If I Die Tomorrow

[R] If I Die Tomorrow

‘Kalau aku mati besok…

Bisakah kalian terus bersama?’

 

An Alternate Universe Songfics story from Jstnkrbll

a/n :

the italic words mean flashback. I recommend some songs like :

BTOB’s Ilhoon – If I Die Tomorrow (Cover of Beenzino);

BTOB’s Ilhoon – Everything’s Good;

Wu Yifan – Time Boils The Rain;

Luhan – Our Tomorrow

or anything that you want to hear while reading this story. Thanks before\love sign/

Poster credit to Blithemee Art ♥

Happy Reading, Ppyeong!

-45

Irama-irama itu terus mengalun dari sebuah ruangan bernomor 3-10. Membuat siapapun yang lewat di depannya penasaran dan ingin sedikit mengintip apa yang dilakukan sang pemilik ruangan di dalam sana.

Termasuk seorang anak kecil yang sedang memakan sebatang lolipop.

Dengan pelan, dia mengintip dari celah kecil di jendela.

Terlihat punggung seorang pria tengah bermain piano. Di tangannya ada sebuah gelang berwarna putih, sama seperti yang ia pakai.

“Chan! Sedang apa kau disitu?”

Seorang perempuan menghampiri anak itu. Anak yang dipanggil ‘Chan’ itu menoleh.

“Ah, itu noona, suara pianonya merdu sekali. Hyung itu jago sekali memainkan pianonya.”

Perempuan itu melongokkan kepalanya, lalu menatap anak itu lekat-lekat.

“Chan, lain kali kalau kau mau pergi kemana bilang dulu pada noona, nanti noona susah mencarimu.”

Chan hanya mengangguk meski wajahnya tetap memperhatikan pria yang ada di dalam ruangan itu.

Noona, hyung itu tampan. Tapi sayangnya dia pakai gelang yang sama seperti milik Chan.”

Perempuan itu kembali melongokkan kepalanya. Dan kali ini ia terkejut setengah mati. Dengan tergesa-gesa, ia buru-buru menarik Chan pergi dari sana.

“Eh, kenapa noona?”

Perempuan itu tak menjawab dan terus menarik tangan Chan. Setelah dikiranya tempat mereka lumayan jauh dari kamar tadi, perempuan itu berjongkok di depan Chan. Chan bingung.

“Itu Zhang Yixing, Chan.”

“Siapa? Zhang – siapa?”

“Zhang Yixing. Lay. Orang yang sering noona ceritakan padamu,” tiba-tiba saja suara sang perempuan menjadi parau. Air matanya mengalir begitu saja.

“Lay? Ah! Anggota EXO yang – eh, kenapa noona menangis?” Chan kaget. Tentu saja, tak ada angin tak ada petir tiba-tiba kakaknya menangis.

“Lay – hiks – Lay, punya penyakit yang sama sepertimu, Chan…”

Chan terdiam. Ia memandangi gelangnya dan beralih kepada wajah – jelek – kakaknya yang sedang menangis.

Hemofilia, ya…”

Kakaknya mengangguk dalam tangis. Perlahan, Chan memeluk kakaknya. Lolipopnya sudah ia buang entah kemana. Mungkin jatuh saat berlari.

“Tak apa, noona. Nanti Chan sampaikan pada Lay hyung, kalau noona sangat menyukainya…”

Tapi kakaknya malah terus menangis.

Lay menghela nafasnya entah untuk ke berapa kalinya. Jari-jarinya yang berada di atas tuts piano, ia lemaskan. Tangan yang terlingkari gelang putih, ia angkat tinggi-tinggi sampai batas wajahnya. Dan setelah ia pandangi sampai puas, ia menurunkannya.

Sejak kapan seorang Zhang Yixing jadi pemurung?

Lay tidak tahu. Yang ia tahu, penyakitnya sudah merenggut kebahagiannya.

Tidak, Lay tidak menyalahkan takdir. Seorang Zhang Yixing tidak pernah menyalahkan siapapun atas sesuatu yang terjadi pada dirinya.

Tapi Zhang Yixing juga punya batas. Terkurung di kamar ini selama setahun ke belakang ini membuatnya tak bisa melakukan apapun dengan bebas. Dan Lay tidak menyukainya.

Ia tak bisa menari lagi. Sesuatu yang sangat ia sukai dari kecil. Ia tidak boleh menyanyi terlalu sering – managernya bahkan membuat jadwal kapan Lay boleh bernyanyi atau tidak. Yang bisa ia lakukan hanyalah bermain piano atau gitar. Tapi akhir-akhir ini dokter juga melarangnya bermain gitar. Jadi ia bermain piano setiap hari. Meski hanya hemofilia, dokter menyarankan dirinya agar tidak banyak melakukan aktifitas berat.

