[Vignette] Memories | by L.Kyo

32-memories

Title: Memories | Author: L.Kyo♪ [ @ireneagatha ] | Artworker: Jo Liyeol Art Poster | Cast: Jung Wooju (OC/YOU), Luhan (Singer-Actor) | Genre: Sad, Angst, Hurt | Rating: PG-17 | Lenght: Vignette | Disclamer: This story is mine. Don’t plagiarize or copy without my permission.

 

[ https://agathairene.wordpress.com/ ]

 

 

—oOo—

 

H A P P Y R E A D I N G

 

10 bulan lalu bagi Wooju, bukanlah hal baik baginya. Mencintai seseorang namun tak kunjung menatap matanya. Dia, pria itu sudah membuat mata dan hatinya tertutup rapat. Karena dia, ia sudah menjadi sosok gadis terbodoh di dunia.

 

Apalah arti semua ini jika lelaki itu justru setia menggandeng pujaan hatinya? Luhan, pria dengan postur kurus tinggi, wajah mungil nan tampan. Matanya berkilauan seakan menjadi candu bagi yang pertama memandangnya.

 

Jika saja waktu berhenti dan ia bisa mengatakannya dengan benar. Mungkin ia tak akan pernah meratapi ini. Apakah sikap protektive nya benar-benar membuat Luhan pergi? Jika itu benar, Wooju tak akan pernah berhenti memaafkan dirinya.

 

Ia mencintai Luhan, lebih dari apapun. Namun hanya terlepas genggaman tangannya dalam beberapa detik, lelaki itu sudah hilang dan pergi meninggalkannya. Meninggalkan suatu penyesalan bagi Wooju. Dan kali ini, ia harus menelan saliva nya, karena lelaki itu sedang dalam melangsungkan pertunangan dengan temannya.

 

Lama tak menyapa, lama juga ia tak melihat sebuah sunggingan tampan milik Luhan. Dan didepan sana, ia bisa melihat betapa bahagia Luhan memakaikan sebuah cincin putih polos pada Yoo Arin. Wooju hanya bisa meremat dress nya.

 

Apakah ini bentuk penyesalan dari semua itu? Rasanya dadanya sakit, seperti terbentum sebuah baja. “Wooju-ya? Kau tak apa?” Sehun yang berada disampingnya menepuk pundak Wooju, namun gadis itu beranjak. Meninggalkan tanda tanya besar bagi Sehun.

 

Pergi? Berbicara pada Luhan? Atau tetap berada disini? Wooju menghentikan langkahnya sebelum keluar dari pintu. Matanya kembali fokus pada Luhan disana dan kemudian tak lama, pandangan mereka beradu. Ia bisa melihat, lelaki itu gugup, seakan menjadi beku saat melihatnya.

 

Hanya beberapa detik kemudian, Luhan melemparkan pandangannya dan tersenyum pada Arin, calon istrinya. Dan Wooju tahu, jika Luhan benar-benar tak ingin melihatnya. Dan jawaban dari keraguannya, ia harus pergi bukan terus berdiri disini. Dan saat itu, langkah Wooju mantap. Meninggalkan simpanan airmata yang sudah mengering.

 

 

***

 

Wooju mengacak rambutnya frustasi. Ia melemparkan tubuhnya kekursi dan memijat keningnya. Pekerjaannya membuatnya harus kejar deadline. Jung Wooju bekerja sebagai komikus webtoon.

 

Dan kali ini ia menggambar komik dengan berbau romance comedy. Bagaimana ia frustasi jika suasana hatinya sedang kacau kali ini? Perasaan hancur melihat mantan dan teman baiknya melangsungkan pertunangan kemarin malam. Rasanya ia tak ingin melanjutkannya. Namun ia juga tak ingin kehilangan pekerjaannya.

