah keheningan yang tercipta antara kau dan aku beberapa detik yang lalu. Kau menunduk lalu menaikkan kepalamu dan menatapku dalam tetapi lembut. Kau tersenyum kepadaku, senyum yang hanya kau berikan kepada ku.

“Tentu saja.” Aku membalas senyuman mu. Kau menyandarkan punggungmu ke sandaran kursi di hadapanku. Matamu menyiratkan kesenangan dan kelegaan.

“Tidak romantis ,eoh?” tanyamu kemudian tertawa kecil.

“Kalau maksudmu dengan mengajakku ke suatu tempat atau berlutut di depanku ataupun memberiku sebuah bunga, ini jauh lebih dari kata romantis.” ucapku lalu tertawa kecil, sama seperti yang kau lakukan.

“Jadi, sekarang kita berhubungan?” tanyamu. Aku tertawa mendengar pertanyaanmu.

“Kurasa peringkat juara umum itu tidak pantas kau dapatkan.” ucapku. Entah perasaanku atau tidak, kami menjadi sorotan mata para siswa/siswi di kantin. Aku menopang daguku pada tanganku yang kuletakkan di atas meja. Kau hanya diam menunggu jawabanku.

Ne, Luhan.” Kau tersenyum bangga mendengar perkataanku.

Kulangkahkan kakiku dengan pelan di lorong yang lumayan ramai. Aku tersenyum getir. Mataku menyisir kaca yang membatasi ku dengan jalanan luar. Puluhan banyangan menyusupi pikiranku, seperti film yang sedang diputar.

“Aku nyaris menjadi kue semalam.” ucapku lalu duduk di kursi yang berhadapan dengannya. Kau mengalihkan tatapanmu dari bukumu ke aku.

“Ternyata hubungan kita sudah sampai di seluruh penjuru sekolah.” ujarku lalu mengambil buku dari tumpukkan buku dekat Luhan.

“Kau lupa? Aku adalah murid populer.” katamu lalu melanjutkan bacaan mu. Ditambahkan dengan kekehan kecil.

“Cih, aku juga! Aku bukan berniat sombong.” kututup buku yang kupegang.

“Ah, apa kau tahu? Sulli dan beberapa murid lainnya mengatakan kita cocok dan ditambah dengan alasannya. Gosh, aku ingin muntah mendengarnya.” Kau tertawa terbahak-bahak saat mendengar perkataanku barusan.

Wae? Wae? Wae, wae??” tanyaku berulang-ulang dengan kesal.

Ani. Oh, biar kutebak.Maksudmu nyaris menjadi adonan…”

“Ne, mereka melumuri ku dengan tepung, gula , pewarna dan telur busuk.” Potongku. Kau hanya melanjutkan bacaan mu sambil menahan tawa.

Aiishh, jinjja..” gerutuku dengan kesal. Kusandarkan punggungku ke sandaran kursi sambil mengedarkan pandanganku ke ruang perpustakaan yang kutempati.

“Ya, kenapa hanya ada kau di sini?” tanyaku dengan heran. Tentu saja, biasanya perpustakaan penuh kalau sedang waktu istirahat. Tapi sekarang hanya ada aku dan kau, Luhan.

“Kuusir.” Ucapmu dengan santai tanpa mengalihkan pandangan mu dari buku mu yang lumayan tebal.

Mwoya? Cih, bagaimana bisa mereka mau diusir?” Gerutuku sambil memejamkan mata, sekedar mencoba untuk tidur.

Setelah beberapa menit kurasa aku sudah tertidur, malah kurasa aku berhalusinasi ataupun bermimpi saat sebuah benda hangat menyentuh bibirku. Kurasa seseorang menciumku. Ani!! Kurasa ku tidak bermimpi. Kubuka mataku, dan kau masih di tempatmu semula sedang membaca buku.

Arrggh, apakah Luhan menciumku? Jika kuhitung-hitung, ukuran meja tempat kami sepertinya 30x100cm. Itu memungkinkan.

Wae?” tanyamu saat kau menyadari aku menatapmu dengan tajam. Rasa penasaranku sudah sampai di puncak. Persetan dengan rasa malu atau apalah.