Terkadang, ia membuat lagu seperti sebelum-sebelumnya. Tapi tanpa pergi keluar, ia tak punya inspirasi apapun. Manager melarangnya keluar dari kamar jika tak ada urusan terlalu penting. Bisa-bisa rumah sakit heboh karena ternyata seorang bintang dunia sekelas Lay sedang menjalani masa perawatan disini.

Untuk pertama kalinya, seorang Zhang Yixing membenci keadaannya sendiri.

“Hyung?”

Lay menoleh. Dilihatnya Sehun melongokkan kepalanya diantara celah pintu kamarnya.

“Sedang sibuk?”

Lay menggeleng dan tersenyum.

“Memangnya kenapa?”

Sehun tampak ragu. Tapi Lay sudah bisa menebak tujuannya.

“Mengantarmu membeli bubble tea? Baiklah, hyung bersiap dulu.”

Sehun tersenyum lebar.

“Gomawo hyung!”

“Hyung…”

Lay menoleh. Sehun menatapnya sendu.

“Ada apa?”

Sehun menunduk. Mendadak bubble tea nya terasa hambar.

“Ini sudah satu tahun sejak kepergian Luhan hyung.”

Lay terdiam.

“Ah, maaf hyung, seharusnya aku tidak membicarakan ini setelah hari ulang tahunmu – “

“Tidak apa, Sehun. Kalau kau mau bercerita, cerita saja.”

Sehun menunduk lagi.

“Sebelumnya aku minta maaf hyung. Mungkin hubunganku denganmu belum terlalu dekat dulu. Tapi sekarang, aku tak punya siapa-siapa lagi untuk bercerita…”

“Hyung tahu bukan, kami dekat sekali…”

Lay tersenyum kecil.

“Aku merindukannya hyung.”

Sehun menggenggam cup bubble tea nya erat. Dan Lay hanya menatapnya sedih.

Yah, mau menghibur pun percuma. Dirinya juga merindukan sosok rusa dari Cina itu.

“Tapi aku bahagia, dia bisa meraih mimpinya disana sekarang. Kurasa… dia lebih bebas dan bahagia sekarang.”

“Ya, kau benar.” Lay tersenyum. “Maka dari itu kita juga harus berbahagia. Karena Yifan hyung, Luhan hyung, dan Tao juga bahagia sekarang.”

“Hyung, kau tidak ada niatan untuk pergi seperti mereka, kan?”

Lay tersenyum, menampilkan lesung pipitnya.

“Tidak. Mana mungkin aku meninggalkanmu sendirian, Hun.”

Sehun tersenyum. Setidaknya Lay sudah berjanji tidak akan meninggalkannya.

 

Ah, Lay jadi merasa bersalah pada Sehun. Seharusnya ia bisa menemani Sehun disaat-saat seperti ini. Suho sedang sibuk syuting kesana kemari. Ia tidak bisa menemani Sehun setiap saat. Apalagi 2 minggu lagi ada jadwal konser di Jepang. Lay takut Sehun merasa sendiri.

Ah iya. Konser.

Rangkaian konser EXOluXion terpaksa berhenti bahkan sebelum encore di Korea. Dirinya mengalami kecelakaan saat perjalanan menuju penginapan. Membuat hemofilianya kambuh, dan ia terpaksa beristirahat dari dunia hiburan selama beberapa waktu.

Tapi sampai kapan, ia tidak tahu.

Ia menatap kalender di dinding yang sudah dipenuhi banyak coretan.

Ulang tahunnya kira-kira sebulan lagi. Lay berharap ia bisa keluar dari rumah sakit saat ulang tahunnya.

Tapi waktu sebulan terlalu sebentar bagi pemulihan penyakitnya.

-30

Esok lusa adalah hari konser.

Dan Lay mendapat kunjungan dari teman-temannya.

Hyung, ayo kita ke Jepang bersama.” Rayu Sehun. Lay hanya tersenyum.

“Kalau manager dan dokter mengizinkan, Hun.” Sehun cemberut.

Hyung! Setelah sembuh, kau harus menari kembali! Aku tidak mau terus-terusan menjadi lead dancer menggantikanmu. Aku tidak bisa menari sehebat dirimu hyung!” Rajuk Chanyeol. Lay tertawa.

“Bukannya ada Minseok hyung? Kenapa kau mau menggantikanku?”

“Ah, itu… eh, karena…”

“Bilang saja kau mau terus ada di depan, Yeol.” Sahut Xiumin. Chanyeol tersenyum malu. Lay tertawa.

Hyung, kau tak bosan disini? Tanya Kai sambil memandangi ruangan yang Lay tempati.

“Tidak, berkat kalian aku jadi tidak bosan lagi.”

“Apa kau masih menulis lagu hyung?” tanya Baekhyun. Lay mengangguk.