 

“Tak ada ide? Lagi?” Arin tiba-tiba muncul dibalik meja kerja Wooju dan berhasil membuatnya kaget setengah mati. “Ya! Berhentilah melakukan itu lagi”. Nada akhir Wooju lirih, pasalnya setiap ia terlalu lama memandang Arin, ia juga akan teringat Luhan secara bersamaan.

 

“Kau kemana saja semalam? Padahal aku berharap kau mengambil foto bersama kami.” Arin duduk dipinggir meja dan menatap Wooju yang masih sibuk menatap layar PC nya. “Aku sedang tidak enak badan, jadi aku putuskan pulang terlebih dahulu”.

 

Itu bohong. Jung Wooju berbohong dan Arin tahu itu. Gadis itu tak tahu jika Arin mengetahui semuanya. Ia tahu akan hubungan masa lalu Luhan dan Wooju. Apakah ia egois? Mungkin! Karena ia lah penyebab Luhan berpaling dari Wooju. Dia lah yang meminta Luhan meninggalkan Wooju. Dia lah yang membuat Luhan seolah tak akan bisa terlepas darinya.

 

Itu semua karena dia. Merebut apa yang menjadi milik Wooju, membuat Wooju setengah mati menahan sakitnya hati ketika tiba-tiba Luhan meninggalkannya dan menjadi tergila-gila padanya, kali ini justru bertunangan dengan Arin. Wooju tahu dibalik alasan pernikahan yang akan berlangsung milik mereka. Tapi ia seolah seperti orang bodoh, berpura-pura tak mengerti.

 

“Kenapa aku harus berfoto dengan kalian. Lebih bagus jika kalian lebih banyak mengambil foto berdua”. Wooju meletakkan pensil dan menatap mata Arin intens. Jika saja Luhan tak ada disini, ia tak akan memasang wajah termanis didepan temannya.

 

Ia tak bisa membenci Arin. Seorang yang lucu, lembut dan patut untuk dilindungi. Cepat atau lambat, ia akan melihat kebersamaan mereka didepan Altar, mengucap janji setia sehidup mati, menyematkan cincin lalu saling berciuman. Arin mengedikkan bahu. “Aku hanya ingin sahabatku bisa bersama kami, berfoto bersama dan membuat kenangan … “

 

Kata Arin terhenti, sejujurya ia ingin mengatakan kenangan terakhir bagi Wooju untuk berharap pada Luhan. Ia tak bisa munafik, ia sebenarnya cemburu jika Wooju masih memikirkan Luhan walaupun Luhan sendiri sudah benar-benar menjadi miliknya.

 

“Baiklah. Oh ya, aku berniat mengajak makan malam atas adanya pernikahan kami sebulan lagi. Aku mengundang beberapa teman di Kantor. Kau wajib datang Wooju-ya!” Arin menarik lengan Wooju manja, berharap temannya datang. Mungkin bisa dikatakan ia hanya memastikan bahwa Wooju harus benar-benar berhenti memikirkan Luhan.

 

“Nanti malam? Aku … aku”. Wooju terdiam. Perlukah ia melihat kemesraan mereka lagi, bertemu dengan Luhan walaupun lelaki itu yang benar-benar mengabaikannya sekarang. “Ta … tapi Arin-ah! Pekerjaanku belum selesai”. Arin menggeleng, menarik tangan Wooju penuh harap.

 

“Kau temanku Jung Wooju, kau harus datang melihat momen ini, hmm? Aku mohon! Ketua juga akan datang, ia pasti akan mengerti”. Wooju terdiam, menatap layar komputernya yang sudah dimatikan oleh Arin. Ia benci, sungguh. Apakah Arin tak tahu jika ia merasakaan dentuman keras yang benar-benar menyakitkan jika melihat berdua.

 

Ia hanya tak bisa menerima dengan semua takdir hidup. “Tidak. Aku tidak bisa. Aku harus menjemput Ibuku di Bandara. Maafkan aku.” Mata Wooju sayu, itu yang dilihat Arin. Wooju kembali menyalakan komputernya dan membiarkan Arin terdiam duduk dimeja kerjanya. “Bagaimana dengan kesehatanmu?”

