[EXOFFI FREELANCE] Secret Wife Season 2 – (Chapter 15)

poster-secret-wife-season-21

Tittle                : Secret Wife Season 2

Author            : Dwi Lestari

Genre              : Romance, Friendship, Marriage Life

Length            : Chaptered

Rating             : PG 15

Main Cast :
Park Chanyeol, Kim Soah (Aiko)

Support Cast :

Oh Sehun, Min Aera, Kim Nara, all member EXO and other cast. Cast dapat bertambah atau menghilang seiring berjalannya cerita.

 Summary:

Soah terpaksa menjalani pernikahan rahasia dengan artis papan atas Park Chanyeol, demi menghindari kutukan keluarganya. Meski sebenarnya dia tak pernah percaya jika kutukan itu masih berlaku.

Disclaimer                  : Cerita ini murni buatan saya. Juga saya share di wattpad pribadiku: @dwi_lestari22

Author’s note           : Sekedar mengingatkan, jika ini berbeda dengan SECRET WIFE yang pertama. Ini bukan kelanjutannya. Cerita ini berdiri sendiri. Tapi akan ada beberapa hal yang sama. Dijamin tidak kalah seru. Maaf jika alurnya gj. No kopas, no plagiat. Jangan lupa komentarnya. Gomawoyo. Sorry for Typo. Happy Reading.

 

Chapter 15

(Please, Stay With Me)

Jangan lepaskan tanganku

Jadilah cahaya terangku dalam kenanganku yang gelap

Masih dengan hati yang resah, Soah mencoba menjalani aktivitasnya seperti biasa. Semua menjadi berbeda sejak hari itu. Perasaan bersalah masih terus menghantuinya. Dia mencoba menyibukan diri meski ada waktu luang. Jika biasanya dia akan mengambil libur di hari Jumat dan Minggu, maka kini hanya hari Minggu. Di hari Minggu pun ia isi dengan kegiatan-kegiatan sosial. Seperti ke Panti Asuhan atau Panti Jompo. Dia juga kadang ke rumah sakit untuk menjadi relawan.

Banyak kegiatan yang dibenci namun dilakukannya akhir-akhir ini, hanya untuk menghilangkan rasa bersalahnya. Namun rasa itu masih selalu hadir. Seperti contoh ketika akan tidur. Tak heran jika kadang dia tak bisa tertidur karenanya. Yang menjadi pilihannya adalah mengkonsumsi obat tidur. Dia mulai menyetok persedian obat tersebut.

Hari ini dia baru pulang setelah jam menunjuk di angka sebelas. Raut lelah terlihat jelas di wajah cantiknya setelah seharian bermain dengan anak-anak di Panti Asuhan. Dia sengaja pulang setelah mereka semua tertidur.

Dengan langkah beratnya dia memasuki apartemennya setelah memakai sandal rumahnya. Dia duduk di sofa depan TV. Hari ini suaminya tak pulang lagi, itulan pesan yang diterimanya siang tadi. Entah sudah berapa hari pria itu tak menunjukkan batang hidungnya di sana. Dia sudah tak bisa menghitungnya. Yang pasti dia harus sarapan sendiri setiap pagi. Terkadang dia sarapan di kantor jika sedang malas memasak.

Setelah meletakkan tasnya di meja, Soah merebahkan tubuhnya di sofa. Kepalanya sedikit pusing. Dia memejamkan matanya. Tanpa dia duga dia terlelap setelahnya. Tanpa berganti pakaian dan tanpa melepas coatnya.

Sementara itu di kamar Soah terlihat seorang pria tengah menata barang-barang yang tadi dibawanya. Di sampingnya terdapat seekor anjing yang tengah bermain dengan bola karet. Pria itu tersenyum melihat tingkah lucu anjingnya. Sesekali dia mengambilkan bola yang sudah terlempar jauh.

