(FF COMPETITION ) Kala Hujan Bernyanyi

Cover Kala Hujan Bernyanyi

 

Title                : Kala Hujan Bernyanyi

 

Author            : Annie Meymey

 

Genre              : Romance

 

Cast                : Choi Yun Seo (OC or You)

                          Do Kyung Soo (D.O EXO-K)

 

Rating             : T      

 

Length            : OneShoot

 

Disclaimer      : D.O belonged to GOD, His Parents, and SM. Storyline and OC belonged to me.

 

Recommended Song :

As One – Someday

Taeyeon – Missing you like crazy

Byul – I think i love you

 

Happy reading ^~^

 

 

——————————————————–

 

 

Kala Hujan Bernyanyi

Hujan …

Saat ia datang menyapa,

Coba pejamkan matamu, dengarkan dan rasakan

Karena di tiap rinainya yang jatuh ke bumi

Kutitipkan rindu untukmu

Dalam nyanyiannya

Kuamanatkan apa yang tak mampu kuucap

Untuk disampaikan padamu …

 

Tetap pejamkan matamu

Tadah  garis-garis air itu dengan kedua tangan mungilmu

Ketahuilah bahwa itu adalah air mata

Hujan adalah tetesan air mata pelampias rindu langit pada buminya

 

Apa kau tahu tentang langit dan bumi?

Keduanya terikat oleh benang tak kasat mata bernama takdir

Keduanya terhubung tanpa pernah menyatu

Keduanya saling mencinta, saling mendamba dan saling merindu

Dan saat ini,  

Keduanya bersua,

Saling memeluk dalam kehangatan yang hanya keduanya yang mampu merasa

Saling menyapa dalam bahasa yang hanya keduanya yang mampu memahami

Dan kala itulah hujan bernyanyi

Melantunkan nada indah

Menceritakan pertemuan keduanya

Tidak hanya sendiri, namun ada ratusan bahkan ribuan insan lain

Mengiringi mereka dalam tawa dan senyum bahagia

Mengiringi mereka dengan doa terpanjat dalam dada

 

Dan teruntuk dikau yang disana …

Jadilah jua saksi pertemuan bahagia ini

Karena kelak

Kisah kita, pertemuan kita,

Akan diceritakan pula oleh hujan

Dimana langit dan bumi yang akan menjadi saksinya.

 

D

PS: Nona hujan, ini adalah puisi yang kubuatkan khusus untukmu, sesuai dengan namamu, hujan. Semoga kau menyukainya yah ~~~

Segaris senyum terukir di bibirku saat membaca e-mail masuk yang kuterima beberapa menit yang lalu. Sebuah puisi yang dibuatkan khusus untukku. Hanya berisi bait-bait sederhana namun maknanya terasa begitu dalam tertanam dan mengakar kuat dalam kalbuku.

 

D.O, ia pria yang kukenal dua tahun yang lalu. Aku mengenalnya saat menjelajah dunia maya dan secara tidak sengaja menemukan blognya, sebuah blog berisi puisi-puisi karangannya. Aku masih mengingat dengan sangat jelas, karya pertamanya yang aku baca waktu itu berjudul Aku, Kau dan Tuhan, sebuah puisi penggugah jiwa penggetar asa yang telah berhasil dengan secara perlahan namun pasti menyusup ke dalam relung batinku. Satu hal yang aku sadari kala itu bahwa … aku mengaguminya dan satu hal pula yang ingin aku lakukan saat itu … berkenalan dengannya.

