[EXOFFI FREELANCE] Meet Him – Oneshot

Meet Him

[ONESHOT] MEET HIM

a story by thanasa

MEET HIM

Yoona [SNSD] & Sehun [EXO] | Oneshot | Friendship, Drama, Hurt | General

“Pada akhirnya aku kembali terpanggil untuk menemukanmu, sampai kapanpun aku tidak bisa menghindarimu, dan tidak mampu melihatmu menghilang dari pandanganku…”

 

-o0o-

Aku masih setia duduk manis di pojok tribun penonton basket, ya walaupun duduk diposisi ini tidak menguntungkanku dibandingkan jika aku ‘berani’ untuk duduk di beberapa baris depan dari posisiku saat ini atau bahkan di tribun bagian tengah. Dan menurutku itu ide yang gila. Bagaimana tidak, baru beberapa langkah memasuki aula basket ini saja beberapa pasang mata sudah menghujani ku dengan tatapan sinis, mengejek, dan jijik seolah aku adalah sampah.

Ah iya sampah, perlakuan yang kudapat dari ‘teman-teman’ sekelasku juga tidak jauh berbeda. Mereka kerap mengolesi saus tomat atau lem fox di bangkuku. Mengisi lokerku dengan barang-barang busuk – seperti kotak susu basi, roti berjamur dan beberapa barang menjijikan lainnya- tapi aku tidak bisa melawan. Jadi apakah mereka bisa kusebut teman kalau memperlakukanku seperti itu, aku tidak tahu.

 

Aku sadar betul kehadiranku di aula ini hanya akan menimbulkan petaka-petaka lebih hebat yang akan kuhadapi cepat atau lambat.

“Hei Im Looser, apa yang kau lakukan disini. Menyingkirlah dari sini, aku tidak tahan dengan bau tubuhmu. Lagipula tim sekolah bisa kalah karena kehadiranmu yang akan membawa sial, tahu?!” seorang wanita berkulit cokelat dengan kaki jenjang menghampiriku dengan kedua temannya.

Dia Kwon Yuri, salah satu teman sekelasku.

Seperti kebanyakan orang pandangan mata menatapku jijik, seperti yang kubilang mereka semua menganggapku tidak lebih dari sampah hidup. Dan wanita ini adalah salah satu teman sekelasku yang kerap melakukan perlakuan-perlakuan mengintimidasi yang sudah kukatakan sebelumnya. Aku pun mengangguk lemah kemudian beranjak untuk pergi.

 

Saat aku hampir melewati pintu besar aula olahraga suara peluit terdengar dan membuyarkan lamunanku.aku berhenti sejenak dan menoleh menatap tengah lapangan, para cheerleader kampusku sudah berloncat-loncat girang tanda bahwa kampusku memenangkan pertandingan ini.

Pria tinggi dengan rambut kecoklatan, sedang senyuman mengembang lalu menggigit kecil pangkal lidahnya terlihat begitu bersinar di mataku. Ia juga satu-satunya alasan aku mampu mengumpulkan segenap keberanianku untuk muncul ditengah keramaian aula olahraga ini, yang sudah pasti tidak menguntungkan eksistensiku karenanya.

 

Pria itu, Oh Sehun.

Setelah itu aku pun memutuskan untuk benar-benar menjauh dari sana.

 

-o0o-

 

Namaku Im Yoona. Teman-temanku memiliki panggilan ‘sayang’ seperti Yooser, Im Yooser, Yootung. Ya, panggilan terakhir menunjukkan kenampakanku secara fisik. Aku gendut. Sangat gendut malah dengan tinggi 166cm beratku saat ini mencapai 109kg. Belum lagi dengan kumpulan jerawat yang tersebar di wajahku, dan kacamata tebal berwarna hitam melindungi manik hazel yang kumiliki. Kupikir ini satu-satunya bagian tubuhku yang kusukai.

Karena tidak ada yang mau berteman denganku jadi aku terbiasa sendiri, kalaupun ada yang tidak mengerjaiku mereka hanya bisa terdiam pasrah dan melemparkarkan pandangan prihatin –setidaknya bukan pandangan jijik- tanpa bisa membantuku. Kecuali Oh Sehun.

Aku satu sekolah dengannya sejak sekolah menengah pertama, kala itu aku tidak diperlakukan separah ini. Walaupun memang saat itupun aku sudah menjadi seorang penyendiri. Saat musim salju ditahun kedua sekolahku kala itu, Sehun pernah membantuku saat terjatuh diperjalanan pulang karena licinnya permukaan jalan.

Dan ia memberikanku plester dengan corak pinguin. Percaya atau tidak, aku masih menyimpan bekas plester itu sampai sekarang. Sejak itulah aku sudah memperhatikannya. 2 tahun berlalu, dan kami pun kembali berada disekolah yang sama saat melanjutkan ke bangku sekolah menengah umum.

Jadi kau bisa bayangkan betapa bahagianya aku bukan, ketika melihat daftar calon teman sekelasku. Terdapat nama yang selama ini sering aku gumamkan sambil mengukir senyum, Oh Sehun.

.

.

Aku meniti tangga dengan membawa empat buah kimbab segitiga, dua batang cokelat, dan banana milk kesukaanku. Agak kesulitan memang, tapi nyatanya aku bisa sampai ke atap gedung sekolah dengan selamat tanpa menjatuhkan satupun makanan yang sebentar lagi akan kusantap dengan sempurna ini.

Aku memandang langit yang sangat cerah siang ini sambil mengunyah kimbab segitiga pertamaku. Aku memejamkan mata dan menikmati semilir angin sejuk yang menerpa permukaan wajahku.

Yah, berada diatap sekolah memang tempat favoritku, setidaknya menghindari tatapan tajam, meremehkan dari penghuni sekolah yang lain membuatku sedikit lebih tenang dan tidak menyalahkan diriku sendiri seperti biasanya.

 

“Siapa kau?” kudengar suara rendah dari pria bergema di gendang telingaku. Aku tau betul baritone suara siapa itu. Aku menoleh perlahan, dan menghentikan aktivitas mengunyahku. Spontan aku dapat menatap iris mata cokelat yang menatapku penuh atensi. Aku spontan hanya dapat tersenyum canggung. “Oh rupanya kau.” sahutnya.