“Apa kau menciumku?” tanyaku. Kau hanya diam tidak berkutik. Rasa malu menyusup dalam tubuhku.

“Kurasa aku hanya bermi…” lanjutku.

“Mungkin saja.” Ucapmu memotong perkataanku. Apa dia benar-benar menciumku? Kau lansung berdiri saat suara bel sudah terdengar sambil menenteng sebuah buku. Sontak aku ikut berdiri.

“Yakk! Apa maksudmu??” tanyaku sambil mengikutimu dari belakang. Kau hanya berjalan seperti tidak ada aku yang sedang bertanya.

“Yak! Jawab pertanyaanku!” Kurentangkan tanganku di depan pintu keluar-menghalangimu masuk

Ne, aku menciummu.” Tanganku melemas sehingga terjatuh. Kau melewatiku. Aku tidak tahu harus senang atau marah. Yang pasti kedua rasa itu ada sekarang.

“Yakk!!” Teriakku sambil menyusul mu yang sudah agak jauh dengan sedikit berlari. Kau tiba-tiba berhenti saat aku tepat di belakangmu, sehingga kepalaku membentur lehermu.

“Yak!!!” Kau melihatku sambil tertawa kecil. Kau berbelok ke arah kelasmu, sedangkan aku tetap lurus.

“Soohee!” Panggil seseorang.Aku tidak menghiraukannya dan tetap berjalan tapi pelan.

“Kalian berdua benar-benar cocok.” Kutebak ini pasti Sulli. Aiishh, aku ingin sekali menjahit mulutnya.

Kenangan itu seperti berputar sesuai urutannya, dan tidak memberikan celah sedikitpun di pikiranku. Bahkan aku bisa tertawa, menangis, marah atapun senyum jika banyangan itu muncul di otakku.

Chukae.” ucapku lalu duduk di hadapannya. Seperti biasa, kau selalu berada di perpustakaan saat istirahat.

“Kudengar kau memenangi olimpiade Sains lagi. Bagaimana bisa yeoja-yeoja diluar sana mengetahuinya duluan daripada aku?” tanyaku. Kau selalu sibuk dengan olimpiade atapun kejuaraan lainnya akhir- akhir ini. Dan membuat kita jarang bertemu.

Ne.” Jawabmu dengan singkat. Hening, hanya suara gerakan- gerakan kertas yang terdengar di perpustakaan. Entah kenapa, setiap Luhan di perpustakaan, tidak ada murid lain yang berada di sini juga. Ini bahkan sudah 10 menit, kau  tetap tidak menghiraukanku.

“Luhan! Apakah kau tetap tidak menghiraukanku?” Kau hanya diam, seperti aku tidak ada. Matamu tetap menari-nari diatas buku bacaanmu.

“Tidak bisakah kau alihkan perhatianmu semenit saja untukku?”

“…”

“Apakah buku bisa membuatmu tetap hidup?!”

“…”

“Kau bahkan membuatku menunggu 2 jam kemarin.” Aku tersenyum miris ke arahnya. Dia menaikkan kepalanya dan menatapku.

“Kau kira aku tidak datang ke café kemarin? Apa kau percaya dengan perkataanku kemarin? Bahkan sampai café hampir tutup aku masih menunggumu. Ah, kau bahkan membatalkan kencan kita 2 minggu yang lalu hanya karena setumpuk kertas. Dan masih ada kencan kita yang kau batalkan, dan membuatku…”

“CUKUP SOOHEE! Kenapa kau mengungkit hal itu?!” tanyamu. Matamu menyiratkan kemarahan dan kekecewaan. Aku berdiri dari tempat duduk yang kududuki.

“Aku tidak mengungkit! Kau hanya tidak tahu bagaimana rasanya menunggu! Tapi entah kenapa, aku dengan bodohnya tetap menunggumu. Aku.. aku sudah lelah, Luhan.” Kau tetap menatapku. Mungkin dengan sedikit emosi.

“Kalau begitu, kita putus saja.” Kata kata itu terlontar begitu saja dari mulutmu.