 

Karena keinginan yang begitu kuat untuk mengenalnya, berbekal alamat e-mail yang ia cantumkan di profil singkatnya, kuberanikan diri untuk mengiriminya pesan. Dalam pesan singkat itu kunyatakan tentang kekagumanku padanya dan pada semua karya-karyanya yang sudah pernah kubaca. Jujur, waktu itu aku sebenarnya tidak terlalu berharap banyak bahwa ia akan membalas pesanku namun yang terjadi justru berbeda. Ia dengan begitu baik membalas e-mailku, bahkan seingatku, tak ada satupun e-mail yang kukirimkan padanya yang ia lewatkan, semua pasti dibalasnya. Berawal dari sanalah, hubungan yang aku sendiri tidak bisa artikan ini terajut hingga sekarang, bahkan sudah sampai pada tahap dimana kami telah bertukar nomor ponsel dan terbiasa saling bercerita kepada satu sama lain.

 

D.O, hanya nama pena bukan nama asli, begitupun denganku, aku memperkenalkan diri dengan nama nona hujan. Ini bukan karena ketidakinginan untuk saling mengenal lebih jauh namun inilah kesepakatan yang telah kami buat – tidak meberitahukan nama asli satu sama lain sampai hari pertemuan itu tiba. Pertemuan yang entah kapan akan terwujud. Apakah benar-benar akan terjadi atau hanya akan menjadi mimpi belaka yang selamanya semu.

 

***

 

“Nona hujan … bagimana? Kau suka puisinya?” Tanyanya di seberang sana melalui sambungan telepon yang sekarang terhubung denganku. Aku bisa merasakan bahwa ia tersenyum.

 

“Iya, aku menyukainya. Sangat. Terima kasih D.O.”

 

“Kau tahu … puisi itu bukan hanya sekedar puisi. Puisi itu … mewakili segenap perasaanku,” ucapnya yang sempat tertahan. Aku sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Yang kutahu pasti hanyalah suara detak jantungku kini yang tidak karuan. Seketika itu juga, aku merasakan ada perasaan aneh namun begitu membahagiakan bahkan terasa memabukkan. Jika bisa, aku bahkan ingin memintanya mengulangi kalimat yang telah menembus dinding-dinding batinku itu. Kurasa aku benar-benar telah jatuh dengan pesonanya yang bahkan belum pernah sekalipun kujumpa.

 

“Nona hujan, kau masih disana? Kau melamun yah? Memikirkanku pasti …” ia terkekeh pelan. Suaranya terdengah begitu renyah di telingaku.

 

“D.O, Aku ingin bertemu denganmu,” kata-kata itu keluar begitu saja, mengalir begitu saja. Aku memandangi hujan yang masih turun di luar sana dari balik jendela kaca kamarku. Ada lagi satu perasaan lain yang tiba-tiba datang dan  terasa begitu menyiksa. Perasaan yang membuat hatiku begitu sakit, membuat dadaku mendadak terasa sesak. Perasaan itu … rindu. Aku merindukannya.

 

“Aku juga ingin bertemu denganmu … tapi tidak sekarang nona hujan. Biarlah semuanya berjalan apa adanya. Percayalah, suatu hari nanti, takdir akan mempertemukan kita. Yakinkan hal itu dalam hatimu.”

 

Lalu bagaimana jika itu tidak pernah terjadi? Haruskah kita menunggu takdir? Tidak bisakah kita yang menciptakan takdir pertemuan kita sendiri? Bukankah ini sangat mudah jika kita ingin melakukannya?

 

Aku membatin dalam hati menanggapi ucapannya. Kalimat itu berseliweran di kepalaku. Rasanya ingin sekali menyuarakannya namun bibirku terasa kelu, tak mampu berucap sepatah katapun.

 

“Haruskah seperti itu?” Dari sekian banyak yang ingin kukatakan padanya, hanya tiga kata itu yang mampu kuloloskan dari bibirku.

 

“Yah. Kau percaya takdir bukan?”

 

“Yah. Aku percaya.”

 

“Jangan sedih, kita pasti bertemu,” jawabnya singkat namun bisa kurasakan keyakinan kuat di dalamnya. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain mengiyakan. Semoga takdir yang ia maksudkan itu akan benar-benar terwujud.