“Ma…ma.. maafkan aku. Aku akan pergi jika itu mengganggumu.” Walau sempat terhipnotis dengan manik mata itu, akupun segera sadar dan membereskan beberapa kudapanku yang masih tersisa, bersiap untuk pergi.

“Tidak masalah, kau bisa melanjutkan acara makanmu” pria itu mengambil posisi duduk disebelahku tanpa mengalihkan pandangannya ke arah langit. Aku sedikit termangu menatapnya.

“Kau mau ini, Sehun?” tanpa tendeng alih-alih aku menawarinya kimbab segitigaku. Bodoh. Keberanian dari langit mana yang membuatku mengajaknya mengobrol seolah-olah kami adalah ‘teman’.

Pria ini tertawa mempertontonkan barisan gigi putihnya yang tersusun rapih dan bibir tipisnya yang berwarna plum. Tampan. Dan aku bersumpah, pemandangan sempurna seperti ini pasti membuat ekspresi wajahku terlihat seperti seorang idiot.

“Wah, ternyata kau memang teman yang baik Yoona-ya. Atau jangan-jangan bunyi gemeretuk perutku terdengar olehmu dengan jelas?” aku masih terkesan. Tidak percaya ini kenyataan atau mimpi. Aku mencubit lengan tanganku. “Aww..” sakit. Nyata, ternyata ini bukan mimpi. Dia memanggilku apa tadi? Yoona-ya? .

Tidak-tidak, terlebih dari itu, dia mengingatku. Oh Sehun mengingat seorang Im Yoona. Berusaha sekeras apapun aku tidak menemukan satupun potongan memori dalam otakku yang mengindikasikan bahwa kami memiliki hubungan yang dekat selama ini selain kenangan tentang ‘plester luka’ yang kudapat darinya dua tahun lalu.

“Hey, kau kenapa? Kok malah mencubit tangan?” ucapnya sambil mengayunkan tangan kanannya didepan wajahku. Aku menggeleng cepat.

“Tidak apa-apa, aku hanya berpikir ini mimpi.” Mendengar jawabanku lagi-lagi tawa Sehun pecah, sangking kerasnya tubuh tinggi sempurna miliknya sampai bergetar hebat. Ia menghentikan sejenak aktivitas membuka bungkus kimbab segitiga yang tadi kuberikan.

Aku berusaha keras menahan pipiku agar tidak memerah, berdua saja dengan Oh Sehun di atap sekolah, berdialog dan memandang garis wajah sempurnanya yang semakin menawan dengan ledakan tawa karena kelakuan yang kubuat, dalam jarak dekat, cukup menjadi alasan mengapa ritme jantungku berdetak tidak beraturan, bukan?

Aku tertunduk malu, tidak berani menatap sehun.

“Kau lucu Yoona, dibanding memakai kata aneh aku lebih memilih kata unik.” Sehun menatapku sekilas lalu kembali menatap lurus kedepan sambil memasukkan kimbab segitiga sekaligus kedalam mulutnya yang tidak begitu besar.

Benar saja sedetik kemudian ia mulai terbatuk-batuk karena tersedak. Aku melihat sekeliling mencari banana milk milikku, aku mengarahkannya ragu ke hadapan Sehun yang masih menepuk-nepuk dadanya pelan. Aku tidak yakin ia mau minum satu pipet denganku.

“Sebenarnya ini sudah kuminum sedikit, tapi aku tidak pu-“ dan Sehun pun menyambar cepat banana milk milikku dan menghabisinya tanpa sisa.

“Ahh.. enak. Sayang sekali aku kurang menikmatinya karena tersedak. Terimakasih Yoona. Kau sudah menyelamatkan hidupku” kali ini ia tersenyum, dan membuat kedua matanya membentuk garis serupa dengan bulan sabit. Akupun ikut tersenyum. Demi Tuhan aku tidak akan melupakan hari ini. Aku akan mengingatnya seumur hidup.

 

-o0o-

 

Kejadian diatap sekolah bersama Sehun sudah berlalu beberapa minggu, dan beberapa kali setelahnya kami kerap menghabiskan waktu istirahat bersama diatap sekolah. Bahkan aku pernah membuat bekal khusus untuk kuhabiskan bersamanya dan aku bersyukur karena Sehun menyukainya.

“Yoona-ya, kau tahu tidak kalau tim basket sekolah kita berhasil melaju sampai babak final kejuaraan regional?” aku mengangguk menatap sehun sambil mengunyah sanwidch tuna milikku. Sehun seketika terlihat antusias, lalu tersenyum penuh arti. Aku mengerutkan kening tanda tidak mengerti.

“Kau akan datang kan? Aku akan memberikan tiket undangan satu untukmu. Bagaimana?” manik mataku membulat sempurna, aku hampir saja tersedak mendengar ucapan sehun. Setelah meneguk sedikit air mineral akupun membuka suara, “Tidak ah, kau tega menyuruhku ketempat seperti itu. Itusih sama saja menyulut perang dengan Kwon Yuri”

Sehun menaikkan sebelah alisnya sambil terus memandangku intens. “Lalu?” tanyanya menantangku.

“Lalu aku jadi bulan-bulanan mereka disana. Ahh yang benar saja, aku tidak mau sehun. Aku malas berurusan dengan Yuri, kau juga tahu sendiri anak-anak dikelas memperlakukanku seperti apa” aku menunduk lemas. Sehun terdengar menghelas nafas panjang.

“Kenapa juga kau selalu diam dan pasrah menerima perlakuan itu?” pandangan Sehun menerawang. Aku terdiam sejenak. Aku juga tidak tahu alasan mengapa selama ini aku hanya diam menerima segala intimidasi dan perlakuan tidak baik dari mereka.

Apakah karena takut pada eksistensi mereka yang jelas sanggup menyiksaku dan menjadikanku mainan jika mereka sedang ingin. Atau mungkin karena aku kurang menghargai diriku sendiri, yah mungkin karena alam bawah sadarku sangat membenci kenyataan bahwa kenampakan fisikku tidak sesempurna teman-teman wanita yang ada dikelasku, salah satunya Kwon Yuri.

“Aku hanya berfikir jika aku tidak melawan, mereka akan bosan mengerjaiku” mataku mulai berkaca-kaca. Bukannya aku tidak lelah menghadapi pembully-an ini, tapi kenyataannya aku memang tidak sanggup melawan mereka semua. Andaikan aku tidak memiliki tubuh ini, dan wajah buruk ini, pasti kehidupan sekolahku tidak akan sesuram ini. Susah payah kutahan lapisan bening dimataku yang siap jatuh kapan saja menjadi bulir airmata.