“Aku menulis satu. Ada diatas piano kalau kau mau melihat. Tapi itu belum rampung.” Baekhyun buru-buru mengambil sheet musik yang dimaksud Lay.

“Eh, Kyungsoo dan Junmyeon hyung mana?” tanya Lay.

“Kyungsoo ada jadwal syuting lagi. Junmyeon hyung katanya dalam perjalanan. Ia barusan menemui CEO dulu.” Jawab Chen. “Hyung, apa gitarmu diambil? Kenapa tidak ada?”

“Manager hyung menyembunyikannya. Entahlah, aku tidak mau mencari tahu pula.”

“Eh?” Chen kaget mendengar ucapan Lay yang terdengar tak acuh. Untuk pertama kalinya ia mendengar seorang Zhang Yixing berkata cuek.

“Ah, tidak. Kurasa dia menyimpannya di suatu tempat.” Lay buru-buru berujar kembali. Chen menatapnya curiga. Begitu juga dengan anggota lain.

Hyung, kau ada masalah?” tanya Sehun.

“Ah, tidak. Kalian bicara apa sih,” ucap Lay pura-pura.

Namun seorang Zhang Yixing tidak pandai berpura-pura.

“Kalau kau ada masalah, bicarakan saja pada kami.” Ucap Xiumin.

“Tidak, hyung. Tidak ada apa-apa, sungguh.” Jawab Lay meyakinkan.

Hyung tidak pernah seperti ini sebelumnya.” Ucap Chanyeol. “Ada apa hyung?”

Tapi Lay tetap tersenyum.

“Tidak, percayalah. Aku baik-baik saja.”

Dan para anggota pun mau tak mau mempercayainya.

“Xing? Kau di dalam?”

Lay mengalihkan perhatiannya dari sheet musik di tangannya pada wajah Suho yang berada di celah pintu.

“Ya, masuk saja hyung.”

Lay melanjutkan tulisannya. Suho duduk di pinggiran kasurnya.

“Yixing, aku minta maaf kalau aku lancang, tapi, aku perlu menjelaskan sesuatu kepadamu.”

Lay tak menoleh, tapi kepalanya mengangguk. Mengisyaratkan pada Suho bahwa ia mendengar semuanya meski ia sedang menulis lagu.

“Kau tahu, anggota kita sedang kacau sekarang. Setelah 3 orang memutuskan untuk solo karir, kau, anggota terakhir kami yang berasal dari negeri sebrang, sedang hiatus dan memulihkan diri.”

Lay mengangguk lagi.

“Barusan aku menemui CEO. Dan aku… mendapat kabar kurang bagus.”

Lay akhirnya menghentikan gerakan pensilnya.

“Memangnya ada apa, hyung?”

Suho menggigit bibirnya, sedikit ragu harus memberi tahu Lay atau tidak.

Lawsuit ketiga mantan anggota kita, dimenangkan oleh perusahaan. Dan mereka bertiga kini mau tak mau menjadi anggota EXO kembali. Padahal mereka bertiga tidak mau – maksudku, mereka bertiga sudah mempunyai karir yang melejit di Cina sana.”

Lay terdiam. Ia tidak tahu harus senang atau malah bersedih.

“Bukannya itu berita bagus? Para fans pasti akan senang setengah mati melihat kita berkumpul kembali, bukan?”

Suho menggelengkan kepalanya.

“Ini bukan masalah fans, Xing.”

Lay mendongak menatap Suho.

“Ini masalah anggota kita.”

Lay tak mengerti.

“Apa? Memangnya kenapa?”

“Mereka – maksudku kita, sudah berjuang selama 4 tahun setelah jatuh bangun ditinggal mereka bertiga. Aku tahu pasti akan terjadi sesuatu yang tidak akan beres kalau terus dipaksakan.”

Lay menggeleng.

“Tidak, aku pasti menerima mereka. Hyung lupa? Kita juga sudah banyak mengukir kenangan dengan mereka bertiga.”

Suho menunduk.

“Hanya kau yang berkata seperti itu.”

“Apa?”

“Semuanya menolak. Termasuk Sehun – dan aku.”

Lay menyimpan sheet musik dan pensil miliknya di meja.

Hyung…”

“Aku tahu, aku tahu Xing. Ini prosedur perusahaan. Aku harus mengikutinya bagaimanapun juga. Tapi, perasaanku tidak bisa berbohong, Xing. Kau tak sakit hati melihat mereka begitu menimati karir solo mereka disana?”

Suho mengacak rambutnya frustasi. Lay terdiam.

“Ingat skandal Baekhyun dengan Taeyeon noona dulu? Baekhyun bahkan frustasi selama beberapa minggu karena dipaksa meneruskan hubungan palsu mereka. Aku takut, kejadian ini terulang lagi dan para anggota akan merasa frustasi.”

Lay menghela nafas panjang.