 

***

 

“Yun Seo-Ah, bagaimana? Puisinya jadi kan?” Unni yang juga merupakan teman baikku itu bertanya dengan wajah berbinar-binar.

 

“Ne Unni. Ini puisinya,” jawabku seraya memperlihatkan kertas putih berukirkan tinta hitam yang ada di tanganku kini.

 

“Aku tidak sabar ingin mendengarkanmu,” katanya lagi padaku, kali ini bukan berbinar-binar tapi berapi-api.

 

“Mudah-mudahan unni menyukai puisinya.”

 

“Aku pasti suka Yun Seo-Ah. Oke, kalau begitu aku tinggal dulu yah.”

 

“Ne unni.  Unni … Chukaeyeo …”

 

“Gomawo dongsaeng …”

 

Mataku memandang berkeliling, memerhatikan manusia-manusia yang tidak satupun aku kenali, kecuali unni yang tadi tentu saja. Kim Ye Eun namanya. Aku mengenalnya beberapa bulan yang lalu melalui jejaring sosial me2day. Kami berdua memiliki hobby yang sama, menulis. Jadi tidak heran jika kami cepat akrab dan pada akhirnya menjadi sahabat.

 

Sore ini, di sebuah gedung mewah tempatku sekarang menginjakkan kaki, unni akan melangsungkan pertunangannya. Ia mengundangku dan secara pribadi memintaku membacakan sebuah puisi di acaranya ini. Sungguh suatu kehormatan besar bagiku. Tanpa berpikir panjang, aku tentu saja langsung mengiyakan. Mungkin baginya ini adalah permintaan tapi bagiku ini justru berbeda. Bagiku, ini adalah kado khusus untuknya dariku di hari bahagianya. Semoga ia menyukainya.

 

Menunggu acara dimulai, kusempatkan diri sekali lagi membaca puisi yang kini tengah berada di tanganku. Puisi yang telah kupilih, puisi yang D.O buatkan untukku beberapa bulan yang lalu, puisi bertajuk Kala Hujan Bernyanyi, puisi pembangkit rinduku. Aku tidak tahu kenapa puisi ini yang kupilih, hanya saja, aku merasa aku harus membacakannya, sore ini, di tempat ini.

 

“Oke, para hadirin yang berbahagia, di sore hari yang mendung ini, hati kita tentu dalam keadaan sebaliknya. Bagi kita semua yang hadir di tempat ini, sore ini menjadi sore yang dipenuhi dengan cinta dan kebahagiaan dikarenakan saudari kita, sahabat kita Kim Ye Eun akan melangsungkan  pertunangan dengan Jung Ji Hwan-ssi. Namun, sebelum kita memasuki acara inti, mari kita saksikan terlebih dahulu persembahan dari seorang sahabat Kim Ye Eun yang akan membacakan sebuah puisi. Kita panggilkan Choi Yun Seo-ssi …”

 

Aku sekarang berdiri di bagian paling depan. Bagian yang luasnya kira-kira 8 x 5 meter itu dibuat agak lebih tinggi. Untuk mencapai tempat ini, ada lima undakan berwarna senada dengan lantai yang harus dilalui terlebih dahulu. Jadi berdiri disini, serasa seperti berada di atas panggung. Sementara di sisi kananku, sedikit agak jauh, Kim Ye Eun unni dan calon tunangannya tengah melayangkan senyum kepadaku, memberikanku semangat. Aku hanya mampu balas tersenyum.Melihat mereka bahagia membuatku turut serta merasakan yang sama.

 

Pandanganku menyapu seluruh penjuru ruangan. Dapat kulihat, ada begitu banyak pasang mata yang kesemuanya tengah memandang ke arahku. Kutarik segaris senyum kemudian membungkukkan badan  tanda hormat.