“Mereka seperti itu karena kau tidak pernah melawan. Menunggu mereka bosan mengerjaimu,huh?” sehun terlihat tertawa sinis dan mendecih, “kau bercanda Yoona, isi otak wanita-wanita dangkal seperti mereka hanyalah mencari orang-orang yang dapat menjadi mainan mereka. Dan kau adalah sasaran empuk yang sangat pasrah” aku menatap Sehun lekat.

“Lalu, kenapa kau tidak pernah membelaku didepan mereka? Kau bukannya tidak pernah sekalipun berada disana bukan? Saat mereka kadang menjadikanku bulan-bulanan. Lalu kau bisa apa? Diam kan?” bulir-bulir air bening itu sukses membahasi pipiku. Aku menatap manik mata itu, pandangannya sendu. Menggoreskan emosi sedih, pedih, dan rasa bersalah menjadi satu. “A..a..aku, aku tidak-“ ucap sehun terbata.

“Sudahlah sehun…” aku menyeka airmata yang ada pada pipiku, “Aku tidak pernah menyalahkanmu atau mereka. Mungkin aku memang pantas diperlakukan seperti itu. Aku jelek, gendut dan tidak berharga. Tidak ada satupun orang digedung ini yang menganggapku teman, karena itulah mereka memperlakukanku seperti itu. Aku sudah sangat bersyukur kau mau menjadi temanku mengobrol denganku beberapa waktu terakhir ini” aku memaksakan senyumku dan memalingkan wajahku kepada Sehun.

Ia menatapku lamat-lamat, membuatku sedikit canggung dan memainkan buku-buku jariku.

“Kau salah dalam beberapa hal Yoona” sehun meneguk cola-nya, dan terdiam sejenak. Aku menatapnya bingung. Ia hanya tersenyum simpul seakan mengerti aku menuntut maksud dari kata-katanya barusan. “Tidak ada satupun manusia didunia ini yang diciptakan tidak berharga. Kau sangat berharga Yoona, terlebih dimata Tuhan. Dan juga tidak semua orang disekolah ini menganggapmu bukan seorang teman, setidaknya aku. Aku selalu menganggapmu temanku Yoona. Walaupun aku belum bisa menjadi teman yang baik untukmu.”

Aku menatapnya dalam kebekuan, lidahku kelu tidak tahu harus berkata apa. Sehun kembali menampakan senyum ala malaikatnya yang begitu sempurna dimataku. “Dan jangan lagi menyalahkan diri sendiri karena kekurangan fisikmu. Tidak ada satupun orang yang sempurna” manik mata kami masih saling menatap.

Aku membalas senyuman pria ini dengan lembut. Dia baru saja bilang bahwa ia menganggapku teman. Aku sangat bahagia, rasanya seperti kupu-kupu beterbangan di perutku.

Aku kembali menoleh untuk menatapnya, tiba-tiba sorot matanya berubah 180 derajat, ada raut kecemasan, dan kepedihan di dalamnya seolah-olah ada hal yang sangat berat mengganggu pikirannya, dan aku tahu betul itu tidak ada hubungannya dengan hal yang baru kami bicarakan barusan. Ada hal lain, tapi aku tidak tahu apa itu.

“Apa kau ada masalah sehun?” ia sedikit kaget, entah karena pertanyaanku atau sentuhan tanganku di pundaknya. Aku baru kali ini berani menyentuhnya, kalau kau mau tahu.

Ia tersenyum simpul dan menggeleng pelan, kembali menatap lurus ke hadapannya. Aku hanya bisa mengangguk-angguk sambil menerka perkara yang akupun tidak tahu sedikitpun konteksnya. Clueless. Sampai akhirnya sehun membuka suara.

“Bukan sesuatu yang penting, hanya saja ada beberapa masalah yang terjadi ditempat ayahku bekerja. Tidak usah kau pikirkan.”

Akupun hanya bisa diam mendengarkannya sambil menepuk-nepuk ringan pundaknya agar merasa lebih baik, karena jelas matanya berbicara bahwa saat ini ia sedang tidak baik-baik saja.

-o0o-

 

Jadi satu minggu pun berlalu dengan cepat, aku berjalan mondar mandir didalam kamar tidurku yang untungnya cukup luas. Aku sesekali menggigit jari, dan memandang secarik kertas, tiket pertandingan basket yang diberikan Sehun beberapa hari yang lalu.

Aku ragu mau menghadiri pertandingan itu, tapi akupun tidak sampai hati mau mengecewakan Sehun yang sudah repot-repot mengundangku. Mengingat ia adalah satu-satunya temanku disekolah. Walaupun aku tahu persis perasaanku padanya tidak hanya sekedar itu. Tapi aku tidak serakah dan sangat puas dengan hubungan pertemanan yang kami miliki, walaupun mungkin hanya kami berdua dan Tuhan yang tahu dengan hubungan ini.

Aku kembali menimbang-nimbang, dan akhirnya kuputuskan untuk hadir kepertandingan itu. Setidaknya kau tidak akan menyesal seumur hidup karena tidak muncul hari ini Im Yoona.

Aku membuka kedua pintu kayu lemariku yang cukup besar, mengambil seluruh gantungan pakaian yang aku miliki dan kutaruh diatas tempat tidurku. Aku mencoba satu persatu pakaianku dan memandang pantulan seluruh tubuhku didepan cermin. Ah, ternyata belum ada perubahan signifikan pada tubuhku. Aku sedang dalam tahap diet.

Dan aku bersumpah siksaan untuk mengurangi makanan-makanan manis favoritku ini jauh lebih berat dari perlakuan Yuri cs padaku disekolah. Sejenak kemudian akupun menepuk ringan dahiku menyadari kebodohanku saat mengingat jangka waktu diet yang baru kulakukan beberapa hari. Lalu aku berharap, beberapa lemak ditubuhku sudah menghilang sempurna. Hahaha, sekarang aku cukup bahagia untuk menertawakan diriku sendiri.

.

.