“Maaf, aku tahu kau sedang sakit. Tapi disaat seperti ini, kau harus tahu semuanya.”

“Tak apa. Situasi seperti ini semuanya netral hyung. Tak ada yang salah, juga tak ada yang benar.”

Suho mengangguk kecil.

“Oh iya, mereka bilang, mereka akan menjengukmu. Semoga kau tak keberatan, Xing.”

Lay agak terkejut mendengarnya, namun ia tetap mengangguk mengiyakan.

“Baiklah. Terima kasih hyung. Seharusnya kau sudah beristirahat sekarang. Kau harus pergi ke Jepang pagi sekali.”

“Tak apa. Aku justru senang bisa menemanimu sekarang.”

Lay tahu. Suho berpura-pura. Sebagai leader bergolongan darah AB, dia pandai menyembunyikan perasaannya. Namun tidak di hadapan Lay.

“Istirahatlah, hyung. Akan kupanggilkan perawat untuk menyediakan selimut dan bantal untukmu.”

“Tidak perlu, Xing. Sungguh.

Yah, ia juga sedikit keras kepala.

“Baiklah, terserah hyung saja.”

Lay tersenyum. Suho lalu mendudukkan dirinya di sofa.

Tapi tak lama kemudian terdengar suara dengkuran halus miliknya. Dan Lay tersenyum mendengarnya.

“Junmyeon hyung tidak pernah berubah.”

Ia kemudian menatap langit-langit ruangannya.

“Kejadian ini terulang lagi…”

Mengabaikan perasaan berkecamuknya, Lay mematikan lampu kamar dan menyusul Suho ke alam mimpi.

Ulang tahunnya tinggal sebulan lagi. Tapi hal-hal yang tidak di inginkan malah terus terjadi.

-21

Benar saja, seminggu setelahnya, Lay mendapat kunjungan dari teman-temannya yang sudah sukses bersolo karir.

“Xing, aku tidak menyangka penyakitmu kambuh lagi,” ucap Luhan. “Maafkan aku, seharusnya aku mengunjungimu dari dulu.”

Lay tersenyum.

“Tak apa hyung. Ah, bisakah kita berbicara dengan bahasa ibu kita saja? Tidak enak apabila orang lain bisa mendengar pembicaraan kita.”

“Ah, kau tidak pernah berubah, Xing. Dari dulu kau selalu baik kepada siapapun.” Ucap Kris. Lay terkekeh.

“Kau juga tidak berubah, Yifan ge. Selalu tidak pernah peduli pada orang lain.” Dan sekarang giliran Kris yang terkekeh.

“Zitao, kau tak mau mendekat?” tanya Lay pada Tao yang masih terdiam di depan pintu. Tao terdiam.

Gege, dui bu qi…” gumam Tao pelan. Lay tersenyum.

“Kenapa meminta maaf? Sini, aku ingin bercerita padamu.”

Tao, dengan ragu mendekat pada Lay.

“Bagaimana keadaanmu? Apa karirmu berjalan lancar?” Tao mengangguk.

Baba lebih mendukungku berkarir di Cina ketimbang di Korea.”

“Baguslah. Aku senang mendengarnya.”

Diluar dugaan, Kris, Luhan, dan Tao saling berpandangan.

“Ada apa?”

Mereka bertiga memandang Lay ragu.

“Apa kau tahu tentang berita kami?” tanya Luhan.

“Tentu saja.”

“Dan pendapatmu?”

“Aku setuju.”

Mereka bertiga terbelalak.

“Tapi kan – “

“Aku tahu. Dan aku tak mempermasalahkan itu.”

Kris menghela nafas.

“Maaf, Xing.”

Lay tersenyum. Membuat Kris, Luhan, dan Tao makin bersalah.

“Tak apa. Sungguh, aku mengerti perasaan kalian.”

“Bukan, maksud kami – “ Luhan memandang Kris dan Tao sebelum melanjutkan perkataannya.

“Kami tak akan mengikuti prosedur perusahaan.”

Lay terbelalak.

“Kami sudah berjanji tak akan mengungkit apapun yang berhubungan dengan agensi kalian.”

“Maaf, tapi kami juga punya pendirian, Xing,” Ucap Kris. “Kami tak akan mudah diterima lagi. Kami sudah memutuskannya dari dulu.”

Bagai disambar petir, Lay mendadak lemas. Namun ia tetap berusaha tersenyum.

“Ah, aku mengerti. Bagaimanapun, kalian sudah sukses sekarang.”

Tao memeluk Lay.

“Maaf, ge.”

Lay hanya tersenyum dan balas memeluk Tao.

“Tak apa. Lagipula, semuanya akan baik-baik saja.”

“Xing…” Luhan menepuk bahu Lay.

“Kalau kau punya masalah, beritahu saja. Aku – maksudku kami, tak akan keberatan mendengarkan keluh kesahmu.”

