[EXOFFI FREELANCE] My Strong Daddy (Chapter 5)

my-strong-daddy5

[EXOFFI FREELANCE] My Strong Daddy#5 – (Chaptered)

Tittle        : My Strong Daddy#5

Author        : Angestita

Length        : Chaptered

Genre        : Family – romance

Rating        : PG – 13

Main cast    : Sehun EXO – Leo William – Kim Na Na (OC)

Summary    : Selalu saja ada kejadian antara Kim Na Na dan Oh Sehun. Yang terpenting semua itu terjadi karena Leo.

Disclaimer    : Ini hanya FF tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan idol. Ini murni karya aku, tidak mencontoh milik orang lain. Aku harap kalian tidak melakukan hal yang sama. Apabila ada kesamaan judul, alur, tokoh dan cerita itu mutlak unsure ketidak sengajaan. Aku harap kalian dapat meninggalkan jejak.

Leo terbangun ketika dia merasakan ada sinar matahari yang mulai menganggu matanya. Dia menggulingkan tubuhnya ke kanan berharap menemukan dada ayahnya. Tetapi dia tidak menemukan siapa-siapa. Leo segera bangun, sejenak duduk di atas kasur empuknya dan mengucek matanya. Anak laki-laki pertama Oh Sehun itu baru keluar dari kamar ketika mencium bau harum dari luar kamar tidurnya.

Langkah kecilnya berhenti ketika bertemu dengan Sehun. Pria itu tampak sedang sibuk dengan berbagai alat masak. Langkahnya serabutan hingga membuat tanpa sengaja pria itu menjatuhkan sebuah mangkok. Leo mengernyit tidak suka dengan keributan yang di buat Sehun di pagi-pagi seperti ini.

“Leo sayang, sebentar ya. Papa selesaikan masaknya baru kita mandi. Leo main dulu sana.” Sehun tak segera meraih piring ketika masakan yang sudah dia tumis selesai. Aroma harum semakin menguar ke seluruh ruangan. Pria itu mematikan semua kompor sebelum meninggalkan dapur. Tentang kekacuan yang terjadi tadi dia memutuskan untuk membersihkannya sepulang kerja.

Leo tengah berbaring di sofa ruang keluarga ketika Sehun menghampirinya. Anak laki-laki itu sedang bermain dengan tablet canggih miliknya. “Anak papa sayang, ayo bangun. Kita harus segera mandi dan berangkat sekolah.” Sehun sudah berlutut di samping sofa bersiap menerima pelukan dari anaknya.

Leo mematikan tablet yang sedang dia mainkan sebelum berhambur ke pelukan Sehun. Leo mencium pipi ayahnya dengan sayang. “Papa, pulang sekolah nanti Leo ingin ice cream coklat.” Gumamnya pelan.

Sehun menatap anaknya sayang, “Minggu depan ya. Papa masih takut memberikan kamu ice cream.” Tolak Sehun halus. Leo terlihat memajukan bibirnya sekian senti. Melihat expresi yang anaknya tunjukkan Sehun hanya mampu terkekeh. “Baiklah, papa belikan tapi Leo janji hanya minta satu cup kecil saja bagaimana?” tawar Sehun dengan satu alis terangkat.

Leo tidak segera setuju, dia terlihat berfikir panjang. “Baiklah, tapi papa janji belikan Leo ice cream kan?” ucap Leo lagi. Sehun mengangguk, tangannya yang bebas segera membuka pintu kamar mandi. Dengan lincah Sehun menyiapkan air hangat untuk putranya. Untung saja pagi itu putra tunggal Oh Sehun tidak sedang rewel. Sehun tidak perlu berbasah-basah memandikannya.

Setelah bersih dari sabun dan sampo, Leo keluar dari kamar mandi dalam gendongan Sehun. Anak kecil itu berceloteh riang tentang apa yang akan dia lakukan nanti di sekolah bersama teman-teman. Sehun hanya menjawabnya dengan kekehan atau tawa kecil.

“Nah, sekarang Leo sarapan ya. Makan yang banyak dan satu makannya nggak boleh berantakkan.” Sehun menundukkan anaknya di kursi meja makan dan segera mengambil mangkok berisi sarapan untuk Leo.

Anak kecil itu segera melahap sarapannya dengan nikmat. Sehun tersenyum kecil melihatnya. Pria itu bergegas berganti baju di dalam kamar. Dia sudah mulai kerja sekarang. Setelah izin kerja selama tiga hari untuk menunggui Leo di rumah sakit dan di rumah, dia yakin di kantornya pasti banyak pekerjaan.