Jadi keberanianku yang menggunung beberapa waktu lalu saat ini menyusut sempurna seperti kembang gula yang meleleh saat berada dimulutku. Aula ini tiga kali lipat lebih ramai dari pertandingan penyisihan yang berlangsung disekolahku beberapa waktu lalu. Akupun kembali berjalan mondar mandir didekat pintu masuk aula. Beberapa orang yang berjalan hilir mudik melewati menatapku heran, aneh, dan bahkan tertawa. Sejauh ini aku tidak melihat kehadiran Kwon Yuri.

Aku menimbang, dan mulai maju bersiap untuk memasuki aula olahraga namun aku kembali membalikkan badan dan berjalan keluar. Hingga kepingan-kepingan suara Sehun beberapa hari lalu saat memberikan lembar tiket masuk pertandinga beberapa hari lalu, kembali bergema di telingaku.

.

 

“Pastikan kau datang Yoona-ya, aku akan sangat kecewa jika tidak melihatmu. Perlu kau tahu, harga tiket itu cukup mahal untuk hitungan siswa seperti kita, walapun aku mendapatkannya gratis, sih” sehun menggaruk-garuk tengkuk dan menyengir lebar.

“Akan kuusahakan ya” akupun menyambut selembar kertas kecil berwarna biru muda itu dari tangannya. Sehun mengerucutkan bibirnya dan memandangku yang sedikit tertunduk.

“Kau masih takut? Takut ketemu Yuri? Takut dikerjai lagi?” aku mendongak dan membalas tatapan menyelidik dari Sehun. Aku menelengkan kepalaku ragu.

“Tenang Yoon, kali ini aku akan membelamu. Jika Yuri ataupun seseorang mengganggumu atau berlaku macam-macam terhadapmu, aku akan membelamu. Jadi tolong kau pastikan untuk hadir dipertandingan, ya?” aku pun mengangguk pasrah, walaupun tidak yakin akan menepati konsekuensi dari keputusanku saat ini atau tidak nantinya. Tapi janji yang dilontarkan cukup manis untuk mampu kutolak.

.

Mengingat itu akupun memutuskan untuk mengumpulkan lagi segenap keberanianku, dan menepati janjiku pada Sehun, walaupun langkahku memasuki aula olahraga ini teramat perlahan.

Sepasang mata itupun memandang geram, saat yoona akhirnya memutuskan untuk memasuki aula olahraga. Ia memeras keras, tali tas kulitnya yang tersampir dipundak kanannya. Wajahnya yang cantik memerah karena amarah yang begitu terlihat dikilatan matanya. Ia Kwon Yuri.

Baru kali ini aku merasa tenang menonton pertandingan basket, mungkin karena bukan di area sekolahku sendiri. Miris memang, saat kau merasa terancam justru ditempat yang harusnya memberikan suasana hangat ‘rumah’ bagi dirimu, dan itulah yang kurasakan disekolahku sendiri.

Setidaknya saat ini tatapan mengintimidasi tidak kudapati dari orang-orang yang berada disekililingku. Walaupun beberapa orang sempat memberikan tatapan mengejek, melihat kenampakan fisikku. Aku tidak menyalahkan mereka. Sungguh, aku hanya menggumamkan kata-kata bahwa aku berharga dalam hati seperti yang dkatakan Sehun beberapa waktu lalu, dan benar saja trik ini cukup membuatku terhibur dan lebih tenang.

Aku memperhatikan permainan Sehun yang begitu sempurna, papan poin menunjukkan bahwa tim sekolah kami unggul delapan angka, namun itu tidak serta merta membuat tim basket sekolah kami menjadi lengah. Tanpa sadar akupun bersorak gaduh menyemangati tim sekolah kami.

Kurang dari dua menit lagi pertandingan ini berakhir, namun sepertinya perutku tiba-tiba tidak bisa diajak kompromi. Aku langsung mengumpat dalam hati sambil memikirkan makanan apa yang telah kumakan siang ini hingga perutku bergejolak tiba-tiba seperti ini. aku menatap tengah lapangan yang sedang menunjukkan pertandingan sengit kedua tim. Lalu menatap papan skor bergantian, tim sekolahku masih memimpin.

Aku mencoba bertahan, namun peperangan dengan gejolak dalam perutku inipun membuat aku menyerah, dan memutuskan untuk mencari toilet. Menemui sehun setelah pertandingan selesai. Aku menerobos kerumuna orang-orang yang memenuhi tribun sambil bersorak menyoraki tim favoritnya masing-masing.

.

Aktivitasku sudah hampir selesai, aku bersiap keluar dari bilik toilet, namun kubatalkan saat kudengar suara dua orang wanita membicarakan nama-nama yang tidak asing ditelingaku.

“Benarkah? Jadi sehun juga menyukainya? Wah beruntung sekali Kwon Yuri. Jadi apakah mereka akan berkencan?” aku menajamkan telinga mendengar perbincangan mereka berdua. Aku hanya mengenal suara dari salah satu wanita ini, Kim Taeyeon. Ia adalah salah satu teman sekolahku, tapi berbeda kelas.

“Entahlah, aku ingin menemui Baekhyun diruang ganti pemain, tapi yang kulihat malah Sehun dan yuri, dan kau tahu? aku tidak sengaja melihat mereka berciuman. Aku menyesal tidak sempat merekamnya dengan ponselku” aku terhuyung mendengar ucapan mereka. Tangan kiri kupakai untuk menutup mulutku agar tidak mengeluarkan suara karena rasa kaget yang menghentakku saat ini.

“Apa? Yaaa… kau seperti stalker. Tapi mereka memang cocok sih, iya kan? Sudahlah, lain kali kita bisa bicarakan mereka lagi aku harus segera pulang.”

.

Aku sudah tidak mendengar suara kedua wanita itu lagi, namun aku masih terduduk lemas diatas kloset yang tertutup. Tangan kananku menumpu pada dinding toilet. Aku merutuki diriku sendiri. Dan aku tidak mengerti luapan emosi apa yang ada dalam dadaku saat ini seakan jantungku akan meledak.

Dengan sisa-sisa tenagaku entah iblis darimana yang menghasutku untuk beranjak menuju ruang ganti pemain. Seolah ingin membuktikan pembenaran dari rumor yang baru saja kudengar, atau malah berharap seolah-olah itu tidak nyata seperti beberapa bulan lalu saat pertama kali mengobrol dengan Sehun diatap sekolah.

Aku menajamkan pendengaranku saat sudah berada tidak jauh dari ruang ganti pemain yang pintunya terbuka.