Lay mengangguk mengiyakan.

“Sebenarnya, aku punya satu permintaan…”

“Ucapkan saja.”

Lay memandang mereka bertiga.

“Aku ingin kita berduabelas tampil dalam satu panggung, saat ulang tahunku nanti.”

Luhan, Kris, dan Tao memandangnya khawatir.

“Xing, lebih baik kau khawatirkan dirimu sendiri. Aku takut kau terluka lagi. Dokter bilang kau tidak boleh melakukan aktifitas berat, bukan?” ujar Kris.

“Aku pasti sembuh, ge. Aku tak akan selamanya sakit.”

“Yifan gege benar. Gege seharusnya mengkhawatirkan keadaan gege dahulu. Gege harus banyak beristirahat.” Sahut Tao.

“Apa kalian tidak mau melakukannya?”

Ketiganya terdiam.

“Aku mengerti. Ah, aku harus beristirahat sekarang. Bisakah kalian keluar? Aku ingin beristirahat.”

“Maaf, Xing.”

Lay hanya tersenyum.

“Tak apa. Aku hanya ingin beristirahat.”

Ia hanya ingin beristirahat dari semua persoalan di dunia ini.

Lay berbaring menatap langit-langit kamar sembari berpikir, apakah salah bila dia berharap ingin sembuh? Separah apa penyakitnya sampai ia tidak bisa sembuh? Apa ia mempunyai kesalahan besar sampai Tuhan melarangnya sembuh?

Tidak.

Ia tidak boleh berpikir terlalu jauh. Apalagi sampai menyangkut pautkan Tuhan.

Ia menghela nafas dan berusaha memejamkan matanya.

Berharap ia masih bisa melihat dunia esok hari dan melihat kesebelas temannya berkumpul kembali saat ulang tahunnya nanti.

-7

‘Grup naungan SM Entertainment, EXO, tengah mengalami kasus yang cukup rumit. Lawsuit ketiga mantan anggotanya dimenangkan oleh perusahaan SM Entertainment. Namun, nampaknya ketiga mantan anggota tersebut membangkang terhadap peraturan perusahaan. Bukannya mengikuti hasil peradilan yang telah ditetapkan, ketiga mantan anggota itu malah – ‘

Lay bergegas mematikan televisinya. Remote-nya ia lempar. Tak peduli jika manager akan marah nanti.

Ia marah. Kecewa. Sedih. Kesal. Semua perasaannya campur aduk sekarang.

Ia sekarang tidak tahu pihak mana yang harus ia percaya. Antara ketiga temannya atau kedelapan anggotanya.

Atau pihak perusahaan.

Ah, opsi terakhir sudah tak ia percayai dari dulu.

Dan mungkin kedua opsi lainnya juga.

Ibunya benar. Di dunia hiburan, kau hanya harus percaya pada dirimu sendiri. Semuanya kadang hanya berlaku baik di depan kamera. Meski sudah bertahun-tahun bersama, belum tentu itu sifat asli mereka.

Lay menghela nafas dan melihat ke arah jendela.

Eh, ada seorang anak kecil yang mengintip. Dan anak itu langsung membalikkan badannya begitu ketahuan oleh Lay.

Lay tersenyum. Tiba-tiba saja terlintas sebuah ide gila di otaknya.

Ia turun dari ranjang, dan perlahan membuka pintu kamar yang telah mengurung dirinya selama setahun lebih itu.

Hah, udaranya segar. Untunglah suasana koridornya sedang sepi. Anak itu tampang mencuri pandang ke jendelanya, masih tak sadar kalau sang pemilik kamar sudah keluar.

“Hei, mencariku?”

Anak itu terlonjak kaget. Di tangannya ada sebatang lolipop dan juga terlingkar gelang berwarna putih seperti miliknya.

“Ah, maaf hyung. Chan penasaran kenapa hyung tidak bermain piano hari ini – eh,” anak itu menutup mulutnya karena merasa sudah berbicara lancang. Tapi Lay hanya tertawa.

“Jadi kau sering mengintipku, ya?” Lay mensejajarkan tingginya dengan anak itu. “Namamu siapa tadi? Chan?”

Anak itu mengangguk kecil sambil tersenyum malu. “Hm, Lee Chan. Namaku Lee Chan.”

“Oh, baiklah. Chan, kau senang melihat hyung bermain piano, ya?”

Chan mengangguk.

“Nah, kau mau tidak – “

“LEE CHAN!!”

Chan dan Lay menoleh ke sumber suara. Kakak Chan nampak berlari tergopoh-gopoh menghampiri mereka.

“Sudah noona bilang kalau mau pergi bilang dulu! Kan semuanya jadi repot!” Kakaknya memarahi Chan, tapi wajahnya malah berurai air mata.