Sehun menatap penampilannya di kaca sebelum meninggalkan kamarnya. Hari ini dia mengenakan kemeja biru tua yang dipadukan celana kain hitam dan sepatu kerja warna hitam. Dia tidak terlalu suka kerja dengan stelan jas. Menurutnya itu terlalu ribet dan membatasi gerak tubuhnya bekerja. Sehun tersenyum ketika menemukan Leo sudah selesai memakan sarapannya. Masih berantakkan tetapi lebih rapi dari biasannya. Sehun mengambil tissue untuk membersihkan noda di wajah putra dan meja makannya.

Mereka meninggalkan rumah setelah sepuluh tahun kemudian. Selama perjalanan Leo terlihat senang sesekali dia bercanda dengan Sehun yang menimbulkan gelak tawa pecah di dalam mobil itu. Sehun sepeti biasanya, mengantarkan Leo hingga ke ruang kelasnya. Memberikan ciuman panjang di pipinya sebelum meninggalkan anak laki-lakinya disana.

Kim Na Na, wanita muda berkemeja merah hati yang dipadukan dengan rok berwarna krem itu terlihat mengusap peluhnya. Mata hitam teduhnya tidak luput dari anak-anak yang sedang bermain di taman. Sesuai dengan jadwal yang kepala sekolah buat, hari itu anak-anak mendapat jatah untuk bermain di taman kota. Kegiatan bulanan yang rutin di adakan di sekolah mereka. Saat-saat itulah waktu yang Na Na hindari. Pekerjaannya semakin bertambah dua kali lipat dari biasanya.

Wanita itu menoleh ketika merasakan ada tepukan dia bahunya. Pandangan matanya jatuh ke arah seorang wanita yang Na Na taksir usianya kira-kira awal tujuh puluhan. Wanita berambut putih itu tersenyum lebar ke arahnya.

“Maaf  Nyonya, dapatkah saya meminta bantuan anda sebentar saja. Saya tidak bisa menyebrang. Dapatkah anda membantu saya menyebrang?” wanita itu bertanya dengan sopan.

Na Na terlihat ragu, dia ingin membantu wanita tua itu tetapi itu sama saja meninggalkan anak-anaknya seorang diri. “Tapi…”

“Ayolah Nyonya… sebentar saja. Saya harus segera pulang ke rumah. Cucu saya sedang menunggu di rumah.” rayu wanita itu.

Na Na menghembuskan nafas lembut, wanita itu bangkit dari duduknya dan mengantar  nenek itu ke tepi jalan.  Memang hanya lima menit wanita itu pergi tetapi dia tidak tahu lima menit itu sedang terjadi sesuatu di taman.

Saat itu tanpa sengaja mata Leo memandang ke jalanan yang sedang ramai di lintasi orang. Disana ada beberapa orang sedang berjalan. Salah satu di antaranya menarik perhatian matanya. Seorang wanita dengan setelan kerja berwarna hijau muda yang mirip sekali dengan ibunya. Tanpa sadar Leo berlari mendekati wanita itu hingga terlepas dari teman-temannya. Leo mengikuti arah pergi wanita itu sembari memanggil-manggil ia.

Kim Na Na kembali ke taman setelah mengantar wanita tua itu ke seberang jalan. Wanita itu memandang anak-anaknya yang sedang asyik bermain tanpa merasa curiga bahwa salah satu di antara mereka menghilang. Hingga waktu pulang menuju sekolahan, Na Na tersadar jumlah muridnya tidak genap. Ada seorang yang hilang. Hatinya berdebar kencang ketika menghitung ulang dan mengamati dengan jeli murid-muridnya.

“Bunda, Leo tidak ada.”  Ujar salah seorang murid laki-lakinya yang paling dekat dengan Leo.

Deg! Leo hilang. Oh Leo hilang!

Tubuh Na Na lemas seketika ketika tidak melihat anak laki-laki Oh Sehun itu di antara lainnya. Anak-anak semakin kacau memperkeruh suasana.

“Anak-anak tunggu bunda Na Na disini ya. Jangan ada yang pergi. Bunda Na Na cari Leo dulu.” Na Na berbicara dengan suara bergetar. Setelah memastikan anak-anak menunggu di tempat yang aman, dia segera pergi mencari Leo. Wanita cantik itu menyusuri setiap sudut taman, hingga jalan kecil tetapi tidak menemukan anak laki-laki itu.