“Tidak dengan Im Yoona, jangan bodoh Yuri” mendengar namaku disebut dan mengetahui bahwa benar Yuri berada didalam ruangan itu membuatku tidak sanggup meneruskan langkahku untuk menghadapi kenyataan yang sudah ada didepan mata. Kepalaku tiba-tiba pusing aku melangkah mundur dan berbalik tergesa, namun satu cup kopi panas milik seseorang sukses membahasi tubuhku, dan aku tahu itu dilakukan dengan sengaja.

“Upsss, sengaja… hahahahaa” kedua wanita dihadapanku ini adalah pengikut Kwon Yuri, Kim Hyoyeon dan Tiffany Hwang. Rasa panas akibat tumpahan kopi masih terasa ditangan dan dadaku. Tiffany sudah kembali menambahkan tteobokki keatas kepalaku sambil tersenyum sinis membuatku semakin jijik ketimbang takut atas ulah mereka berdua. Tawa mereka pecah, menghinaku.

Aku bersiap untuk melawan kalau saja tidak ada interupsi dari Kwon Yuri.

“Ada apa ini?” aku membalikkan badanku dan menatapnya tajam. Sehun mengikutinya dari belakang. Aku masih tidak bersuara atau berniat menanggapi pertanyaannya. Sebelum akhirnya Tiffany menyahut, “Kami berdua tidak sengaja menumpahkan makanan ke tubuh besar Yooser, uppss Yoona… maksudku.” nada bicaranya benar-benar dibuat-buat. Tubuhku bergetar, tiba-tiba telapak tanganku lemas. Belum pernah aku merasa sesakit ini dibully oleh mereka. Entahlah aku sakit untuk hal apa sesungguhnya.

“Ohh, mengapa tidak minta maaf fany-ah? Kudengar kekasihku sempat membual bahwa ia adalah temannya beberapa waktu lalu. Kalian tidak seharusnya memperlakukannya sejahat itu” airmataku sukses jatuh. Aku menatap yuri yang menatapku menantang dengan senyum licik yang dikemas semanis mungkin olehnya. Membuat harga diriku semakin terluka.

Pandanganku beralih pada Sehun yang tetap diam tidak berkomentar, saat manik kami bertemu ia memalingkan wajahnya. Membuat airmataku jatuh semakin deras. Cukup sudah, aku mengambil langkah seribu, tanpa membersihkan kotoran yang ada dibaju dan kepalaku. Aku berlari sekuat tenaga sambil menangis. Hanya satu tujuanku, sampai dirumah secepatnya.

.

Aku menangis sepanjang malam, persetan dengan omong kosong Sehun, persetan dengan pertemanan yang membuat hidupku sangat bahagia beberapa waktu belakangan ini. namun semuanya hancur sia-sia sudah. Aku tidak tahu harus menyalahkan siapa, hanya saja aku tidak bisa bohong bahwa aku tidak kecewa dan sakit hati, aku merasakannya. Sangat.

Aku memandang cermin dihadapanku, kuambil gunting dari salah satu laci meja riasku. Kugunting surai cokelat walnut milikku. Dan aku bersumpah akan mengubur dalam-dalam kenangan pahitku ini, dan menjadi seorang Im Yoona yang baru.

 

-o0o-

 

10 years later

Aku menyusuri jalanan panjang di gedung sekolah yang besar ini. Bangunannya masih sama kokoh, tidak banyak yang berubah. Hanya beberapa warna cat dinding yang sudah diganti dari putih menjadi warna biru salem. Aku memang baru beberapa hari berada di Korea, lagi.

Entah alasan apa yang membuatku kembali ke tempat ini, beberapa tahun terakhir aku sudah mulai tenang dengan hidupku yang cukup baik di London, Ya.. tempatku mengasingkan diri kurang lebih dalam sepuluh tahun terakhir ini.

Aku berusaha sekuat tenaga untuk melupakan kenangan burukku, terlebih ditempat ini. Seharusnya tempat ini adalah tempat yang paling kuhindari, tapi seperti orang tolol aku malah memasukkan berkas untuk menjadi tenaga pengajar ditempat ini.

Ya, ini adalah sekolah tempat dimana aku belajar sepuluh tahun yang lalu, bersembunyi, menyalahkan diri sendiri, dan mengenal seorang Sehun sedikit lebih dekat dalam beberapa waktu, kemudian menghancurkan diriku sehingga rasanya aku tidak mampu bangkit kembali. Yang paling bodoh dariku adalah setelah semua hal itu terjadi, aku masih merindukannya.

Alterego ku kadang menuntutku untuk mencarinya, menunjukkan bahwa aku sudah berubah, aku bukanlah Yoona yang menjijikkan seperti dulu, sekarang aku adalah Yoona yang bisa ia banggakan kepada seluruh orang, Yoona yang pantas bergandengan tangan dengan pria tampan dan sempurna sepertinya.

Tanpa sadar akupun sudah berada di aula olahraga tempat aku sering memandangi dan mengagumi Sehun, dulu. Aku menyusuri ruangan yang besar ini, tidak satupun orang didalamnya karena ini adalah hari libur. Aku memungut sebuah bola basket yang ada disekitar ring basket. Aku mulai mendribble dan memasukkannya dalam ring, namun gagal. Ah, aku lupa.. dari dulu aku memang tidak pandai berolahraga.

Aku melakukan beberapa gerakan hingga tubuhku berkeringat, setelah cukup lelah akupun duduk begitu saja dilantai yang dinginnya terasa menusuk tulang-tulangku.

Potongan grafis tentang sehun di area yang sama tempatku termangu saat ini membuatku mau tidak mau sedikit mengulas senyum. Desiran aneh dan gemuruh dalam dadaku ini selalu merespon saat impuls sarafku bekerja untuk mengingatkanku akan sosok seorang Sehun.

Namun ketika kuingat kembali, satu peristiwa yang begitu menghancurkan hatiku, mataku kembali berkaca-kaca. Aku beranjak, dan melangkah pergi meninggalkan ruangan besar itu. Cukup untuk hari ini yoona.

 

-o0o-

 

“Jongin-ssi, bisa tolong kau periksa berkas-berkas ini? aku akan membereskan berkas yang satunya untuk persiapan presentasi kita minggu depan.” Seorang pria dengan setelan kemeja biru dengan tubuh tinggi namun tidak begitu besar, malah cenderung kurus. Melangkah menuju kembali ke mejanya. Garis wajahnya sempurna, dengan bibir plum tipis dan hidung yang mancung, dagunya membentuk V line dengan sempurna.

