[EXOFFI FREELANCE] Even It Hurts (Chapter 2)

PhotoGrid_1462416656309.jpgEven It Hurts

By

Lawliet

Main cast

Bae Irene // Oh Sehun // Bae Suzy// Ten

Genre

Romance, Sad, Familyship, etc.

Length

Chaptered

Rating

PG-15

FF absurd ini murni buatan author yang juga absurd. Jadi jika ada kesamaan tokoh, latar dan sebagainya itu murni atau mungkin tidak sengaja. Dilarang memplagiat ff author atau mengcopy tanpa seizin author, awas typo disana-sini.

Jikalaupun rasa sakit itu akan memakan hatiku, aku tidak akan pernah meninggalkannya.

Aku akan selalu mengikutinya, berusaha agar dia berpaling kepadaku.

Jangan salahkan aku karena aku benar-benar tidak bisa hidup tanpanya.”

CHAPTER 2-

 

Ten bergegas turun dari mobilnya setelah dia memakirkan mobilnya ke pinggir jalan, disusul Irene yang ikut panik karena Ten hampir saja menabrak pejalan kaki pada saat lampu merah. Namun langkah panik Irene terhenti saat dia melihat wajah orang yang hampir saja ditabrak oleh mobil Ten. Dia akhirnya memutuskan untuk berdiri di samping pintu mobil Ten saja. Dia membiarkan Ten mendekati pejalan kaki yang masih duduk di tengah jalan.

Gwenchana?” Ten segera mendekati pejalan kaki yang duduk di tengah jalan karena terlalu kaget tadi.

“O-oh, aku tidak apa-apa.” jawab orang itu lekas berdiri.

“Maafkan aku, aku sangat teledor.” Ten menunduk singkat kemudian menatap wajah pria yang dia tabrak itu.

“Sehun hyung?”

“Ten-ah?”

Mereka pun tiba-tiba berpelukan layaknya dua sahabat yang sudah lama tidak berjumpa. Saling melempar senyum dan kemudian berjabat tangan. Mereka pun berjalan sambil bergandengan pundak menuju mobil Ten. Membuat Irene segera bersembunyi, mengambil jarak yang lebih jauh dari tempat berdirinya tadi.

“Kau sudah besar, ya.”  Sehun tersenyum sambil menepuk pundak Ten.

Ten terkekeh, “Mana mungkin aku semakin kecil, hyung.” Irene tersentak saat dia mendengar kata’hyung’ yang keluar dari mulut Ten. Jadi Ten mengenal Sehun sunbae? Sejak kapan? Batin Irene penasaran.

“Kapan kau kembali ke Korea?” Sehun kemudian bersandar di bumper mobil Ten, melipat kedua lengannya di depan dada bidangnya.

“Dua hari yang lalu.” Ten mengikuti posisi Sehun,.

Apa Sehun sunbae tidak melihatku? , batin Irene was-was. Ia masih sangat tidak ingin melihat wajah kakaknya dan sunbae-nya yang satu itu.

“Kau tidak kuliah, hyung?” Ten menoleh ke Sehun.

Sehun tersenyum, “Harus, ada gadis yang menungguku.” jawaban Sehun sukses membuat Ten ber-wah-wah sendiri.

Daebak, selamat ya, hyung.” Ten menepuk pundak Sehun lagi kemudian mengacungkan kedua ibu jarinya.

Irene tersenyum miris mendengar percakapan mereka, “Harus, ada gadis yang menungguku.lagi-lagi air mata Irene mengalir bebas tanpa persetujuan.

“Irene-ah, kau kenapa?” Ten tiba-tiba saja sudah berada di sampingnya.

“Ah? Oh, tidak apa-apa.” Irene dengan cepat menghapus air matanya walaupun itu tak ada gunanya karena Ten sudah melihatnya.

“Irene-ah?” Sehun melihat Irene dengan pandangan tak percaya.