Kim Na Na kembali dengan tubuh lemas. Dia menyesali tindakan cerobohnya. Wanita itu segera mengembalikan anak-anak ke sekolah dan melapor kejadian tersebut ke kepala sekolah. Wanita yang usianya jauh lebih tua dari Na Na itu menyentak Na Na marah atas kelalaiannya. Na Na menyesali tindakannya dan berjanji akan mencari Leo segera. Tanpa persetujuan kepala sekolah terlebih dahulu, Na Na sudah pergi meninggalkan sekolah. Wanita itu mencari ke taman lagi dan daerah sekitarnya tapi hasilnya nihil dia tak menemukan Leo di tempat itu. Sementara itu di sekolah, kepala sekolah segera menghubungi polisi dan orang tua Leo.

Sementara itu di luar sana Na Na sedang kalut setengah mati, dia berlarian tak tentu arah mencari Leo. Wanita muda itu seperti orang gila, berteriak-teriak tanpa tahu rasa malu. Seiring langkah wanita itu isak tangisnya kian menjadi . Dia tak peduli lagi bahwa salah satu kakinya tengah  terluka karena efek berlari dengan sepatu high heel.

Sehun sudah sampai di sekolah putranya sepuluh menit ketika telefon itu tiba, wajahnya tidak terlihat marah namun rautnya berubah dingin dan mematikan. Seolah siap membunuh seseorang langsung dengan tangannya. Sehun disambut ramah oleh kepala sekolah dan beberapa guru. Tapi begitulah dia ketika sedang marah, bibirnya hanya mampu berujar apa yang perlu dia ucapkan dan semua yang terlontar rata-rata bernada ancaman dan membunuh. Setelah selesai dengan urusannya di tempat itu, Sehun segera memulai pencariannya, ia terlebih dahulu menyusuri taman dan jalan kecil disana setelah tidak menemukan putranya ia baru pergi ke tempat yang lebih jauh.

Matahari sudah berada di atas kepala ketika Na Na memutuskan untuk duduk di tepi jalan. Kakinya terasa sangat linu membuat wanita itu menunduk untuk melihat apa yang terjadi. Wanita itu mengeluh pelan ketika melihat mata kakinya memar, maka dengan jengkel ia melepas sepatu high heelsnya dan meleparkan tak jauh dari tempatnya duduk.

Saat itulah rungunya mendengar suara yang familiar di telinganya. Suara yang seolah memanggil-manggil dengan nada putus asa. Na Na segera mendongak dan melihat Leo tengah berlari di seberang jalan seperti sedang mengejar seseorang.  Na Na berdiri dan berseru dengan kencang membuat banyak orang menoleh termasuk Leo. Putra tunggal Oh Sehun itu berseru senang saat menemukan Na Na. Anak kecil itu berfikir bahwa dengan adanya Na Na, wanita itu pasti bisa membantunya menemukan Bunda Irene.

“Bunda Na Na…” teriak Leo senang.

Na Na yang saat itu sangat bahagia segera berlari mendekati Leo yang berada di seberang jalan. Melupakan sepatu high heelsnya dan kondisi jalan yang masih ramai. Senyum lega terpatri dengan jelas di wajah cantiknya.

Leo dari tempatnya berdiri dapat melihat papanya juga terlihat datang mendekat tetapi mata beningnya terlanjur lebih tertarik dengan sebuah truk yang berjalan dengan kencang mendekati bunda Na Na.

“Bunda Na Na awas!!!!” teriak anak itu.

Na Na tidak tahu apa yang dimaksud Leo, setelah anak laki-laki itu selesai bicara yang mampu dia rasakan adalah sebuah tarikan kencang dan dorongan keras sebelum tubuhnya terpelanting dengan keras di jalan raya seiring bunyi nyaring yang merusak telinga. Na Na merasakan nafasnya memburu dan jantungnya berhenti berdetak. Sekilas bayangan Leo yang berteriak dan suara riang menari-nari di kepalanya. Perlahan ia membuka mata dan netranya bergegas menyadari ada seseorang selain dia yang jatuh di tempat itu. Manic hitam bening itu segera berpindah pusat pandangannya dari langit biru ke sebelah kirinya. Dan DEG!!! Wajah Sehun yang merintih pelan dengan darah segar mengalir dari kepalanya menyambut mata wanita itu.