Noo-noona, kenapa menangis? Chan minta maaf…” Chan khawatir. Lay yang tidak tahu apa-apa jadi ikut khawatir.

“Kau tidak apa-apa?” tanya Lay. Ia khawatir akan dua hal; sesuatu yang buruk terjadi pada mereka, atau perempuan itu mengenalinya dan mengetahui penyakitnya.

“Maaf – hiks – aku hanya, khawatir pada Chan – hiks – maaf…”

“Chan tidak apa-apa, noona. Noona, jangan menangis… nanti Chan – hiks – ikut menangis…” Dan sekarang Chan malah ikut menangis.

Lay bingung.

“Maaf, tapi, apa kalian mengenalku?” tanya Lay. Ia sudah gila. Bertanya seperti itu saat keadaan seperti ini. Ia sendiri tidak tahu harus bertanya apa lagi.

“Tentu saja – hiks – noona penggemar beratmu, hyung,” ucap Chan.

“Eh?”

Jadi, alasan Hana – nama perempuan itu – menangis, karena ia mengenal Lay dan mengetahui penyakitnya.

Yah, mungkin bukan kenal secara resmi. Kau tahu, fans. Hanya melihat dari layar kaca saja sudah dianggap kenal.

“Jadi, tadi hyung memintaku untuk berbuat apa?” tanya Chan.

Ah, iya. Ide awalnya. Sial, Lay lupa.

“O-oppa, apa ini tidak apa-apa? Apa manager-nim tidak akan marah kalau oppa keluar kamar?” tanya Hana. Dia grogi. Grogi setengah mati. Idolanya ada di hadapannya. Dan yang lebih parah lagi berbincang dengannya.

“Tenang saja. Kalian aman.” Jawab Lay.

Hyung…” rajuk Chan. Lay tersenyum padanya. Sedikit mengingat apa idenya tadi.

“Ah, Hana, kau tahu letak gedung SM dari sini, bukan?”

Hana mengangguk ragu.

“Bisakah kau mengajakku kesana?”

“A-apa itu aman? Aku takut – lalu bagaimana dengan Chan? Aku tidak bisa meninggalkannya disini…”

“Dia ikut. Aku punya rencana. Maukah kalian membantuku?”

Hana memandang Chan yang masih memakan lolipopnya. Sebenarnya Chan sudah besar – dia berumur 10 saat bulan Februari kemarin – , tapi tetap saja Hana khawatir. Chan punya hemofilia yang tidak bisa disembuhkan. Ia harus mencegahnya supaya tidak terluka.

“Tak mau tak apa.”

“Kalau oppa bisa menjamin keselamatan Chan – dan keselamatan oppa sendiri – aku bisa membantu.”

Lay tersenyum, menampilkan lesung pipit tunggal miliknya – yang membuat Hana bersemu merah.

“Baiklah. Kau bisa menyetir?”

Oppa, macet sekali… kita tidak akan bisa sampai seperti jadwal.” Ucap Hana pada Lay yang berada di kursi belakang mobilnya.

Yap. Lay menyuruh Hana menyetir sampai ke gedung SM. Gila? Tidak. Lay hanya jenuh dengan keadaan. Ia ingin kesebelas temannya akur kembali. Itu saja.

Meski harus menyeret Hana dan Chan sebagai pihak yang tidak bersalah. Lagipula tidak akan ada yang tahu.

“Berapa jauh lagi?” Lay bertanya sambil menidurkan Chan.

“Di depan tinggal belok kiri dan kita sampai. Tapi macet sekali. Sepertinya di gedung sedang ada – Oppa! Jangan pergi!”

Hana berseru sembari meng-klakson Lay yang sudah berlari keluar mobil. Lay memang memakai penyamaran, tapi ia sedang dalam masa perawatan Membiarkan Lay pergi sendiri sama saja dengan membiarkannya ma – tunggu, dia tidak mungkin mati hanya karena berdesakkan, bukan?

Lay sendiri merapatkan masker dan topi yang dipakainya dan langsung berlari ke gedung.

Benar saja, gedung sedang ramai. Banyak fans, wartawan, dan petugas. Semuanya ricuh.

Lay berusaha mengendap-endap ke gerbang belakang yang hanya orang dalam yang tahu.

Tapi tiba-tiba saja kepalanya pusing. Nafasnya sesak. Matanya berkunang-kunang. Dan semua pandangan tertuju padanya.

Lay merasa kepalanya berat sekali. Serasa ingin tidur, namun ia masih punya pekerjaan.

Sekilas, ia melihat ibunya tersenyum padanya.

“Mengantuk? Tidurlah, nanti Mama bangunkan.”

Menurut pada ibunya, Lay akhirnya jatuh tertidur.

“Kyaaaaa!!!! Itu Lay Oppa!!!”

Lay tak sadarkan diri di keramaian saat ulang tahunnya tinggal seminggu lagi.