Geurae! Aku sangat lelah. Hubungan kita 3 bulan ini memang harus diakhiri.” Entah kenapa kata-kata ini juga terlontar begitu saja dari mulutku. Dan tanpa ku suruh, badan ini berbalik lalu melangkah ke luar. Airmata ku mulai turun.

“Aiishhh!” Suaramu masih bisa kudengar dari pintu. Aku membuka pintu dengan kasar lalu berlari melewati murid-murid yang menatapku heran. Sebuah tangan memegang pergelangan tanganku.

“Soohee, waeyo?” Kupastikan itu suara Sulli.

Gwenchana.”

“Kau putus dengannya?”

“Tidak penting.”

Bahkan rasa sakitnya masih terasa sampai sekarang, seperti luka yang membekas secara permanen. Orang orang berlalu lalang di kanan dan kiriku. Aku terus melangkahkan kakiku dengan pelan, tidak siap dengan hal yang akan terjadi.

“Kudengar Luhan gagal dalam olimpiade kemarin.” ucap seorang yeoja di belakangku dengan volume suara yang agak kuat.

Jinjja? Ah, kudengar-dengar mereka baru putus ya?” Balas yeoja yang lain.

“Maksudmu Luhan dan Soohee?” Kurasa mereka tidak sadar ada aku di depan meja mereka.

“Jadi siapa lagi? Sepertinya Luhan gagal karena Soohee.” Cih, mereka hanya bisa menggosip.

“Aku setuju denganmu. Cih, Soohee hanya membawa masalah untuk Luhan.” Aku sudah geram mendengar gosip murahan mereka. Aku berdiri lalu berbalik menghadap mereka. Ada 3 yeoja, dan tiga tiganya membekap mulutnya karena terkejut.

“Kalian tidak tahu apa apa. Jadi diam saja.” Aku berjalan melewati meja mereka setelah mengatakan hal itu.

Byur

Neo, Park Soohee, yeoja tidak tahu diri. Murahan. Hanya menyusahkan Luhan!” Tiga gelas air mineral dengan indahnya membasahi bajuku akibat perbuatan tiga yeoja tukang gosip tadi. Aku berbalik menghadap ke arahnya. Cih, mereka menghampiriku hanya untuk menyiramku. Kami sukses menjadi sorotan mata para siswa di kantin.

“Jika kalian tidak ingin berurusan  dengan Gyojang-nim, berhentilah berbuat hal-hal konyol seperti tadi.” Aku berbalik lagi dan melanjutkan jalanku. Kubiarkan bajuku basah akibat siraman tadi. Kupercepat langkahku. Dengan kasar kubuka pintu perpustakaan. Kau menyadarankan punggungmu ke kursi dengan mata terpejam di tempatmu biasa.

“Kau, kenapa gagal?” tanyaku.

“…”

“Kau kenapa gagal?!”

“Kau. Kau penyebabnya.” ucapmu, masih dengan mata terpejam.

Waeyo? Kenapa kau bisa gagal hanya karena aku?!”

“Apakah kau masih menyukaiku?” tanyamu lalu membuka matamu dan menatapku.

Ani, aku tidak menyukaimu lagi.” ucapku.

‘Tentu saja aku masih menyukaimu, pabo!’

Kau hanya diam lalu tersenyum miris tanpa menatapku. Kau berdiri dari tempatmu dan berjalan melewatiku tanpa mengucapkan satu kata pun.

Kusandarkan punggungku pada dinding disamping pintu yang sudah ditutup. Tentu saja acaranya sudah dimulai, tanpaku. Oh, bodohnya aku, tanpa aku pun acara itu masih bisa dilakukan. Aku tidak berarti apa apa lagi. Kupejamkan mataku mengikuti alunan kenangan yang masih berjalan di otakku.

“Dia berhenti dari kegiatan olimpiade dan kejuaraan lainnya. Sekarang dia hanya menjadi murid biasa seperti kita.” ucap Sulli sambil menyeruput jus nya.

“Aku tidak peduli.” ujarku.

‘Waeyo?! Apa karena aku lagi?’