Dia mendekat dengan panic.  Tubuhnya bergetar karena takut senada dengan suara dari bibirnya. Bayangan Leo hilang segera dari otaknya. “Pak Sehun… Bapak baik-baik saja? Pak…” teriak Na Na histeris.

Sehun terlihat berusaha membuka matanya dan menggerakkan bibir tipisnya, “Le-o…Le-o…” ucapnya lirih sebelum mata indahnya terpejam. Membuat Na Na kian berkabung.

“Sehun… Oh Sehun… bangun.”

Kim Na Na pernah berharap merasakan dilindungi oleh orang lain seperti di drama-drama yang dia tonton. Tetapi setelah merasakannya secara langsung dia menyesal pernah berharap seperti itu. Rasanya tidak enak dan menyesakkan. Menunggu Sehun sadar menguras akal sehatnya. Dia dapat merasakan hatinya berharap cemas padahal Sehun tidak mengalami koma. Berkali-kali sudah dia melihat jam dinding yang seolah berjalan sangat lambat.

‘Sehun kapan kamu sadar?” bisik hatinya cemas. “Sadarlah aku menunggumu, Leo menunggumu…”

“Maaf  Nyonya, saya harus membawa Leo pulang ke rumah. Apakah anda ingin saya antar pulang juga?” seseorang bertanya dari belakang tubuh Na Na itu. Na Na menoleh dengan lesu, pandangannya jatuh ke arah Leo yang sudah pulas tertidur dalam pelukannya.

“Saya akan menunggu sampai Tuan Sehun sadar baru saya pulang.” Ucapnya sembari menyerahkan Leo ke dalam pelukan pria itu. Tuan Kim tampak ingin mencegah tindakan Na Na, ia paham dengan posisi Na Na yang merasa bersalah karena kelakuannya Sehun jadi terluka tetapi melihat kondisi Na Na yang pucat pasi, ia tidak sampai hati. Na Na mengamati Tuan Kim yang masih ragu dengan keputusannya. “Tidak apa-apa, saya kuat menunggu Tuan Oh sadar.” Imbuh wanita itu lirih.

Tuan Kim menghela nafas dan memilih mengalah, ia meninggalkan Na Na seorang diri dalam ruang inap Sehun. Na Na menghela nafas pelan ketika melihat mata Sehun yang masih terpejam. “Sehun…” panggilnya pelan “Bisakah kamu bangun. Jangan tidur terus, kamu membuat aku semakin bersalah.” Bisiknya pelan. Kedua tangannya menangkup tangan kanan Sehun yang tidak berbalut perban. Mengusapnya dengan lembut dan penuh perasaan.

“Bangunlah… jangan buat aku ingin menangis lagi.” Na Na berujar dengan suara serak dan rendah. Matanya sudah berair menandakan sebentar lagi cairan itu akan turun. “Leo menunggumu… bangunlah Sehun.” Di akhir ucapannya Na Na tak mampu menahan tangisnya. Air mata itu keluar tanpa mampu dia tahan, membasahi tangan Sehun. Malam itu Na Na menangis hingga jatuh tertidur seperti yang dia lakukan ketika ayahnya meninggal dulu.

Sehun sudah bangun dari dua jam yang lalu tetapi dia enggan mengusik tidur seseorang yang ada di samping tempat tidurnya. Diam-diam matanya menatap wajah teduh itu. Merasakan setiap tarikan dan hembusan nafasnya yang tersedat. Entah apa cara tidur Na Na yang begitu damai mengingatkan dia kepada Irene. Bedanya Na Na lebih terlihat polos dan tentram jika terus dipandangi.

Sehun mengernyitkan alisnya ketika mendengar sesuatu dari mulut wanita. Sepertinya ia mengigau. Suara seperti cicitan anak kecil, terdengar sangat menggemaskan. Senyum tulus keluar dari bibir tipisnya. Seandainya saja jika tangan kirinya bisa dia gerakan dan tangan kanannya tidak di genggam erat oleh Na Na, pasti sekarang tangannya itu sudah mengusap pipi wanita itu.

Tidur Na Na terganggu ketika ada suara dari luar –mungkin petugas rumah sakit. Kemudian matanya terbuka perlahan. Wanita itu tak kunjung bangkit sepertinya dia belum sempurna sadar. Sehun mencoba menggerakkan tangannya pelan agar wanita itu tahu bahwa sekarang dia sudah sadar.