 

“Annyeong haseyo … Perkenalkan, nama saya Choi Yun Seo. Saya adalah dongsaeng dan juga sahabat dari Kim Ye Eun unni. Sebelumnya, ijinkan saya terlebih dahulu mengucapkan selamat pada unni. Saya senantiasa berdoa, semoga pertunangan ini akan berlanjut pada tahap pernikahan. Semoga kedua pasangan selalu diberkati dan diberi kebahagiaan. Dan sebagai kado pertunangan untuk Kim Ye Eun unni dan Jung Ji Hwan oppa, saya akan mempersembahkan sebuah puisi. Puisi ini sebenarnya bukanlah karangan saya, namun puisi ini dibuatkan khusus oleh seseorang untuk saya. Dia adalah orang yang …” kalimatku menggantung di udara, aku tak mampu menyelesaikannya. Seketika itu aku seperti melihat nama D.O menari-nari di hadapanku. Untuk kali ini aku benar-benar menyalahkan imaginasiku yang berlebih. Imaginasi yang hampir mengacaukan segalanya. Kucoba mengumpulkan kembali puing-puing kesadaranku dan melanjutkan ucapanku “Baiklah … sebuah puisi bertajuk Kala Hujan Bernyanyi saya persembahkan spesial untuk Kim Ye Eun unnie dan Jung Ji Hwan oppa …

 

Kala Hujan Bernyanyi

Hujan …

Saat ia datang menyapa,

Coba pejamkan matamu, dengarkan dan rasakan

Karena di tiap rinainya yang jatuh ke bumi

Kutitipkan rindu untukmu

Dalam nyanyiannya

Kuamanatkan apa yang tak mampu kuucap

Untuk disampaikan padamu …

 

Tetap pejamkan matamu

Tadah  garis-garis air itu dengan kedua tangan mungilmu

Ketahuilah bahwa itu adalah air mata

Hujan adalah tetesan air mata pelampias rindu langit pada buminya

 

Apa kau tahu tentang langit dan bumi?

Keduanya terikat oleh benang tak kasat mata bernama takdir

Keduanya terhubung tanpa pernah menyatu

Keduanya saling mencinta, saling mendamba dan saling merindu

Dan saat ini, 

Keduanya bersua,

Saling memeluk dalam kehangatan yang hanya keduanya yang mampu merasa

Saling menyapa dalam bahasa yang hanya keduanya yang mampu memahami

Dan kala itulah hujan bernyanyi

Melantunkan nada indah

Menceritakan pertemuan keduanya

Tidak hanya sendiri, namun ada ratusan bahkan ribuan insan lain

Mengiringi mereka dalam tawa dan senyum bahagia

Mengiringi mereka dengan doa terpanjat dalam dada

 

Dan teruntuk dikau yang disana …

Jadilah jua saksi pertemuan bahagia ini

Karena kelak

Kisah kita, pertemuan kita,

Akan diceritakan pula oleh hujan

Dimana langit dan bumi yang akan menjadi saksinya.

 

Riuh tepuk tangan dari para tamu kusambut dengan senyuman hangat. Aku membungkukkan badan penuh taksim sebagai tanda terima kasihku. Aku begitu lega, semuanya berjalan lancar.

 

 

***

 

Tak terasa sesi tukar cincin yang merupakan acara inti telah dilaksanakan. Para tamu termasuk aku dipersilahkan mencicipi makanan-makanan dan minuman beraneka rasa dan warna yang tertata rapi di atas meja-meja besar di sudut ruangan.

 

Aku melangkahkan kakiku menuju ke meja makanan itu ketika kudengar ponselku berdering. Aku menghentikan langkah kemudian kurogoh benda itu dari dalam tas tanganku. Sebuah pesan dari nomor yang sudah sangat kukenal.

 

Terima kasih telah membacakan puisiku nona hujan.

Kau membacakannya dengan sangat baik.

Aku sangat kagum padamu.