Pria itu adalah Oh Sehun.

Tidak banyak yang berubah dari bentuk fisiknya, hanya saja saat ini ada kacamata frameless yang terbingkai diwajahnya, garis-garis wajahnya pun sudah sedikit mengeras menunjukkan bahwa ia bukan lagi remaja pria seperti sepuluh tahun yang lalu.

Ia sedikit merebahkan dan meregangkan tubuhnya saat kembali ke meja kantornya. Ia memijit-mijit tengkuk, seperti merasakan kelelahan yang amat sangat. Pekerjaan kantor memang kerap membuat tubuhnya meraka sakit dan kaku.

Sebaiknya sudah waktunya aku memanjakan tubuhku hari ini. Baiklah, sepulang kerja aku akan mampir sebentar dan sedikit ‘bersenang-senang’.

.

.

.

Wajahku sudah penuh dengan peluh saat aku kembali menggiring basket di aula ini, yah keuntungan menjadi seorang guru ditempat ini adalah bisa setiap saat menggunakan beberapa area disekolah, salah satunya gedung olahraga ini. sudah genap satu bulan aku mulai mengajar, dan saat sore hari ketika hari mulai sepi aku sering main basket ditempat ini, entahlah mulai sejak kapan aku menyukainya. Mungkin aura Sehun begitu kuat ditempat ini, sehingga membuatku suka sekali berlama-lama ditempat ini.

Aku sudah siap memasukkan bola basket ditanganku kedalam ring saat sebuah suara berat seorang pria menginterupsi aktivitasku,

“Siapa kau?” aku merasakan de javu, pelan-pelan kubalikkan tubuhku. Tubuhku sedikit bergetar saat menemukan sosok seorang pria yang selama ini terus membayang-bayangiku.

Oh Sehun.

Ia pun terlihat sama-sama kaget, terlihat jelas dari kilat sorot matanya. Kami sama-sama menatap dalam diam.

“Maaf, kau bisa memakai tempat ini tuan. Aku akan segera pergi” melihat sehun yang tidak ada respon sedikitpun. Aku memilih untuk berpura-pura tidak mengenalnya dan cepat-cepat meninggalkan tempat ini. Aku yakin seratus persen sehun tidak akan mengenaliku.

“Im Yoona, kau kah itu?” langkahku tertahan tidak seberapa jauh dari posisi tempat ia berdiri. Kami masih sama-sama mematung diposisi masing-masing. “Yoona-ya, benarkah kau kembali?” baritone suaranya mulai bergetar entah kenapa. Mataku mulai berkaca-kaca. Aku pelan-pelan berbalik, yang bisa kutatap hanya punggungnya. Sehun masih tidak bergeming. Aku mengatur, nafasku.

“Maaf tuan kau salah orang”.

“Maaf tuan kau salah orang” aku mendengar suara itu kembali bergema ditelingaku. Ada kesan meyakinkan yang dibuat-buat. Aku yakin betul ia adalah Im Yoona. Kenampakan fisiknya memang berubah 360 derajat. Surai walnutnya sudah berganti hitam kecoklatan, tubuhnya sudah mengecil dua kali, tidak, malah mungkin tiga kali lipat dari terakhir kali kulihat sepuluh tahun yang lalu, garis wajahnya begitu tirus tidak lagi menunjukan gumpalan pipi chubby-nya yang menggemaskan, ia tidak lagi menggunakan kacamata sehingga manik hazel miliknya terekspos dengan sempurna, inilah satu-satunya bagian tubuh Yoona yang tidak berubah dimataku. Sorot mata teduh yoona yang menenangkan masih sama seperti yang dulu.

Pikiranku berkecamuk, hal mengerikan apa yang sudah yoona jalani selama ini hingga ia memaksa dirinya untuk berubah sedemikian rupa, sampai akupun tersadar. Oh Sehun, itu semua karenamu, karena kebodohanmu, dan ketidakberdayaanmu sepuluh tahun yang lalu.

Akupun segera membalikkan tubuhku dan mengejarnya yang hampir keluar dari gedung olahraga ini, aku menarik tangannya dengan cepat dan membuat tubuh rapuhnya saat ini jatuh sempurna di dadaku.

“Maafkan aku. Maafkan aku, Yoona-ya…” aku mengusap surai legam miliknya, ia masih tidak merespon. Aku begitu merindukan sosok ini. wanita apa adanya yang selalu membuatku nyaman saat berada didekatnya.

“Sudah kubilang, aku tidak mengenalmu…” ucapannya dingin. Aku melepaskan rengkuhanku dari tubuhnya.

Ia masih diam tidak bergeming. Aku menatap matanya nanar, matanya menyiratkan kesakitan dan dendam menjadi satu.

“Sudah kubilang aku tidak mengenalmu. Dan tidak ingin mengenalmu. Mengapa kau datang ke tempat ini, kenapa?” tubuh Yoona terlihat bergetar, aku ingin menggapainya tapi ia menolakku mentah-mentah. Kami terdiam lama, berkecamuk dengan pikiran masing-masing.

“Untuk apa kau meminta maaf?” tiba-tiba Yoona membuka suara.

“Untuk semuanya. Terlebih karena tidak mampu menjadi teman yang bisa kau andalkan pada saat itu.” Kulihat Yoona tersenyum sinis, iu respon yang wajar dan aku menerimanya.

“Aku sudah lama melupakan apa itu artinya teman…” ia menoleh menatapku tajam. Aku masih memandang sosoknya intens, “kalau kau sudah selesai bicara, aku akan pergi sekarang, sehun-ssi” melihatnya yang kembali mencoba menjauh aku tidak dapat menahan diriku lagi,

“AKU MENCINTAIMU… aku mencintaimu Im Yoona.”

“AKU MENCINTAIMU… aku mencintaimu Im Yoona.” Apa-apaan ini. otakku dengan yakin memerintahkanku untuk meninggalkan tempat ini, tapi mendengar ucapannya barusan sensor motorik ku tidak selaras, dan lagi-lagi membuat tubuhku tertahan tidak bergerak kemana-mana.