Dia melirik jam tangannya. Sudah selarut ini istrinya belum pulang. Mungkinkah terjadi sesuatu? Perasaan was-was mendatanginya. Atau mungkin istrinya memang tak pulang karena pesan yang dikirimnya siang tadi. Dia memang tak berencana pulang. Namun diurungkannya karena setelah hari itu dia tak akan tahu kapan dia bisa pulang.

Tangannya terulur mengambil ponsel setelah menyelesaikan pekerjaannya. Dia memang sedang menata rumah kecil untuk sang anjing. Dia berharap dengan memberi anjing, kesepian istrinya akan berkurang. Dia memang sedang sibuk-sibuknya mempromosikan album barunya.

Setelah menemukan nomor ponsel istrinya, dia menghubunginya. Tungkainya melangkah menuju dapur untuk mengambil minum. Dia mendengus kesal melihat orang yang dikhawatirkannya tengah terlelap di sofa. Perlahan dia mulai mendekatinya. Tertunduk melihat wajah lelah istrinya.

“Sejak kapan kau datang?” Dia tahu pertanyaannya tak akan didengar istrinya. Yang bisa dilakukannya hanyalah tersenyum sambil merapikan anak rambut istrinya.

“Kau bahkan belum mengganti pakaianmu.” Dengan penuh kekuatan dia mengangkat tubuh istrinya. Membawanya ke kamar untuk membuatnya semakin nyaman. Dia melepaskan coat istrinya. Menarik selimut untuknya kemudian.

“Selamat tidur Soah,” ucapnya sebelum mengecup mesra kening istrinya.

-o0o-

 

Matahari sudah nampak malu-malu di ufuk timur. Sinarnya mulai membuat belahan bumi yang tadinya dingin menjadi hangat. Merubah kegelapan menjadi remang-remang hingga terang. Membangunkan manusia dari mimpi indahnya. Juga menidurkan binatang yang berkeliaran ketika malam. Membuat langit nampak indah berwarna kuning keemasan.

Soah ikut membuka matanya. Pemandangan indah langsung tersaji di depannya. Dia tersenyum meski ada pertanyaan. Wajah damai suaminya ketika tidur adalah alasannya tersenyum. Sedang pertanyaannya adalah kenapa dan kapan pria itu pulang?

Jemari lentiknya menyusuri setiap lekuk wajah suaminya. Betapa dia sangat merindukan pria itu? Senyum manisnya, suara dalamnya, tingkah konyolnya, dan semua yang berhubungan dengan pria itu.

Dia kembali tersenyum setelah menyimpan tangannya. Dia enggan membangunkannya. Karena memang masih betah memandanginya, juga sebab tak tega. Melihat wajah polosnya, membuat hatinya menghangat seolah beban dalam dirinya melayang dan hilang.

“Sudah puas melihatnya?” suara khas pria itu terdengar. Matanya masih tertutup.

“Belum. Jangan buka dulu matanya,” pinta Soah yang dijawab anggukan.

Pria itu menarik tubuh Soah, mendekapnya meski dengan mata yang tertutup. “Aku merindukanmu,” bisiknya.

“Aku juga,” tutur Soah.

Senyum mengembang terukir indah dari bibirnya. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain tidur sambil memeluk istrinya. “Biarkan seperti ini dulu,” ujar pria itu lagi.

Soah hanya mengangguk disela pelukannya.

Mereka benar-benar terdiam. Menikmati momen langka itu. Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Terhitung sudah limabelas menit mereka hanya diam dengan mata terpejam.

“Soah-ya,” panggil pria itu. Dia melepaskan pelukannya setelah membuka mata.

“Hmmh,” guman Soah sambil membuka mata.

“Kau terlihat semakin kurus ya. Tubuhmu bahkan lebih ringan dari sebelumnya.” Tangan pria itu mengusap pelan pipi Soah.

Soah mengangguk. “Aku kehilangan tiga kilo berat badanku.”