-1

Suara bising peralatan rumah sakit membuat Lay terbangun. Ia baru sadar kalau di hidungnya sudah ada masker oksigen dan di tangannya ada selang infus.

Apa yang terjadi?

“Yixing! Astaga, syukurlah kau sadar. Mama khawatir sekali.”

Apa? Kenapa ibunya ada disini?

Mama….”

Ibunya mengusap air matanya. “Tak apa, Mama ada disini. Kalau sakit, bilang pada Mama.”

Lay ingin sekali bertanya banyak pada ibunya, tapi badannya lemas sekali. Bibirnya hampir sulit bergerak. Nafasnya masih terasa sesak.

“Kau ditemukan tak sadarkan diri di depan gedung perusahaan saat sedang terjadi kericuhan. Dokter bilang kau kekurangan oksigen karena berdesakkan dan berhimpitan. Tapi syukurlah kau sudah sadar. Dokter bilang kau koma,” jelas ibunya. Ia mengelus rambut Lay dengan sayang.

Lay ingin menangis melihat ibunya mengkhawatirkan dirinya. Ia sangat membenci keadaannya saat ini.

“Jangan dulu banyak berbicara, ya. Dokter bilang paru-parumu masih lemah, tak bisa menampung oksigen dengan maksimal.”

Lay mengangguk lemah.

“Teman-temanmu sedang di luar. Mau Mama suruh ke dalam?”

Lay menggeleng.

“Kenapa – ah, Mama mengerti. Istirahatlah, kalau ada apa-apa Mama ada disini.”

Lay mengangguk dan tersenyum lemah.

Ia tahu waktunya sudah dekat.

Serasa percuma jika ia masih terus bertahan sekarang.

Terkadang ia ingin mencintai dirinya sendiri seperti ia mencintai ibunya. Seperti ia mencintai teman-temannya. Seperti ia mencintai para fans yang selalu mendukungnya.

Namun rasa sayangnya terhadap orang lain terlalu besar. Sampai ia sulit mencintai dirinya sendiri.

Bisakah teman-temannya merasakan hal itu?

Kalau selama ini ia berjuang agar mereka bisa kembali bersama?

Ia melakukannya bukan hanya untuk keinginannya sendiri. Ia sudah menyerah terhadap perasannya sendiri.

Tapi terus-terusan memperlakukan orang lain dengan baik sementara ia mendapat buruknya, ia lelah juga.

Terkadang, Lay hanya ingin menyerah pada semua perasaannya.

Dan sekarang waktunya.

Lupakan semua masalahtentang kedelapan anggota dan semua sifatnya, tentang Kris dan egonya, tentang Luhan dan mimpinya, tentang Tao dan ayahnya, tentang perusahaan dan segala tetek bengeknya, tentang penyakitnya yang tak kunjung sembuh.

Kali ini, Lay ingin menyerah pada perasaannya.

Perasaan yang sudah terlalu lelah bahkan mati dalam dirinya.

Ia ingin semuanya baik-baik saja. Itu saja. Tak lebih.

Karena kebahagiaan orang lain juga kebahagiaan bagi dirinya sendiri.

“Yixing, jangan lupa untuk memikirkan dirimu sendiri. Kau juga perlu bahagia diatas perasaanmu sendiri.”

Ma…”

Dengan lirih, ia memanggil ibunya.

“Ya? Kenapa? Ada yang sakit?”

Lay menggeleng.

“Bisa – huh – panggilkan teman-teman?” Dengan sedikit tarikan nafas – yang membutuhkan banyak tenaga saat ini – Lay berbicara pada ibunya. Ibunya hanya mengangguk dan pergi keluar memanggil anggota lain.

Dan mereka bersebelas, masuk ke ruangan Lay. Diikuti sang ibu yang kini menggenggam tangan Lay dengan sayang.

“Ah, sudah lama – huh – aku tak melihat kita semua berkumpul – huh – bersama,” Lay tersenyum. Namun anggota lain tak ada yang tersenyum sedikitpun. Semua memandang Lay khawatir.

Hyung, jangan terlalu memaksakan diri,” ucap Sehun. Tapi Lay hanya tersenyum.

“Tak apa. Lagipula – huh – aku hanya ingin menyampaikan sesuatu.”

Lay menarik nafas panjang meski menimbulkan nyeri di dadanya.

“Kita sudah bersama selama 2 tahun. Meski singkat, tapi – huh – semuanya bisa mengingatnya dengan baik, bukan?”

“Yixing-ah, jangan memaksakan diri,” ucap Suho. Tapi Lay tidak menggubrisnya.

Waktunya tak banyak hanya untuk sekedar membalas perkataan Suho.

“Ini mungkin terdengar kejam – huh – dan aku yakin tak semuanya – huh – bisa menerimanya.”

Lay memejamkan matanya saat dirasa nafasnya mulai memberat.