“Cih.” Aku menangkap sosokmu bersama teman- temanmu berjalan ke arah ku. Mata kita bertemu, tapi kau lansung mengalihkan pandanganmu lurus ke sampingku. Aku terlalu pede rupanya, dia melewatiku seperti aku tidak ada. Beberapa siswa yang menyadarinya hanya berbisik-bisik.

Ini bukan pertama kalinya kau seperti itu. Bahkan setelah kejadian di perpustakaan itu, kau selalu seperti itu saat aku di dekatmu. Ini sudah kesekian kalinya. Kau tambah dingin, dan menjadi sangat pelit bicara.

Entah kenapa, hati ini sangat sakit saat kau lakukan hal seperti itu.

“Yak! Soohee! Kenapa kau disini?! Aiishh, bahkan ponsel mu tidak aktif.” Suara Sulli lansung membuyarkan kenangan itu. Kurasa dia baru keluar dari ruangan yang sedang ku tuju.

“Oh, acaranya sudah selesai ya? Kalau begitu aku pulang.” Sulli menahan tanganku.

“Kau gila? Tadi acaranya ditunda 5 menit. Kurasa Ahjussi Xi, Ahjumma Xi, Kris oppa mencarimu, mereka terlihat seperti mencari-cari seseorang di bangku para undangan. Mereka juga terus bertanya kepadaku dimana kau!”

Annyeong, Soohee.” ucap seseorang diseberang sana. Aku sangat mengenal suaranya. Suara eomma Luhan.

“Oh, eommonim. Annyeong, waeyo?

“Aishh, kau tidak rindu pada eommonim?

“Tentu saja sangat rindu.. Waeyo?”

“Apa kau bisa membantu eommonim menyiapkan makanan? Nanti malam rekan kerja Appa Luhan akan datang.”

“Hmm, tapi..”

Eommonim sudah tahu, kau putus dengannya kan? Astaga, anak zaman sekarang memang selalu begini. Eommonim pastikan dia tidak akan bisa masuk ke rumah.”

“Tidak perlu, aku akan datang sekitar 15 menit lagi. Annyeong, eommonim!

“Yak! Kau melamun lagi!” Tangan Sulli melambai- lambai di hadapanku.

“Mereka khawatir kalau kau tidak datang, ditambah lagi kau sangat dekat dengan orangtua Luhan dan Kris oppa!” ucapnya.

“Biarpun sampai sekarang Luhan masih memperlakukan mu seolah kau tidak ada, dia masih sangat membutuhkanmu. Kajja!” Tangan kiri Sulli menarikku dan tangan kanannya membuka pintu gedung ini.

Sulli menarikku masuk, mata kita bertemu, aku tahu, rasa itu masih ada. Kau seperti menungguku, matamu seperti mengawasi pintu ini sebelum aku masuk. Ah, kau, sangat tampan dengan tuxedo putih.

Sulli menarikku lagi ke meja bulat yang dekat dengan panggung pernikahan. Ada orangtua Luhan dan Kris oppa. Dia menyuruhku duduk lalu dia duduk di meja yang berada di belakang meja yang sedang kududuki.

“Saudara Xi Luhan, apakah kau mau menerima saudari Im Yoona dengan segenap hatimu dan menjadi pendamping nya dalam duka maupun suka sampai maut memisahkan?” Ah, aku lupa.  Ternyata ada seorang yeoja dengan balutan gaun putih terjuntai panjang di hadapanmu. Kau hanya diam lalu menatapku sekilas.

Ne.” Kata kata itu tiba tiba keluar dari mulutmu dengan sedikit dipaksakan. Cairan hangat mulai menuruni pipiku.

Aku marah, sedih, kecewa dan.. senang. Aku marah, kenapa kau sama sekali tidak mengetahui kebohonganku saat aku mengatakan aku tidak menyukaimu lagi. Aku sedih karena kau bukan milikku. Aku sangat kecewa, karena bukan aku yang mengenakan gaun putih itu dan menjadi pendampingmu. Tapi, aku senang, kau sudah memiliki yeoja yang akan membantumu untuk melupakanku.