“Aku menyukaimu bahkan jauh sebelum kita sepakat untuk menjadi teman. Aku seorang pecundang menyedihkan Yoona, yang hanya bisa menyukaimu dalam diam. Kembali hanya diam, saat melihatmu dilukai oleh wanita dangkal brengsek itu.”

“Wanita dangkal mana yang kau maksud? Wanita dangkal yang kau kencani dan kau cumbu di ruang ganti olahraga sepuluh tahun lalu, HAH? Kau picik sehun.” aku melihat kening sehun berkerut membentuk tiga garis horizontal, seakan-akan ia tidak mengerti apa yang sedang kubicarakan.

“A..apa maksudmu?” sahutnya terbata, “aku tidak pernah melakukan itu semua Yoona…” aku tertawa mengejeknya. Yang benar saja, setelah semua yang terjadi ia masih berani menipuku.

“Pergilah sehun, aku benar-benar membencimu. Jangan pernah menemui atau mencoba mencariku. Aku benar-benar muak!.” Aku pun benar-benar pergi meninggalkannya sendirian di aula olahraga yang dingin itu.

-o0o-

 

Sehun benar-benar tidak menggubris ancamanku beberapa waktu lalu. Ia terus saja menenmuiku dan mencoba memenangkan hatiku, mencoba menemuiku setelah selesai bekerja, menguntit acara santaiku diakhir pekan dan bahkan menungguku di area sekitar apartemenku. Aku benar-benar jengah dengan kelakuannya.

Sebenarnya aku akui, tembok pertahananku sudah lama runtuh. Dan hari ini sudah genap empat bulan ia melancarkan aksi ‘pembuktiannya’ di hadapanku. Dan aku masih tetap diam. Melihatnya yang masih berdiri di gerbang sekolah- menungguku, seperti saat ini membuatku sedikit meragu.

Aku masih tidak mengerti, apa yang kuinginkan dengan melancarkan aksi acuh terhadap segala usaha yang sudah dilancarkannya selama kurang lebih empat bulan belakangan ini. Aku ingin sekali menghukumnya, tapi disatu sisi aku tidak yakin untuk kesalahannya yang mana. Atau aku masih ragu, apa benar-benar dia menyukaiku sejak dulu, atau karena perubahan yang ada padaku saat ini yang membuatnya membual agar aku jatuh luluh di hadapannya. Jika memang benar karena itu, aku pasti akan benar-benar kecewa padanya.

Aku menatapnya kembali, dari balik jendela kantor guru. Ia masih bertahan disana, terlihat menerima telepon. Lalu beberapa menit kemudian ia pergi. Aku terenyak, mau pergi kemana dia?

.

.

.

Sudah satu minggu, sejak sehun menghilang dari gerbang sekolah. Dan setelahnya ia tidak pernah menunjukkan batang hidungnya padaku. Aku mulai gelisah, apa dia mulai menyerah?

Aku melangkah gontai menyusuri lorong supermarket dan mendorong kereta belanjaanku dengan tidak semangat. Dipikiranku hanya ada sehun,sehun,sehun dan sehun. Aku sedang memilih creamer saat tiba-tiba mundur dan menabrak seorang wanita yang menjatuhkan beberapa kotak belanjaan ditangannya. Aku spontan ikut menunduk membantunya memungut beberapa barang belanjaannya yang berserakan karena ulahku.

Aku mendongak menatap wajahnya, tanganku mulai bergetar dan tengkukku mulai berkeringat, “Kwon Yuri?” ia menatapku lama dan terlihat bingung dan tidak mengenalku, ia tersenyum ragu sambil terus memandangku, “Aku Yoona, Im yoona”

-o0o-

 

Demi Tuhan aku merutuki kebodohanku. Aku berlari dengan gusar, aku harus menemui Oh Sehun. Tapi aku tidak tahu harus mulai darimana. Satu-satunya informasi yang diketahui oleh Yuri adalah alamat apartemen orang tua Sehun. Akupun memutuskan memulainya dari sana.

.

Aku bertemu dengan ibu Sehun, garis wajahnya kurang lebih sama dengan Sehun. Hanya saja guratan-guratan garis menua di wajahnya menunjukkan bahwa ia sudah tidak muda lagi. Ibu sehun adalah pribadi yang hangat, setelah berbincang sebentar akupun mendapatkan kontak ponsel dan alamat apartemen tempat sehun sekarang tinggal. Ia pun berjanji untuk menghubungi sehun, memberitahu bahwa aku mencarinya.

.

.

Satu hari,

Dua hari,

Lima hari,

Dan hari ini sudah seminggu aku mencoba menghubunginya dan mengunjungi apartemennya, berharap mendapatkan tanda-tanda keberadaannya. Aku berdiri di area depan apartemen sehun. Aku mengeratkan mantel cokelat tebal yang melekat ditubuhku, ini sudah bulan Desember dan suasana kota Seoul sudah mulai menunjukkan derajat suhu yang merendah. Aku menggosok kedua telapak tanganku kasar, entah mengapa malam ini sangat dingin padahal salju belum juga mulai turun hingga saat ini.

 

“Yoona?” suara itu, suara yang selalu aku rindukan selama bertahun-tahun ini. aku mendongak dan mendapati sehun dengan mantel hitam dan tas jinjing travel di tangan kanannya. Akupun segera menghambur kedalam dada bidangnya, memeluknya dengan erat. Kaget mendapat perlakuan tiba-tiba dariku membuat tas jinjing ditangannya terjatuh.

“Sehun-ah… jangan pergi lagi sehun-ah… aku mohon, maafkan aku” aku menangis, bukan karena sedih melainkan lebih karena lega dan bahagia mendapati sosok yang kurindukan setengah mati ini. Aku merasakan ia membalas pelukanku. Ia membelai lebut suraiku, dan menepuk-nepuk pundakku perlahan. Aku masih menangis dalam pelukannya.

“Aku bertemu yuri, ia sudah menceritakan semuanya…” aku mendongak menatapnya, ia tersenyum lembut, “Ma..maafkan a-“ tubuhku menggelinjang hebat, ada desiran aneh yang belum pernah kurasakan sekalipun. Bibir plum tipis itu sekarang menyapu lembut bibir ranumku. aku tidak bereaksi dan perlahan menutup mataku perlahan dan mengahayati sentuhan lembutnya saat ini padaku, aku membalas ciumannya.