“Tapi, jika aku mati esok hari – “

“Jangan lupa bahagia diatas perasaanmu sendiri.”

“ – bisakah kalian semua terus bersama?”

Semuanya terdiam. Genggaman ibu Lay terus mengerat.

“Aku hanya ingin – huh – menyampaikan itu. Tak apa, bila kalian – huh – tak bisa mewujudkannya. Aku senang – huh – kalau kalian juga senang.”

“Yixing…”

“Dan sekarang – huh – aku ingin berdua saja dengan Mama. Bisakah – huh – kalian keluar?”

Anggota lain tak banyak bicara dan memenuhi permintaan Lay.

Ibunya tengah menangis sekarang.

Mama…”

Lay mengusap tangan ibunya.

“Kalau Yixing besok tidak bangun, tolong beritahu Baba dan Nainai, kalau Yixing menyayangi mereka.”

Tapi ibunya malah terus menangis.

Mama…”

Lay menghapus air mata ibunya.

Wo ai ni.”

Dan ibunya tetap menangis.

Dan malam itu, Lay beristirahat sambil menggenggam tangan ibunya.

As my eyes that look at the night sky for last time

I tell myself that the self-torture will end tomorrow morning

I pray for the last time, to send me to the heaven

I’m gonna leave first

Even when I lay everything down, my heart still heavy

I always in your minds, so don’t forget

Though it’s not a dream, though I leave now

 

BTOB’s Ilhoon – If I Die Tomorrow (Cover of Beenzino)

 

 

-0

“Berita duka datang dari dunia K-Pop. Salah satu anggota boygroup EXO, Lay, meninggal dunia pada tengah malam tadi, tepat saat ulang tahunnya. Kedelapan anggota dan ketiga mantan anggota yang tengah mengalami sengketa, merasa sangat terpukul dan kehilangan. SM Entertainment selaku agensi terkait berencana menggelar konser yang di tujukan untuk – “

“Chan, matikan tv-nya.”

“ – dan atas permintaan Lay sendiri dengan 11 – “

Hana lalu mengambil remote tv dari tangan Chan.

“Hari ini kau tidak boleh menonton tv.”

Chan memajukan bibirnya.

“Tak ada acara aegyo. Apalagi membeli lolipop. Kau tidak boleh keluar dari kamar hari ini.”

Noona…” rajuk Chan. Namun Hana tak mau melihatnya.

“Tak ada penolakan.”

Chan makin memajukan bibirnya.

“Kalau berkunjung ke kamar Yixing hyung? Boleh?”

Hati Hana mencelos. Air matanya meminta untuk dikeluarkan saat itu juga.

“Tidak. Kau tidak boleh – hiks – pergi kemana-mana.”

“Tapi aku rindu Yixing hyung…”

Hana memeluk adik satu-satunya itu. Chan yang tidak tahu apa-apa pasrah dipeluk.

“Aku juga merindukannya Chan,” isaknya.

Noona menangis lagi? Nanti aku beri tahu Eomma kalau noona menghabiskan tissue lagi,” ujar Chan.

“Ya! Dasar adik yang menyebalkan!”

Chan tertawa.

Yah, setidaknya noona-nya tidak bersedih lagi.

‘Selamat ulang tahun, Yixing hyung. Baik-baik disana. Jangan lupakan kami, ya…’

 

FIN.

 

 

Harusnya jadi project Lay birthday, tapi ada sesuatu jadi baru di post sekarang. HAHA. Yeah I know. It’s weird. Don’t care anw HAHA.

Hello hello there, anybody miss me? (((BIG NO))) (((ayas kepedean)))

Buat yang nunggu ff daku yang lain, sabar eya.

Oya, panggil ayas aja. Ato yi. Jangan thor. Daku bukan pahlawan avengers yang gondrong dengan palu gedenya itu. No. I’m definitely a human. (((dan bukan pula cast ftv turki yang lagi booming itu. Bukan)))

Oke, mind to leave some review?

Kritik dan saran sangat dibutuhkan \love sign/

 

Regards,

 

Jstnkrbll.

4 tanggapan untuk “If I Die Tomorrow”

  1. aku panggil ka ayas aja ya? doalnya aku line02 . Pertama aku mau ngucapin kangen sama ficnya ka ayas. seinget aku, aku terakhir baca yang time. itu juga bikin aku baper. buat fic ini, aku gk baper. tapi udh nangis nangis sejadi jadinya. takut deeh kejadian kyk gtuu klo.misalnya… nyata. gk mauu TT lay, nangis akuu.. nangis banget akuu.. lay tegar banget yaa.. aku udh nangis dari scene sehun kangen luhan. dan terusannya malah makin bikin nangis. udh ah aku komennya juga ini sambil nangis. TT daebak!! keep writing!!!

Pip~ Pip~ Pip~