 

Aku terpekur sesaat, mencoba memberikan waktu pada hati dan akal sehatku untuk meyakini bahwa semua ini nyata. Mencoba memastikan bahwa aku tidak sedang berkhayal dan memang benar ini adalah nyata, sangat nyata. Sontak wajahku terangkat. Beralih dari layar ponsel dan kini memandang sekelilingku. Ia ada disini. Di ruangan yang sama denganku.

 

Mataku berpencar ke seluruh sudut ruangan. Ponsel, ponsel, ponsel, kata-kata itu terngiang-ngiang di telingaku, cari pria yang terlihat memegang ponsel. Tergesa-gesa kulangkahkan kakiku, mencari-cari pertanda, mungkin saja diantara banyaknya tamu pria disini, ada yang kudapatkan tengah memegang ponsel, namun semua terasa sia-sia. Tak ada pria dengan ponsel di genggaman.

 

Aku masih terus menekuni pencarianku yang tak kunjung memberikan hasil dan pertanda baik saat  ponselku kembali berdering. Satu pesan masuk dari nomor yang sama.

 

Aku selalu percaya dengan takdir.

Dan sore ini takdir membuktikan bahwa ia memang patut untuk kupercaya.

 

Perasaanku semakin tidak menentu. Dapat kurasakan tanganku bergetar, degup jantungku semakin tidak karuan, setiap tarikan nafasku seolah-olah berlomba untuk keluar. Dan satu hal yang paling menyiksaku saat ini adalah kenyataan bahwa pencarianku tak kunjung mendapatkan kemajuan yang berarti. Kali ini aku memberanikan diri menanyai para tamu pria apakah mereka bernama D.O. Dan lagi, harapanku bertentangan dengan realita di depan mata. Tak ada yang bernama D.O. Tiba-tiba kurasakan kakiku mulai melemas. Aku menghentikan langkah, memejamkan mata, kutarik nafasku yang terasa berat. Kenapa semakin lama kucari semakin aku aku tidak bisa menemukannya. Namun tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara deringan ponselku.Satu lagi pesan masuk, dari orang yang sama, D.O.

 

Nona hujan, sekarang aku bisa melihatmu dengan begitu jelas.

 

Aku hanya mampu menghela nafas berat saat membaca pesan itu. Air mataku yang sekuat tenaga telah kutahan, tak bisa kubendung lagi. Kakiku masih terus berpijak di tempat yang sama, tak kunjung melangkah untuk kembali mencarinya. Beberapa menit berselang, ponselku kembali bernyanyi. Sejenak kupejamkan mataku sebelum membuka pesan itu.

 

Kenapa kau berhenti?

Apa kau sudah menyerah? Hanya sebatas itukah keinginanmu untuk bertemu denganku?

Nona Hujan, tolong jangan menyerah dengan takdir.

Siapa lagi yang bisa kita percaya kalau bukan ia.

PS: Searah jam enam dari tempatmu berdiri. Coba kau cari aku.

 

Aku tercenung membaca pesannya, apa ia sedang bermain? Dengan cepat, kuhapus air mataku dan segera berbalik untuk melihat ke arah yang ia maksudkan. Disana tidak kudapatkan satupun manusia, hanya ada pintu keluar, namun aku tak butuh waktu lama ataupun penjelasan panjang lebar untuk memahami maksud yang tersirat. Tanpa banyak berfikir, tanpa sempat lagi menengok ke kanan dan ke kiri, aku melangkah menuju pintu keluar gedung ini.

 

Sesampainya diluar, aku benar-benar baru menyadari bahwa ternyata hujan sudah turun. Aku sedikit menggigil karena kedinginan. Mataku memandang ke sekeliling dan untuk kesekian kalinya ia tak kutemukan. Tak ada siapapun disini, hanya aku sendiri. Aku menunduk memandangi lantai yang basah terkena cipratan air hujan. Dalam hati aku berbisik pelan aku lelah, D.O aku lelah, aku ingin pulang saja.