 

Wooju bertanya, tanpa mengalihkan pandangan pada komputer. Akhir-akhir ini Arin memang sering tidak enak badan. Tadi pagi, ia melihat Arin berasa ingin muntah. “Tidak apa. Mungkin aku hanya salah makan”. Ucap Arin lirih. Keduanya kembali terdiam, seakan suasana menjadi terlihat canggung. “Baiklah, bisakah kau pergi? Aku harus menyelesaikan pekerjaan ini sebelum matahari tenggelam”. Ujar Wooju dengan ungkapan yang sangat dingin.

 

Dan Arin disampingnya hanya ber oh ria, meninggalkan Wooju yang memang menatap layar komputernya penuh abu. Ia mematikan kembali komputernya lalu meremat rambut panjangnya. “Kau gila? Sudah cukup aku akan datang dipelaminan kalian nanti, ini lagi?” Matanya melirik sebuah bingkai dalam laci yang sedikit terbuka.

 

Kenangan indah bersama Luhan sama sekali tak bisa ia hapus dengan mudah. Ia berniat mengambil foto itu, namun ia justru mendorong laci itu hingga tertutup rapat. “Tidak! Aku tidak boleh seperti ini”. Wooju memijat keningnya, seakan pusing jika memikirkan lelaki itu muncul dalam pikirannya.

 

Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Seharusnya dia lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya, tapi sungguh. Mood nya hancur kala Arin datang menemuinya. Wooju mengambil flashdisknya kasar dan melemparkannya dalam tas, beranjak dari kursi lalu pergi dari ruangannya.

 

***

 

“Kau benar-benar tidak ingin kuantar?” Sehun membuntuti Wooju yang berjalan dengan langkah lebar, menuju halaman Kantor mencari taksi. “Tidak.” Jawab Wooju singkat, mengabaikan Sehun yang berulang kali ingin menghalanginya.

 

Satu tarikan dari tangan kekar Sehun berhasil membuat Wooju berhenti. “Cukup kau menghindariku Wooju-ya! Lupakan dia. Sampai kapanpun ia tak akan melihatmu. Kau pikir, kau saja yang mengetahuinya? Aku sudah tahu. Jadi, berhentilah seolah kau kuat”. Dan satu tatapan sinis dari Wooju membuat genggaman tangan Sehun mengendur.

 

“Berhenti peduli semua tentangku Oh Sehun-ssi. Kau tidak tahu apa-apa. Siapa yang mengatakan aku mengharapkannya? Siapa pula aku memikirkan mereka? Jangan membahas mereka jika berhadapan denganku. Kau sedang mengatakan hal sinting?” Satu hentakan keras dari Wooju membuat Sehun ternganga. Ia memandangi punggung Wooju yang sudah hilang dibalik mobol taksi.

 

Bagi Sehun, Wooju adalah segalanya. Ia berulang kali mengatakan perasaannya dan berharap Wooju menjadi kekasihnya. Namun, tanpa mengatakan apapun Sehun tahu jika Wooju tak akan melupakan penyesalan atas sikapnya, hingga Luhan meninggalkannya. Itu tidak benar. Sehun menyukai apapun didiri Wooju.

 

***

 

Suara gerbang tertutup dari sang pemilik rumah menandakan bahwa ia harus pergi keluar untuk membeli beberapa belanjaan makan malam. Soal menjemput Ibunya di Bandara hanya kebohongan semata. Ibunya betah tinggal di Jepang, tentunya bersama keluarga barunya. Wooju membenarkan jaketnya dan berjalan menelusuri jalanan yang sudah sepi.

 

Wooju memasukkan tangannya dalam saku jaket, merasakan hawanya dingin dimusim hujan. Jalanan sepi namun ada sorot lampu yang sempat menyilaukan matanya. Mobil itu bukannya melewatinya, justru laju mobil itu semakin lirih, sengaja berhenti tepat didepan Wooju.