“Sebanyak itu. Sudah ku bilang kan tidak usah diet.”

“Aku tidak diet. Kau sendiri yang melarangku.”

“Lalu kenapa? Kau bahkan punya lingkaran hitam di matamu,” ucap pria itu sambil mengusap tempat dimana dia melihat ucapannya tadi. “Aku juga melihat obat tidur di laci. Apa kau susah tidur akhir-akhir ini?”

“Bagaimana aku bisa tidur nyenyak jika tidak ada yang memelukku.”

Pria itu tersenyum. Dia juga mengecup singkat bibir istrinya. “Maaf.”

Soah bangkit. Dia duduk, masih dengan kaki yang tertutup selimut. Suara dengusan juga terdengar. “Itulah kenapa sejak awal aku tidak suka berkencan apalagi menikah dengan idol.”

“Kenapa?”

“Mereka tidak punya hari Minggu.”

“Jadi, kau menyesal menikah denganku?”

“Sedikit.” Soah kembali bangkit. Kali ini dia turun dari ranjangnya. “Aku lapar.” Dia berjalan meninggalkan pria itu dengan raut wajah tak terbacanya.

“Guk, guk. Guk, guk.” Seekor anjing kecil mengampiri kaki Soah. Anjing itu juga mengusap-usapkan kepalanya.

Soah menunduk. Mengangkat anjing itu tinggi-tinggi. “Manisnya. Chanyeol-ssi, kau yang membawa ini?” ucapnya. Pandangannya ia tujukan pada pria yang sudah terduduk di ranjang.

Pria itu mengangguk. Dia ikut bangkit dan mendekati Soah.

“Siapa namanya?” tanya Soah. Dia sudah menggendong anjingnya.

“Aku belum memberinya nama. Aku baru membelinya kemarin sebelum pulang. Kau bisa memberikannya.” Tangan pria itu ikut mengusap kepala sang anjing.

“Bolognese kan?”

Pria itu mengangguk.

“Kau bahkan membuatkan rumah untuknya?” ucap Soah yang melihat perubahan baru di kamarnya.

“Aku hanya tidak ingin kau kesepian selama aku tidak disini. Karena kau bilang ingin menunda kehamilan, jadi hanya itu yang terfikir olehku. Apalagi kau alergi kucing,” kata pria itu sambil tersenyum tulus.

Soah mendekatkan wajahnya. Mencium singkat bibir suaminya. “Terima kasih,” senyum manis juga ia berikan.

“Kau ingin memberinya nama apa?”

“Livy. Dia kan perempuan.”

“Emmh. Jika kau memang menyukainya, kenapa tidak?” ucap pria itu yang disambut gonggongan anjing itu. “Dia bahkan terlihat menyukainya,” lanjutnya kembali sambil mengusap anjing itu.

“Kau benar Oppa.” Soah ikut mengusapnya.

Pria itu terdiam. Menatap dalam pada Soah yang masih sibuk bermain dengan anjingnya. Dia mendengar kata yang jarang wanita itu ucapkan. “Katakan lagi.”

“Apa?” tanya Soah yang belum paham. “Aaa,” ucapnya setelah paham. “Oppa. Kenapa, kau ingin kupanggil seperti itu?”

Pria itu mengangguk dengan cepat.

Soah tersenyum lebar, namun terlihat aneh. “Jika aku ingat,” senyumnya seketika hilang. Dia juga menyerahkan anjing yang digendongnya. “Aku mau buat sarapan.” Dia segera berlalu.

Yak, Kim Soah.”

Soah tak memperdulikan teriakan suaminya. Dia terus berlalu “Datanglah setelah memberi makan Livy,” tuturnya sebelum menghilang di balik pintu.