“Sehun?” panggil Na Na pelan tetapi pandangannya masih jatuh ke arah tangannya namun hanya sebentar saja. Kini pandangan matanya sudah jatuh di ke arah netra hitamnya. Sehun tersenyum lebar mencoba membuka mulutnya namun apa yang terjadi kemudian membuatnya tak bisa bergerak. Wanita itu memeluknya erat, merapatkan tubuhnya ke arahnya, membuat jarak mereka dekat dan menangis pelan disana.

Pria itu terpaku untuk beberapa saat, sudah lama dia tidak mendapatkan pelukan dari seorang wanita jadi rasa kaku itu jelas kentara sekali. Sehun berusaha menguasai diri dengan segera berbicara lembut, “Sudahlah Na Na, tidak apa-apa. Aku sudah sadar dan kau lihat sekarang aku baik-baik saja.” Ucapnya.

Na Na melepas sedikit pelukannya, netranya memandang sedih ke bola hitam milik Sehun. “Maaf… seharusnya kamu nggak ngalamin seperti ini. Seharusnya aku yang ada disini bukan kamu. Maaf…” wanita itu berujar pelan.

Sehun menahan nafas, merasakan begitu dekat jarak wajah mereka seperti itu membuat akal rasionalnya tak berfungsi. Ini sudah lama sejak dia berdekatan dengan seorang wanita. Dan ketika ada kesempatan itu Sehun tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Hatinya menghantarkan rasa-rasa aneh yang mengusik pikiran rasionalnya.

“Jangan lakukan ini lagi ya… janji?” Na Na berkata sembari memandang lekat Sehun tanpa sadar bahwa jarak mereka terlalu dekat. Dia mengacungkan kelingkingnya di antara mereka. Berharap Sehun akan menyambut kelingkingnya dengan jari kirinya. Sadarkah Na Na bahwa jemari Sehun sedang terluka?

Sehun terlihat tersenyum tipis melihat jemari kelingking Na Na yang masih tergantung di udara. “Jemari kiriku terluka.” Bisiknya pelan, nadanya terdengar berat seolah menahan sesuatu. Na Na terlihat terkejut dan segera menurunkan tangannya, wanita itu juga baru sadar bahwa jarak mereka terlalu dekat. Saat ia ingin melepas pelukannya tangan kanan Sehun yang bebas dari luka berat menahan pinggang wanita itu dan malah semakin mendekatkan ke arahnya.

Tanpa apa-apa Sehun mengecup bibir tipis Na Na dan berkata dengan suara serak, “Aku janji.”

33 tanggapan untuk “[EXOFFI FREELANCE] My Strong Daddy (Chapter 5)”

  1. Ihh., aku kok sempet nangiss😭😭😭
    Eohhh., waitt sehun oppa knapa main nyosor aja(?) kek bebek#Plaakkk

    Next ditunggu kak^^

  2. lho?? what???
    yaa!! oh sehun, kau udah main nyosor ya sekarang… hahhh daebak,, ini benar” mengejutkan…
    dan siapa yg dilihat leo tadi, benarkah irene??? kembarannya??? atau hanya halusinasinya leo aja… aku kira tuh tadi yg bakal ketabrak leo, udah deg”an aja… takutnya nana entar kena semprot…
    ahhh aku masih gk ngerti jalan pikiran sehun, apa dia udah nerima keberadaan nana??? katanya gk suka, tapiiii………

    hahahahaha…kesel sendiri aku…yg penting aku padamu LEO-ya…kamu kali ini jadi anak yg manis dan penurut sekali..aku suka..aku suka.. jangan sering” rewel ya nak,, mama merhatiin kamu terus loh ///kkkkkkk

  3. Ihh.. Gara-gara si nenek yang ngotot akhirnya nana keilangan leo, gak bisa ngbayangin saat sehun marah le kepseknya leo , lagian si kepseknya juga, anak sebanyak itu yang ngawasun cuman satu guru ya pastinya nan nya keteteran lahh. Ciee sehunn, kayanya mulai nunjulin ketertarikannya sama bunda nana nih

  4. Wuah… Sehun apa2 an nih???
    Na na ngacungin kelingking malah Sehun kasih bibirnya… wkwkwkwk…
    Cari kesempatan aja nih Sehun

Tinggalkan Balasan ke itsmeeeduhh Batalkan balasan