 

Wooju yang masih sibuk menutup matanya, merasakan silau pada lampu mobil tersebut yang tak kunjung dimatikan. Suara pintu mobil tertutup membuat Wooju menurunkan tangannya. Dan jantungnya seakan berhenti bergetar. Lelaki itu dengan stylish jas santai dan tatapan indah itu seakan membuat Wooju terdiam lama.

 

“Aku ingin bicara denganmu”. Ucapan dari lelaki itu dingin namun bagi Wooju itu sangat menyejukkan. Selama 10 bulan ia lama tak mendengarkan suara Luhan sedekat ini. Namun Wooju harus tersadar dari mimpinya. Ayolah, Luhan tak akan menatapnya lagi. Wooju menghirup udara dalam dan menatap Luhan dengan tatapan sedikit takut.

 

“Apa yang kau ingin bicarakan padaku?” Lirih, namun Luhan masih mendengarnya. Lelaki itu tersenyum penuh arti lalu menatap Wooju dengan pandangan menusuk. “Apa yang kau katakan pada Arin tentang hubungan kita?” Ucap Luhan dengan penuh penekanan.

 

Tunggu! Arin? Hubungan mereka? Bukankah Arin benar-benar tak tahu tentang hubungan masa lalu mereka. “Apa yang kau katakan? Aku tidak mengatakan apapun!” Wooju tak mengerti, lelaki itu tersenyum muak padanya. Dan kali ini, pandangan mata sinis Luhan benar-benar membuat Wooju sakit.

 

“Sun … sungguh, aku tidak mengatakan apapun Luhan-ah!” Wooju mencoba meyakinkan, namun Luhan sudah mengisyaratkan untuk berhenti. Wooju ingin menangis. Lihat saja, Luhan seakan menuduhnya. Demi Tuhan, sebesar cinta dan merindunya ia, tak ada niatan sekalipun untuk menghancurkan hubungan mereka. Tidak akan. Ia tahu bahwa Luhan meninggalkannya dirinya adalah sebabnya. Lalu buat apa ia harus bersusah payah untuk menghancurkan mereka.

 

“Kau menemuiku hanya bertanya tentang ini?” Suara Wooju serak, membuat Luhan kembali menatapnya. “Aku hanya meyakinkan. Ia sedari tadi bertanya tentangmu dan universitas kita. Dan ditambah kau tidak datang. Kau sama saja lari dari masalah Wooju-ssi!”

 

Ayolah, lari dari masalah? “Apa maksudmu? Buat apa aku harus datang ke pesta kalian? Aku punya banyak aktivitas, aku harus lembur untuk menyelesaikan pekerjaanku. Kau tidak lihat aku akan keluar sekarang?” Tak mau kalah, Wooju seakan ia tidak ada sedikit pun lari dari masalah, walaupun dalam hatinya ia tidak bisa berbohong. Lelaki itu terdiam, menatap hazel mata Wooju dalam.

 

“Kau benar. Aku memang salah dihubungan kita masa lalu. Tapi menghancurkan hubungan kalian? Ayolah Lu, kau mengenalku dengan baik. Sekeras kepalanya diriku, aku tak pernah berbuat sepicik itu. Mengatakan apa saja tentang hubungan kita. Untuk apa? Apa yang aku dapat setelah itu?” Lanjutnya. Airmata Wooju menggenang, sekuat tenaga ia tahan agar tak tumpah. Luhan ikut terdiam, menyempatkan dirinya untuk memijat keningnya.

 

Lelaki itu bahkan menyandarkan tubuhnya dimobilnya. “Kau benar-benar terlihat sangat mencintainya”. Ucap Wooju dengan lirih. Kini bukan tatapan menusuk yang Wooju dapat. Mata lelaki itu seakan melunak. Ia bahkan bisa melihat Luhan mengerjapkan matanya, seolah pernyataan Wooju menganggunya.