“Saudari Im Yoona, apakah kau mau menerima saudara Xi Luhan dengan segenap hatimu dan menjadi pendamping nya dalam duka maupun suka sampai maut memisahkan?” Seseorang menepuk-nepuk punggungku.

Uljima..” ucap eommonim. Kris oppa juga mengangguk nganggung sambil terus menepuk-nepuk punggungku.

Ne..” balas yeoja dihadapanmu sambil tersenyum dengan bangganya. Aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku.

“Oh, aku harus pergi. Pesawatku akan lepas landas 30 menit lagi. Annyeong Ajjushi, Eommonim dan Kris oppa. Gowamoyo.” Pamitku lalu berdiri.

“ Pesawat?” tanya Ajjushi Xi.

Ne, aku akan menlanjutkan karir ku di Paris.” Balasku lalu tersenyum dan membungkuk dengan sopan. Aku menatapmu untuk terakhir kalinya, kau menyadarinya dan ikut menatapku. Aku tersenyum kepadamu.

“Angkat telefon eommonim nanti..” ucap eommonim.

“Ne..” Aku lansung melangkahkan kakiku ke arah pintu ditemani dengan Sulli.

“Kabarkan aku jika kau kembali!” ucap Sulli setelah kami berada di luar ruangan. Dia lalu memelukku, aku membalas pelukannya.

“Aku tahu, kau kesana bukan hanya untuk melanjutkan karir Designer mu kan? Kau hanya ingin Luhan melupakanmu kan? Cih!” Gerutunya.

Ne, selamat tinggal!”

Kau tahu? Aku masih sangat mencintaimu biarpun kau sudah milik yeoja lain. Kau sudah memenuhi hati ini dan tidak memberi celah kepada orang lain.

oOo

“Ne eommonim?”

“Kenapa kau tidak menolak saat undangan pernikahan Luhan sampai ditanganmu? Kau tahu? Jika kau menolak, pernikahan tadi tidak akan ada.”

“Maksudnya?”

“Undangan yang kau terima sebenarnya buatan eommonim dan Kris. Itu eommonim buat sebelum Luhan memberikan jawaban tentang perjodohannya dengan Yoona. Jika kau memberontak, Appa nya Luhan pasti akan menolak perjodohan itu. Kau tahu? Luhan sama sekali tidak menyukai Yoona.”

“Perjodohan?”

Ternyata ini hanya perjodohan. Argg, kurasa aku akan depresi memikirkannya. Aku sudah merelakan Luhan dengan berat hati, mau apa lagi? Aku tentu marah kepada diriku sendiri. Tapi  ini sudah terjadi. Aku harap, ada seseorang yang mampu menggantikan posisimu..

END

Haaa, akhirnya fanfict abal abal ini selesai juga.

Hihi, jelek ya? Waa, maaf banget :”( Sebenarnya FF ini pernah aku post dengan main cast Myungstal. Kkkkkkkk.

Makasih buat yang udah mau baca 🙂

11 tanggapan untuk “Stuck In The Memories”

  1. soohee nyesel bgt pasti… knp jg luhannya gk jujur kan gk sad bgni jdnya..
    wah, bnran ni ad sequelnya.. wajib thor…
    ffnya keren bgt ini…
    feenya dapet…
    nyesek bgt… 😦

  2. nyesek bgt ya jd sohee. Tp aku salut dia bisa tegar *sipengamencilik #plakk menerima kenyataan. Boleh minta sequelnya thor, kirain masih ada lanjutan nya tautau nya udah END, hiks. Daebak thor!!! Aku suka FF mu yg ini 😉

  3. aaa nyesal banget pastinya jadi Soohee…hiks
    semoga beneran ada yg menggantikan posisi Luhan n membahagiakan Soohee nantinya..
    sequel y thor, d tnggu…

    1. Iya, Soohee memang nyesal, tapi yahh gimana lagi?
      Admin aja yang ngebuat ff nya miris sendiri u.u
      Oke deh, author usahain untuk buat sequel nya.
      Gomawoo~~

Pip~ Pip~ Pip~