 

Baru akan kulangkahkan kakiku meninggalkan area gedung, tiba-tiba sebuah suara di belakangku kudengar memanggil namaku.

 

“Nona hujan … Choi Yun Seo.” Suara itu, suara yang sangat aku kenal. Aku mematung di tempatku berdiri, menggigit bibir bawahku. Kugelengkan kepalaku pelan, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, tidak juga tahu apa yang tengah kurasakan. Perutku mendadak terasa kosong, dadaku berdegup kencang. Aku tidak sanggup untuk berbalik melihatnya. Sementara derap langkah itu kurasakan berjalan mendekat, semakin mendekat, semakin mendekat dan kini berada tepat di belakangku. Aku dapat merasakannya.

 

Untuk beberapa menit, kami sama-sama hanya terdiam, yang terdengar hanya suara hujan. Dari ekor mataku, dapat kulihat ia mulai melangkah, namun aku tetap tidak sanggup melihatnya langsung.

 

“Nona hujan …” ia membuka suara. Kini ia berada tepat di hadapanku. Kedua tangannya memegangi wajahku, mengangkatnya yang sedari tadi tertunduk layu. Kini, saat ini, aku dapat melihatnya dengan sangat jelas, benar-benar sangat jelas. Tuhanku … Aku hanya mampu bergumam dalam hati menyaksikan siapa yang kuhadapi seraya mencoba mencerna kembali suasana yang terasa seperti mimpi ini.

 

“Choi Yun Seo si nona hujan …” ia berucap. Aku dapat merasakan tangannya yang dingin, tapi entah mengapa dan bagaimana bisa, sentuhannya terasa begitu menghangatkan. Apa mungkin ada yang tidak beres dengan tubuhku? Mungkin saja … tapi sayang sekali, sekarang bukan saatnya untuk memusingkan hal itu. Yang jelas dan nyata sekarang adalah … aku benar-benar bisa melihatnya, bahkan jka ingin, aku bisa menyentuhnya. D.O, inikah dirinya? Inikah seorang D.O yang kukenal dua tahun yang lalu itu? Inikah dirinya yang pernah membuatkanku puisi? Inikah dirinya yang selalu kurindu?

 

“Aku D.O.” Perkataannya hanya kurespon dengan sebuah anggukan kecil.

 

“Maaf telah membuatmu menangis dan bingung,” katanya lagi. Aku dapat melihat pancaran sinar ketulusan dari tatapan matanya.

 

Untuk beberapa menit, hanya keheningan yang menengahi kami berdua, diiringi oleh suara hujan sebagai melodinya. Hanya mata kami yang saling menatap, tak ada suara, tak ada tawa atau bahkan hanya sekedar senyum saja.

 

Tatapannya yang dalam terasa begitu meneduhkan. Dari kedua bola mata hitamnya, dapat kulihat dengan begitu jelas gambaran diriku yang divisualisasikan oleh retinanya. Namun disela-sela suasana romansa yang tecipta, kegugupan dengan begitu lancangnya datang tiba-tiba tanpa diundang saat aku menyadari jarak diantara kami yang begitu dekat, hampir merapat. Aku sangat yakin, jarak yang memisah ini hanya kurang dari 20 sentimeter saja. Dan itu membuat lututku terasa tidak berdaya. Tapi aku tidak boleh menjadi orang yang memalukan, aku harus tenang. Bukankah aku sangat ingin bertemu dengannya, si romantis yang penuh pesona? Maka dari itu, kumohon pada dirku sendiri, tolong jangan bertindak memalukan.

 

Masih … dan entah sudah berapa lama, mata kami saling manatap. Namun yang berbeda, kali ini ada senyuman sebagai pengiringnya. Aku dan dia, kami, sama tersenyum. Dan seketika itu aku menyadari satu hal. Ia sangat tampan.Bola mata hitam yang kontras dengan kulitnya yang putih, rambut yang dipotong pendek dan rapi, senyum yang begitu manis dan menggoda, sentuhannya yang terasa begitu hangat, membuatku merasa terlindungi. Semuanya, yang ada pada dirinya, sempurna.