-o0o-

Soah masih terdiam di ruangannya. Jam pulang kantor sudah berjalan sejam yang lalu. Dia masih terlihat enggan beranjak. Bukan karena ada berkas yang harus ditandatanganinya. Bukan karena ada pekerjaan yang harus segera diselesaikannya. Juga bukan karena ada meeting yang harus dihadirinya. Hanya satu masalah, pesan dari sahabatnya. Sehun. Pria itu menunggunya di basement kantornya.

Daepyonim.” Entah sudah berapa lama gadis itu melambaikan tangannya di depan wajah Soah, namun sang empunya tak merespon. Baru ketika gadis itu menepuk pundaknya, Soah terlonjak kaget.

“Iya,” jawabnya asal. “Ada apa Sekretaris Min?” lanjutnya setelah kesadarannya kembali.

“Anda tidak akan pulang?”

“Iya. Kau duluan saja!” ucap Soah sambil tersenyum.

“Memangnya anda mau lembur. Aku rasa tidak ada pekerjaan yang harus dilembur,” ucap Sekretaris Min dengan raut penuh tanda tanya.

Soah tidak menjawab. Dia mengalihkan pandangannya kesegala arah. Bingung harus berterus terang atau tidak.

“Apa ada masalah?”

Soah menggeleng.

“Lalu?”

Soah masih terdiam. Bunyi pesan masuk terdengar dari ponselnya. Dia melirik sebentar ke arah layar. Dia kembali membuang muka setelah membaca nama si pengirim.

“Kenapa tak dibuka?” tanya Sekretaris Min.

Soah kembali menggeleng.

“Mau aku bukakan,” tutur Sekretaris Min kembali. Dia mengambil ponsel Soah. “Ini dari Sehun. Dia menunggumu di basement.”

“Aku tahu,” jawab Soah singkat.

Sekretaris Min menutup mulutnya. Raut terkejut juga terlukis di wajahnya. “Dia sudah mengirim pesan dari sejam lalu. Kenapa anda tak menemuinya?” Tatapan tajam juga ia layangkan pada Soah.

Soah hanya mendengus pasrah dan membuang muka.

“Kalian bertengkar?”

Lagi-lagi Soah hanya menggeleng.

“Jika tidak bertengkar, kenapa tidak menemuinya? Kau tak kasian padanya? Dia sudah menyempatkan waktunya untukmu disaat dia sedang sibuk mempromosikan album barunya. Dimana lagi kau akan dapat sahabat seperti dia?” ujar Sekretaris Min panjang lebar. Dia selalu bisa memberikan pengertian untuk gadis yang sedang duduk melamun tersebut. Karena memang dia sudah menganggap Soah seperti adiknya.

“Kau benar. Kenapa aku jadi seegois ini?” Soah mendengus pasrah. Dia mulai bangkit. Merapikan pakaiannya. Mengambil tas dan coatnya. “Ayo!”

Sekretaris Min mengangguk. Dia ikut meninggalkan ruang Soah. Mereka berjalan beriringan menuju basement.

“Apa jadwalku besok?” tanya Soah yang sudah memasuki lift.

“Besok hari Minggu,” jelas Sekretaris Min.

“Aku bahkan sudah lupa hari,” keluh Soah pada dirinya sendiri.

Sekretaris Min hanya tersenyum mendengarnya.

-o0o-

“Kau bisa mengajakku makan malam disaat kau sedang sibuknya mempromosikan album baru,” tutur Soah dengan nada mengeluh. Dia yang sudah menghabiskan setengah makanannya baru mengajak Sehun berbicara.

“Aku bahkan bisa mengajakmu berlibur jika mau,” jawab Sehun dengan mulut sedikit penuh. Dia menelan kasar makanannya untuk bisa memperjelas ucapannya.

“Kau mau dipecat?” ucap Soah masih dengan nada yang sama.

Sehun justru menanggapinya dengan senyum. Matanya tak lepas dari Soah dengan segala tingkahnya yang kini menyuapkan potongan daging ke mulutnya.