 

“Apa aku terlihat seperti itu?” Luhan menjawab dengan nada lirih pula. Dan Wooju tersadar bahwa ia sekarang sedang mengobrol tentang hubungan mereka, tak peduli dengan perasaannya sekarang. Apa perlu ia pergi? “Hmm, kau terlihat seperti itu. Apa hanya itu yang ingin kau katakan? Bukan aku yang mengatakannya, Arin tidak mengetahui tentang masa lalu kita. Dia mungkin salah dengar. Kau bisa menjelaskannya dan aku akan menjelaskan besok saat kita bertemu dan …”

 

“Inilah yang aku tidak suka darimu Jung Wooju”. Wooju terdiam seiring Luhan semakin mendekatkan jaraknya. “Sampai saat ini kau masih tidak peduli padaku. Kau masih sempat memikirkan perasaan orang lain daripada orang terdekatmu selama ini?” Seakan Luhan menginterogasinya. Jarak yang bukan dikatakan dekat, 5cm.

 

Wooju bisa mendengarkan suara nafas Luhan yang memburu. Gadis itu tak berani mendongak. Ia pun tak sanggup melanjutkan ucapannya ketika Luhan meremat kuat kedua bahunya. “Apa kau tak tahu aku melakukan ini hanya untuk mencairkan sifat keras kepalamu. Ya! Lihat aku Jung Wooju! Tatap mataku!” Teriak Luhan.

 

Tapi Wooju justru melepas rematan tangan Luhan dibahunya. Sungguh, ia tak mengerti apa yang dikatakan Luhan. Melakukan ini? Untuk mencairkan sifat keras kepalanya? Apakah itu artinya ia sedang bermain-main dengan perasaan wanita lain? “Jung Wooju!” Luhan kembali berteriak, meminta Wooju untuk menatap bola matanya.

 

Ya! Kau tidak lihat, kau sudah membuang kesempatan yang berulang kali aku lakukan? Kenapa kau tidak mencariku? Kenapa kau diam saja? Kenapa kau seakan tak peduli jika aku akan menikah dengannya?” Ia emosi. Sungguh. Sedingin sifat Jung Wooju, ia tak pernah melihat sedingin dan sebekunya Wooju padanya.

 

“Apa maksud semuanya ini? Kau melakukan hal kekanakan ini, menyakiti Arin dan sekarang kau berani mengatakan hal bodoh itu didepanku. Apa kau ingin aku merasakan seperti seolah aku merusak hubungan kalian? Hentikan dengan alasan sifatku! Berhentilah kumohon! Jika memang kau tidak menyukaiku, okay! Sungguh aku akan menerimanya dirimu bersama Arin. Kau sudah bertunangan. Cukup! Jangan kau bahas ini. Tolong jangan berani-beraninya kau mengatakan ini didepanku …”

 

Panjang lebar semua untaian perasaan Wooju seketika berhenti berputar. Benda lembut yang sudah melesak dalam mulutnya, menghentikan aktivitas lidahnya yang ingin mengatakan lagi dan lagi. Luhan menciumnya, melumat bibir mungilnya seakan rindu yang memuncah. Kedua matanya mereka tertutup rapat. Merasakan sensasi yang sudah lama mereka tidak rasakan.

 

Luhan memeluk Wooju tanpa mempedulikan Wooju yang seakan sulit mengambil nafas sekalipun. Sadar akan aktivitas mereka yang sudah dikatakan diluar kewajaran. Mereka bukan lagi menjadi sepasang kekasih. Melakukan ciuman ini? Wooju membuka matanya lebar, menjauhkan bibirnya dan berusaha melepaskan pelukan Luhan. Namun pria itu seolah tak ingin melepas Wooju dengan mudah. “Biarkan aku memelukmu terakhir kalinya”.