 

“Nona hujan, aku ingin mengajakmu menikmati nyanyian hujan, tapi bukan disini. Bagaimana?” tanyanya lembut. Kini ia menurunkan tangannya dari wajahku dan berganti dengan  memegang kedua pundakku. Aku masih belum bisa bicara apa-apa. Dan lagi, aku hanya menjawab dengan anggukan.

 

“Tunggu dulu, cuaca dingin sekali, pakailah …” ucapnya seraya membuka tuxedo hitamnya kemudian memakaikannya padaku. Sekarang jadi lebih hangat. Aku merasa nyaman.

 

“Terima kasih …” kataku akhirnya. Kali ini ia yang menjawab dengan anggukan yang disertai senyuman.

 

***

 

“Sebelumnya, maaf karena mengajakmu kesini dan bukannya ke tempat seperti café atau semacamnya. Tapi ketahuilah, di tempat seperti ini kita bisa menikmati hujan sepuasnya, mendengarkan nyanyiannya sepenuhnya. Halte adalah salah satu tempat yang romantis,” jelasnya padaku.

 

“Tidak apa-apa. Aku menyukai halte saat hujan sama seperti aku menyukai hujan,” sahutku.

 

“Siapa namamu?” kali ini aku yang bertanya padanya. Sebuah pertanyaan yang jawabannya adalah penyempurna kesepakatan yang telah kami buat, nama asli kami. Ia sendiri sudah tahu nama asliku, hanya aku yang belum tahu namanya.

 

“Do Kyung Soo …” jawabnya singkat. Nama yang indah, seindah yang memilikinya.

 

“Aku Choi Yun Seo.”

 

“Yah. Yun Seo, aku sangat senang bisa bertemu denganmu secara nyata.”

 

“Aku juga Kyung Soo,” jawabku dengan mimik wajah yang kubuat lucu. Kami sama-sama tertawa.

 

“Oh ya, kenapa kau bisa ada di pesta pertunangan Ye Eun unnie?”

 

“Ji Hwan hyung adalah sahabatku. Dia yang mengundangku,” jawabnya sambil tersenyum. Senyum menyihir itu membuatku ikut tersenyum.

 

“Tadi .. di gedung itu, apa kau sengaja bersembunyi? Aku tidak bisa menemukanmu dimana-mana.”

 

“Maafkan aku karena tidak menghampirimu, tapi aku tidak pernah bersembunyi. Aku berada dekat dari tempatmu berdiri. Kurasa kau terlalu panik hingga tidak menemukanku. Makanya kuberi petunjuk untuk keluar.” Ya dia memang benar, saat itu aku benar-benar panik, gelisah, entahlah, perasaanku tak menentu saat itu.

 

Hening. Untuk beberapa saat kami hanya berdiam diri, sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku kembali memikirkan bagaimana pertemuan ini terjadi. Benar-benar diluar dugaan. Tak pernah sekalipun terlintas bahwa aku akan bertemu dengannya dalam keadaan seperti ini dan dengan cara seperti ini. Jika ada mimpi yang terasa begitu nyata, maka yang terjadi denganku saat ini adalah justru sebaliknya. Ini adalah sebuah realitas yang terasa seperti mimpi.

 

“Nona hujan … “ suaranya membuatku tergugah dari lamunanku.

 

“Kala hujan bernyanyi, cobalah kau dengarkan, karena …”

 

“Ia tengah menceritakan kisah kita, pertemuan kita …” aku melanjutkan.

 

“Dimana langit dan bumi yang menjadi saksinya.” dan ia mengakhiri kalimat itu dengan senyum penuh arti.