Soah hanya bersikap acuh karena tak sadar. Dia sibuk memasukan makanan ke mulutnya. Terkadang dia meneguk air agar tak tersedak.

Senyum mengembang masih tampak di wajah Sehun. Matanya juga tak lepas dari gadis yang duduk di depannya. Sesekali dia memasukan makanan ke mulutnya.

“Kenapa menatapku seperti itu?” tanya Soah yang tersadar. Dia juga menghentikan kunyahannya.

Sehun semakin memperlebar senyumnya. Tangannya terulur mengusap sudut bibir Soah. Membersihkannya dari saus makanan yang menempel disana.

Soah menelan cepat makanannya. Rasanya semakin aneh melihat tatapan pria itu. Tatapan masih sama seperti yang terakhir diingatnya, namun menunjukkan semakin besarnya perasaan itu tumbuh. Perasaan yang sudah diketahuinya bahkan sebelum mereka berpisah.

Soah memukul kepala Sehun dengan sumpitnya. “Matamu akan melompat jika kau terus seperti itu,” ucapnya kemudian.

“Aku hanya senang melihatmu lagi. Ada banyak hal yang ku sesali setelah kepergianmu. Karena itu, aku akan menghilangkannya selagi bersamamu,” ucap Sehun tulus sambil memegang kepalanya.

Dia meletakkan sumpitnya di meja dengan kasar, hingga menimbulkan bunyi yang nyaring. “Menyebalkan. Kau membuat selera makanku hilang.” Dia meminum airnya setelah mengatakannya.

Sehun tersenyum miring melihat piring yang menyisakan daun salam milik Soah. “Tentu saja. Kau sudah menghabiskan makananmu.”

Soah menutup mulutnya karena menguap. “Ayo pulang. Karena kekenyangan aku jadi mengantuk.” Dia kembali menutup mulutnya.

Sehun mengangguk mengiyakan.

-o0o-

“Terima kasih sudah mengantarku,” ucap Soah setelah mesin mobil Sehun berhenti. Mereka sudah tiba di depan gedung apartemen Soah. “Aku masuk dulu,” ucapnya lagi. Lengannya ditahan saat akan membuka pintu.

“Kau tidak menyuruhku mampir?” kata Sehun dengan nada memelasnya.

Soah menggeleng sambil melepaskan tangan Sehun. “Untuk apa? Melihat-lihat, minum kopi, atau menginap. Jangan harap! Aku bukan lagi bocah berusia duabelas tahun yang akan membiarkan seorang pria masuk kamarku seenaknya.”

“Menyebalkan.”

Soah hanya tersenyum dan melambaikan tangannya. Dia sudah membuka pintu mobil Sehun bersiap untuk keluar. Lagi-lagi lengannya ditarik Sehun, hingga membuatnya terduduk kembali. “Apa lagi?”

“Masih ada yang ingin aku katakan,” ucap Sehun setelah melepas tangannya.

Perasaan Soah mulai tak enak. Pria itu pasti akan mengungkapkannya lagi.

“Sebenarnya….” Sehun tak sempat melanjutkan kalimatnya karena Soah sudah menyelanya.

“Jangan katakan.”

“Maksudmu?”

“Aku tahu apa yang akan kau katakan. Aku juga tahu apa yang kau rasakan, bahkan sebelum kita berpisah. Dan sebenarnya hari itu aku mendengarnya.” Soah menatap tajam ke arah Sehun.

“Jika kau sudah tahu, kau tak akan menjawabnya?”

Soah memejamkan matanya sebentar. Mengambil nafas dalam dan mengeluarkannya dengan dengusan yang terkesan kesal. “Aku tidak mau berkencan denganmu.” Tepat setelah mengatakan itu Soah keluar dari mobil. Dia berjalan tergesa meninggalkan Sehun.