 

Deg! Kata-kata itu seperti sebuah kata perpisahan terakhir padanya, suatu kata dimana dihati kecilnya mengatakan untuk menyerah. Tubuh Wooju seakan lemas, menyandarkan tubuhnya pasrah dalam pelukan Luhan. Semua berakhir. Perasaan ini harus dibuang sejauh mungkin. “Biarkan aku menciummu dan memelukmu untuk terakhir kalinya. Dan maafkan aku, Jung Wooju. Aku menyesal. Aku terlalu jauh melakukan ini”.

 

Untuk apa? Jika ia memilih bersama Arin, kenapa ia melakukan ini padanya. Wooju seolah-olah seperti wanita penghancur hubungan orang lain. Gadis itu mendorong dada Luhan sekuat tenaga. “Apa maksud semua ini? Aku tidak mempunyai perasaan apapun padamu. Jika kau memilih Arin, pergilah. Sung … sungguh aku tidak keberatan. Dan jangan lagi menemuiku dan anggap saja kejadian baru saja tidak pernah terjadi”.

 

Wooju melenggang pergi, menuju arah jalan untuk pergi ke tujuan awal. Tapi Luhan membalikkan badan, menatap tubuh mungil Wooju yang semakin menjauh. “Wooju-ya! Maafkan aku sudah berbuat lancang”. Pernyataan maaf Luhan sukses membuat Wooju berbalik. Dan ia sadar akan maksud Luhan yang terakhir ini. Suatu hal yang sudah ia ketahui ditengah-tengah kejadian, yang sudah ia harus lakukan untuk melepas semua harapannya bersama Luhan.

 

“Aku tahu. Jaga baik-baik Arin dan … “ Wooju terdiam. Akan kah ia tega mengatakan calon bayi dari mulutnya? Wooju membalikkan badannya, menyembunyikan airmatanya sudah terjatuh bebas. Jika saja kejadian itu tak bersamaan, jika saja Luhan tak menyatakan perasaan pada Arin untuk membuatnya marah, jika saja kejadian Arin dimana membuat Luhan melakukan hal itu padanya. Jika saja ….

 

Wooju berhenti, menatap jalanan yang sudah sepi. Menatap jalanan dimana mobil Luhan sudah tak tampak dibola matanya. Dan ia harus bertekad dalam hatinya. Biarkan kenangan masa lalu menjadi perhiasan indah didalam hidupnya. Biarkan kenangan buruk kini untuk dilupakan semampunya. Membayangkan saja rasanya ia ingin mati. Memutar waktu itu tidak akan berlaku disini. Semua kenangan indah bersama Luhan telah sirna.

 

Rintikan hujan seakan menerpa tubuh mungil Wooju yang masih mematung. Ia menjulurkan tangannya, merasakan dingin tiap tetesan yang jatuh mengenai telapak tangannya. Bayangan dalam genangan air hujan seakan menampakkan sebuah visual buruk. Dan suara sesenggukan dari bibir Wooju terlepas sudah. Gadis itu menangis, mengeluarkan semua beban didalam dirinya. Dunia seolah mengerti bagaimana rasa sakit didalam dirinya. Kenangan indah itu, ia ingin menguburnya dalam-dalam. Bersama hujan, kenangan itu meluntur dan berharap tak ingin kembali lagi.

 

-FIN-

Cie ngebaca pas liat poster cast nya sapa.

Cie mulai kebawa baper.

Cie mulai mikir ‘L.Kyo tau sih’

CIE CIE CIE .. :””””””””””

22 tanggapan untuk “[Vignette] Memories | by L.Kyo”

  1. kak irene suka beneran deh aku sama nih ffnya kak irene, bacanya berkali2 loh kak aku 😀 hehe sequel kak sequel

  2. huhh., baca ff ini bner” nyesekk.. 😦
    “Biarkan aku memelukmu terakhir kalinya”. huhh.. Luhan wae wae wae??

    dtunggu cerita yg lainya kak^^

Tinggalkan Balasan ke song ah ra Batalkan balasan