Kami melepaskan tautan kami perlahan, dan saling menatap manik satu sama lain. Tersenyum dan kembali berpelukan erat, seakan esok kami tidak akan bertemu kembali. Mungkin ini akibat rindu yang selama ini tertahan, sehingga saat dinding ini runtuh semuanya menyeruak ke permukaan dengan liar.

“Terimakasih Yoona-ya… aku sungguh bahagia… aku bersyukur sekali, karena Tuhan mendengar doaku untuk bertemu denganmu lagi. Itu adalah satu-satunya harapan terbesarku…” aku tersenyum dan kembali menatapnya masih enggan beranjak dari pelukannya.

“Akupun selalu mencoba menghindarimu sehun-ah, tapi ternyata waktu sepuluh tahun tidak cukup untuk menghapusmu dalam hatiku. Pada akhirnya aku kembali terpanggil untuk menemukanmu, sampai kapanpun aku tidak bisa menghindarimu, dan tidak mampu melihatmu menghilang dari pandanganku…” sehun mengecup keningku lembut, tepat disaat itu salju mulai turun perlahan.

Kami tertawa bersama, aku melepaskanku dan mengadahkan tanganku mencoba menggapai butiran halus salju itu. Saat mencoba berbalik memunggungi sehun ia kembali menarikku dalam pelukannya, dan kembali menghujaniku dengan kecupannya yang lembut yang perlahan-lahan makin mendalam, dingin salju malam ini tidak mampu membuyarkan perasaan hangat yang kami rasakan saat ini.

 

Fin

 

Hai… haii… Terimakasih banyak buat semua readers ataupun siders udah mau mampir dicoretanku yang gak seberapa ini. Please jangan bashing aku yah buat yang gak suka pairing ini, ingatlah ini hanya delusi semata yang hasrat penulisannya yang gak bisa kubendung #apasih.

At least, berhubung aku masih newbie didunia per-fanfiction-an, minta kemurahan hati kalian untuk komen, like bahkan ngasih saran dan kritik… okay, okay,okay?

 

With love

Thanasa..

12 tanggapan untuk “[EXOFFI FREELANCE] Meet Him – Oneshot”

  1. Wahh FF nya bagus banget … ><
    Akhirnya dapat ff dengan pairing ini ^^
    Semangat terus buat ff Yoong eonnie ☆♡♡♡♡♡♡♡☆

  2. Sumpah kak, bacanya sampe nangis aku 😥 JAHAT!!!!
    Yang part Yona natap Sehun dan Sehun cuma mengalihkan pandangannya dari Yoona. Jahat banget, katanya mau bela Yoona waktu Yoona dikerjain ama Yuri cs yang kagak punya otak itu. Mana buktinya, malah diem aja. Tega banget, jahat!!!!
    Gak kuat banget bacanya, pengen nangis mulu kalo baca fic yang soal pembullyan. Dasar Yuri jahat!!! Gak punya hati!!!
    Kalo aku jadi Yoona yang ketemu di supermarket itu, aku gak bakal deh nolongin Yuri. Tinggalin aja atau tumpahin aja belanjaannya. Biar tahu rasa!!!!
    Mianhae yah thor komennya kek gini. Abis ngefeel banget sih fic nya, jadi pengen cakar cakar mukanya Yuri.
    Happy end syukur deh, tapi masih gak abis pikir ama sikap Sehun 10 tahun yang lalu dan kok bisa Sehun ada di belakang Yuri waktu pembullyan itu.
    Btw, aku YoonHun shipper. Jadi gak tahan banget ama ff yang di awalnya kek gini.
    Daebak kak ff nya. Ditunggu next fic ya…
    Hwaiting!!!

    1. Hai nettatec…
      Hehehhe mksih yah udh feedback hehehe,
      Sikh.siph semoga aku tetap diksih imajinasi tak terbatas yah sm Tuhan wkwkwk
      Klo mau baca tulisanku yg main, kmu bsa mampir ke blog pribadiku di dotha12.wordpress.com

      Makasih 🙂 🙂

  3. waaah….sehun manis bgt,, tp dulu dia pengecut ya 🙂
    itu si yuri ngejelasin apa sih? dlu sehun gk ciuman gt sama dia, lha trus yg diliat taeyeon diruang ganti itu apa dong?
    oh iya selama bberapa hari sehun mnghilang itu kmn? dia ada kerjaan diluar kota kah atau kmn????
    dsini gk dijelasin jd maaf aq gk tau,hehehe….
    aq suka koq pairing nya yoonhun 🙂
    mereka cocok walaupun umurnya beda 4th,hehe….
    seneng bgt karna akhirnya kisah ini happy end 🙂
    ditunggu karya lainnya kak ^_^

    1. Haihai nurulaini 😀

      Yahh sbnrnya mmg pnjelsan itu emg udh ada dikepalaku sih cm klo ditulis tkut kepanjangan bgt hehhe…

      Intinya sih prckapan taengoo di toilet itu fake cm disuruh yuri. Hehehee
      Iyaah, sehun ada urusan pekerjaan keluar kota.
      Btw mksih loh udh komen n review segini bnyakkk… Senengg bgt aku 😀

      Siphh, smga aku bsa terus berkarya, fighting…

  4. Wah author terimakasih ff yoonhunya! Walaupun sebenarnya saya kurang suka kalau yoona imaginennya jelek kaya gitu haha tapi gakapapa. Aku bingung kenapa gak dijelasin masalahnya sehun sama yuri ya? Yaa walaupun kalo gak dijelasin juga gakapapa sih. Pokonya ff nya keren karena castnya yoonhun dan happy ending! Haha terimakasih author, selalu berkarya ya!

    1. Haahaha makasiihhh komentnyaa fufufuu…
      Yah klo dijelasin tkut kepanjangann hahahhaa

      Sbnrnya sihh obrolan di toilet itu fake, Yuri yg nyuruh hehehe , mankanya pas ktmu yuri sdkit bnyak emg ngejlasin ttg itu hehhehee

  5. Ini ceritanya manis
    Mengenang masa lalu berarti mengenang seseorang di masa lalu juga
    Ya.. entah itu mengesankan atau memuaakkan
    Benar kan kak? 🙂

    1. Hahahaahaa yups, bisa dibilang begitu.
      Gak salah sih mengenang, toh selama memori di otak kita berfungsi segala sesuatu yg mengesankan psti tetep terekam kan yah…
      Btw, mksih yah udh komen 😀 😉

Pip~ Pip~ Pip~