Dengan cepat pula Sehun mengejar Soah. Tangannya terulur menarik lengan Soah dan membuatnya berbalik menghadapnya. “Waeyo?”tanyanya dengan penuh penekanan.

“Kita sudah sepakat. Kau lupa janji yang kita buat dulu? Tidak akan pernah ada cinta sebagai pria dan wanita di antara kita. Kita sahabat, dan akan seperti itu sampai akhir.” Soah membuang kesal nafasnya. “Mianhaeyo.” Dia kembali berbalik setelah melepaskan tangannya.

Sehun kembali menariknya dengan cepat. “Bagaimana jika aku tidak ingat janji itu?”

“Itu berarti kau….emmmh,” belum sempat Soah melanjutkan kalimatnya mulutnya sudah dibungkam Sehun dengan mulutnya. Pria itu kini bahkan melumatnya. Terkesan buru-buru dan sedikit kasar. Semuanya terjadi terlalu cepat, membuat Soah tak begitu memahaminya.

Soah memberontak ketika sadar. Sia-sia. Pegangan pria itu pada tengkuknya terlalu kuat. Dengan keras dia menginjak kaki Sehun. Membuat ciuman itu benar-benar terlepas.

Plak. Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri Sehun. Membuat pipi itu sedikit memerah.

Soah terlihat terengah menahan amarah, juga karena perbuatan pria yang berdiri di depannya.  “Brengsek,” umpat Soah dalam bahasa yang tak dimengerti Sehun. Pandangannya tak sengaja menangkap sosok pria yang jauh berdiri dari tempatnya. Pandangan menunjukkan  kecewaaan, marah atau perasaan lain yang tak dipahaminya. “Oppa,” gumamnya. Soah mengenalinya. Pria bermasker itu suaminya.

Ya, pria bermasker itu melihatnya. Mungkin juga melihat kejadian yang baru saja di alaminya. Tidak, pria itu akan salah paham. Dia harus mengejarnya. Menjelaskan semuanya.

“Kim Soah,” dia mendengar teriakan Sehun. Tangannya kembali ditahan.

“Apa lagi? Aku sudah menjawabnya bahkan aku sudah memberikan alasannya. Aku tidak akan berubah pikiran. Aku tetap tidak mau. Lepaskan, aku harus pergi.” Soah berusaha melepaskan cengkraman Sehun. Setitik air mata mulai membasahi pipinya.

Sehun belum melepaskannya. Dia masih tak terima dengan perkataan Soah.

“Ku pikir aku mengenalmu lebih baik dari siapapun, ternyata aku salah. Kau sudah berubah, Sehun. Kau menjadi kekanakan dan egois.” Tatapan marah dan kecewa ia berikan pada Sehun.

“Jangan pernah menemuiku lagi sebagai Sehun yang mencintai Soah. Datanglah jika kau sudah menjadi Sehun yang bersahabat dengan Soah. Aku akan menganggap kejadian tadi karena kau sedang mabuk,” Soah benar-benar berhasil melepaskan tangannya. Dengan cepat dia pergi. meninggalkan Sehun dengan perasaan bersalahnya.

-o0o-

Soah tersenyum melihat pria itu berdiri di dekat jendela. Dengan nafas terengahnya dia menghampiri pria itu. Memeluknya erat dari belakang. “Oppa,” sapanya. Dia menyandarkan kepalanya pada punggung pria itu.

Untuk beberapa saat pria itu mebiarkan Soah melakukannya. Hanya sesaat, setelahnya dia melepas paksa tangan Soah. Dia menatapnya dengan pandangan marah. “Aku kecewa padamu,” ucapnya sebelum berlalu pergi.

Soah berhasil menahan lengan pria itu. “Maaf,” tutur Soah. Begitu singkat. Dia ingin mengatakan banyak hal, namun tak mampu. Lidahnya terasa kelu.

“Aku akan terima jika kalian hanya berpelukan. Tapi apa tadi? Kalian berciuman!” pria itu menahan amarahnya dengan memejamkan mata serta mengalihkan pandangan.