 

Kurasakan tangannya menyentuh tanganku dan menggenggamnya erat. Ada kehangatan yang seketika menjalari seluruh tubuhku. Kami sejenak saling berpandangan dan sama tersenyum. Hujan … di tiap rianinya yang jatuh ke bumi, kubisikkan padanya dengan bahasa hatiku bahwa … aku sangat bahagia.

 

END

 

Hai … Hai …

Gimana cingudeul? Oke, disini, aku nggak mau basa-basi dah. Intinya, aku cuman mau bilang … Jangan lupa tinggalkan komennya yah Cingu-yaa *tebar sempak bias* 😀

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

21 tanggapan untuk “(FF COMPETITION ) Kala Hujan Bernyanyi”

  1. bagus thor ^^ daebak! So sweet.. Rasanya pngin ikutan nangis waktu gak nemuin kyungsoo TT
    Keep writing thor ^^

  2. fic ini bagus banget. Suasananya dapet.
    Saya suka puisinya, sederhana dan romantis, jadi langsung mengena bagi yang nggak terlalu paham puisi.

    Semua reaksinya natural, nggak berlebihan dan saya suka itu.
    Ditunggu karya-karya lainnya.
    Annie punya blog sendiri nggak?

  3. Ini super rromantis yaaah
    Sayang aku ga suka puisi
    Kayaknya kalo suka bakal jd lebih romantis
    Tapi aku suka ceritanya kok

  4. Kyaaaaaaaaa …. Daebak!! Jjang thor!!!
    Ini bener2 daebak …
    Romantis pisan euyyy
    ane jadi senyum2 sendiri bacanya sambil ngebayangin klo ane dan chanyeol yg mengalami ini 😀
    pokoke daebaklah ff author ini, teruslah berkarya thor 🙂

    1. Hi memey

      Kekeke, berkhayal tak apalah
      karena berkhayal adlh sebagian daripada iman *apa ini???* #abaikan 😀
      Eh, tapi makasih banget yah mey udah mau baca 🙂

    1. Hi yippie lulu

      Makasih banget yah udah mau baca 🙂
      Nih … aku kasih 100 sempak Luhan sbgai hadiah krna udah ngasih 100 thumbs #plaaakk 😀

    1. Hi shin hyun ae

      Wah, pas banget tuh bacanya pas lagi ujan kekeke
      Tapi makasih banget yah udah mau baca 🙂

  5. author ? apa-apaan ini ?!
    you add too much sugar in this fic >.< too sweeet.
    suka pol sama fic ini thor, ide dan cara penyampaiannya keren banget. And hei, this is about Do Kyungsoo, my-doe-eyed-honey.
    argh aku nggak tahan ama karakternya kyungsoo di sini, dia nakal banget, main sembunyi-sembunyi haha dan cara ketemuannya itu loo, bikin ngiri banget 😥 aku juga pingin deh ketemuan kaya gitu ama Kyungsoo *kicked
    itu puisinya buat sendiri thor ? jjang~
    fic mu sukses bikin senyum-senyum sendiri thor, tanggung jawab hayo 🙂 terus nulis yaa, ntar pasti aku baca deh hehe

    *sorry for this drabble comment, i'm asa 93 line, nice to meet you 🙂

    1. Hi SleepingPanda ^^

      Sebelumnya makasih banget yah udah bersedia membaca FF ini 🙂
      SleepingPanda aku doa’in deh, mudah2an bisa ketemu D.O suatu hari nanti
      dgn cara yg jauh lebih romantis daripada di FF ini *Amin* 🙂
      Dan soal puisi, itu puisi kubikin sendiri heheee
      Puisinya rada2 aneh sbnrnya di telingaku,
      gak mirip puisi soalnye, lbh mirip cerita *???* 😀

      Sekali lagi gomawo yah SleepingPanda …
      Nice to meet you too …
      Aku 90 line ^^

    2. wee, unni 😀 *aku panggil unni ga apa ya
      do’a nya unni bagus banget ya Tuhan T^T amiinn amiin

Pip~ Pip~ Pip~