“Kau hanya salah paham,” jelas Soah. Air matanya mulai keluar.

“Salah paham, setelah apa yang kulihat?”

“Aku tak tahu dia akan melakukannya. Aku, tak pernah menginginkan ciuman itu,” jelas Soah.

Pria itu membuang nafasnya kesal. Amarah masih mengusainya, membuatnya tak mampu berfikir dengan jernih. Dia mengepal kuat tangannya. “Aku tidak peduli. Kenyataan jika kalian berciuman membuatku benar-benar kecewa.” Dengan tenaganya dia melepas cengkraman Soah.

“Maaf. Maafkan aku. Jangan pergi, aku mohon.” Soah kembali berhasil menarik lengan pria itu. Dia kini menangis sambil berlutut.

Pria itu hanya terdiam. Dia bahkan tak berbalik. Tak memperdulikan istrinya yang mulai terisak. Dia hanya sedang dikuasai amarah. Yang membutakan semua perasaannya.

“Aku akan melakukan apapun untukmu,” ujar Soah dengan isakan. Dia masih berlutut. “Kau ingin punya anak kan. Aku akan melakukannya. Aku akan hamil untuk. Tapi aku mohon, jangan pergi. Jangan tinggalkana aku.” Dia semakin terisak.

Soah tak pernah suka jika membahas kehamilan. Karena memang sejak awal dia sudah menegaskan pada pria itu, jika dia ingin menundanya. Dia belum benar-benar siap. Tapi sekarang dia bahkan akan melakukannya. Dia pasti benar-benar frustasi sudah membuat pria itu kecewa.

Dia sudah menyerahkan kepercayaannya pada pria itu. Bahkan dia dia sudah jatuh. Jatuh pada pesonanya. Meski sebenarnya itu wajar, mengingat mereka sudah tinggal bersama, makan bersama, bahkah tidur bersama. Dia tak ingin kehilangan itu semua.

“Kenapa aku harus tinggal, jika aku sendiri tak tahu perasaanmu untukku,” pria itu masih enggan menatap Soah. Perasaan kecewanya masih besar. Hingga mampu menutup rasa ibanya.

“Aku mencintaimu. Hiks… hiks… aku mencintaimu,” Soah mengatakannya sambil terisak. “Saranghae…. saranghae…. jeongmal saranghae.”

Pria itu mengangkat tubuh Soah. Menatap dalam matanya. Menciumnya dengan kasar. Lebih kasar dari yang Sehun lakukan. Seolah sedang mengungkap betapa marahnya dia. Dia juga menggigitnya. Menimbulkan bau anyir karena sudut bibir yang terluka.

Soah tak perduli meski harus membuat tubuhnya terluka. Dia hanya ingin membuat pria itu tinggal. Menghilangkan semua kekecewaan pada dirinya. Juga berharap akan menghilangkah marahnya. Bahkan ketika pria itu memasukinya dengan kasar, dia benar-benar tak peduli.

Saranghae,” ucapnya tulus  setelah puncak itu datang. Air matanya ikut jatuh bersama hilangnya kesadarannya.

-o0o-

Chanyeol mengusap pelan sudut bibir Soah. “Mianhae, sudah membuatmu terluka.” Dia menyesal sungguh. Membuat gadis itu terluka. Membuat gadis itu mengeluakan air mata. Dia benar-benar kehilangan kendali tadi.

Soah tak bergeming. Dia masih terlelap.

Tangan Chanyeol kembali terulur merapikan anak rambut Soah. Dia juga menyusuri setiap lekuk wajah istrinya. Mengusap jejak air mata di pipinya. Mecium singkat bibirnya. “Aku juga mencintaimu, Soah.” Merengkuhnya ke dalam dekapannya. “Saranghae.” Dia kembali mendaratkan kecupannya. Bukan di bibir, tapi di puncak kepala istrinya. Dia ikut terlelap setelahnya.

to be continue……..

Saya balik lagi dengan chapter 15. Gimana menurut kalian?

Semoga tetep suka ya…..

 

Terima kasih sudah setia menunggu.

 

See you next time.

23 tanggapan untuk “[EXOFFI FREELANCE] Secret Wife Season 2 – (Chapter 15)”

  1. Waduh, bener” si tehun, main nyosor aja.
    Tu kan rumah tangga chanso jd kena badai..
    Bang ceye ngeri deh kalo uda marah..
    Mudah”an cepet kelar deh masalah mereka..
    Ok see you next time kakak..

    1. Iya nih, bang Sehun khilaf…
      Semoga badai cepat berlalu ya…
      Banget ngerinya, aku sampai takut….
      Mudah- mudahan saja…
      Ok, see you…. 😉😉😉

    1. Ya kan sebelumnya bang Chan gk tahu, makanya dia khawatir….
      Thanks ya…. 😊😊😊

  2. wah pertemanan sehun ama chanyeol gimana yak,mana lagi mau rilis album?kasian soah:(
    tp aku nunggu moment soah hamil deh kak,kapan ya hehe..

    1. Semoga tetap baik ya, nanti kalau bertengkar kan susah, terlebih lagi mereka kan satu group…
      Mbak Soaku, baik-baik saja kok…
      Ditunggu saja ya….. 😉😉😉

  3. Awalnya seneng banget soah dan canyeol makin deket dan makin romantis eh malah di akhir di suguhin bagian yg nyesek banget…jadi ikutan sedih bacanya😣

    1. Biar imbang, seneng dapet sedihnya juga dapet…. Berat sebelah kan gk enak, betul gk?
      Terimakasih ya…. 😊😊😊

  4. Kenapa soah g to the point aja sih,bilang sudah menikah,jadinya sehun g maksa2. Abang chanyeol jangan kasar ama istri bang…kacian soah,semoga cepet punya baby si abang ama soah..lanjut thor..ku suka..suka..

    1. Belum waktunya sayang, mereka kan belum boleh membeberkan pernikahannya…
      Dia kan lagi marah, makanya main kasar… Semoga ya, lucu deh nanti kalau ada little Park, miniatur Chan-Soah….
      Ditunggu saja ya…
      Thankas…. 😘😘😘

  5. Semoga ga terjadi apa2 dengan hubungan Chanyeol dan Soah.. Ga rela kalo mereka harus marahan.. Semoga dengan kejadian tadi Sehun sadar kalo Soah tidak mencintainya sebagai seorang pria melainkan sebagai sahabat..

    1. Semoga dan semoga ya….
      Dalam suatu hubungan kan gak selalu mulus, pasti ada bertengkarnya… Itu wajar kan…..
      Kita lihat nanti, apa Bang Sehun bakalan sadar atau tidak….
      Thanks ya…. 😊😊😊

  6. Spesialis main kasar?yeol…tapi walaupun kasar ttp menggoda iman hahhaahhahaha
    Sehun a…jgn patah hati..msh bnyak noona yg akan menampung hatimu..mari sini dtg k pelukan noona 🤣🤣🤣

    1. Kan lagi marah, makanya main kasar… Biasanya enggak kok…. Bang Chan emang selalu menggoda… 😂😂😂
      Abang Sehun sudah sama saya kok, tenang aja, wkwkwkwk….

  7. Suka kak, tapi alurnya dibagian akhir kecepetan tiba2 soah liat suaminya tapi kemudian main tarik2an sama sehun, agak bingung sih….

    1. Terima kasih…
      Bingung ya, baca ulang pasti paham…
      Kalau gk bikin orang bingung nanti gk seru…
      Terimakasih ya….. 😊😊😊

Tinggalkan Balasan ke do kyungsoo Batalkan balasan