Hyung mnengenalnya?” Ten menoleh kearah Sehun-Irene bergantian, dia tidak menyangka Sehun dan Irene saling mengenal.

“Tentu saja, dia adik kekasihku.” Ten terperangah menatap Sehun dengan tatapan yang sulit dijelaskan.

Mwo? Mengapa kau menatapku seperti itu?” Sehun yang merasa risih mengibaskan tangannya di depan wajahnya.

“Jadi kekasih hyung, Suzy noona?” Ten memastikan padahal jawabannya sudah sangat jelas.

“Wah, bagaimana kau bisa tahu? Kau akrab dengan Irene, ya?” Sehun bertepuk tangan sekali lalu mengarahkan telunjuknya ke wajah Ten.

“Aku bersahabat dengan mereka sejak aku berumur 5 tahun.” kali ini gantian Sehun yang terperangah.

Sincha? Wah, aku iri denganmu Ten!” Sehun tersenyum manis, kemudian berdiri tegak.

“Kau ada acara? Kalau tidak, lebih baik kau mengantarku ke kampus.” Sehun mendorong tubuh Ten, namun Ten menahannya.

“Aku ada kencan dengan Irene, jadi hyung jalan kaki saja.” Ten berbalik mendorong pria bermarga Oh itu.

“Aaaah.. jadi karena seorang gadis kau mengabaikan hyungmu ini? Geurae, terimakasih banyak Ten.” Sehun beranjak sambil tersenyum masam.

“Aku duluan ya Irene-ah.” Sehun berucap membuat Irene tersentak, bingung antara senang dan sedih.

N-ne, sunbae.” Jawab Irene seadanya.

“Maafkan aku hyung, kali ini saja. Lain kali, kutraktir kau makan!” Ten melambaikan tangannya, sedangkan Sehun hanya mengacungkan jempolnya ke atas udara.

“Ck. Orang tua gila itu.” Ten tersenyum singkat lalu kembali ke Irene yang hanya diam sedari tadi.

Ten tak mau buang waktu, segera dia menyuruh gadis itu masuk ke mobil dan dia segera menghidupkan mobilnya melanjutkan perjalanan mereka yang terhambat.

“Darimana kau mengenal sunbae itu?” Tanya Irene tiba-tiba, Ten hanya tersenyum kemudian menoleh ke gadis itu.

“Dia sunbae­ku juga, sewaktu SMA. Kami sama-sama di club basket, dia mengajariku banyak hal. Dia itu sangat hebat bermain basket.” ujar Ten mengenang kembali masa-masa indahnya dengan Sehun.

“Tapi aku tak menyangka dia adalah kekasih Suzy noona. Orang gila seperti dia mendapatkan onniemu yang luar biasa cantik itu.” lanjutnya lagi, perkataannya membuat Irene berdecih.

“Dan aku juga tidak menyangka kau sangat akrab dengan orang gila.” Irene mengalihkan pandangannya ke jalanan Seoul.

“Hahaha.. tapi dia itu orang yang baik, sangat baik malahan. Lihat saja tadi, dia orang kaya, mobilnya banyak tapi tidak mau mengendarai mobil ke sekolah. Pernah kutanya, tapi dia menjawab dengan jawaban yang konyol.” Ten terkekeh sendiri, berbanding terbalik dengan Irene yang masih melayang akal sehatnya entah kemana.

Ten melirik sebentar ke Irene, gadis itu tak merespon kalimat panjangnya. Irene asyik menatap ke luar jendela, tidak peduli dengan Ten yang berada di sebelahnya.

“Irene, kita pulang saja ya?” Irene menoleh cepat ke Ten, Ten hanya tersenyum kecut.

“Kau tiba-tiba jadi orang yang tidak mengasyikkan.” Ten memutar balik mobilnya, Irene yang tadinya hendak mencegat mengurungkan niatnya. Toh, dia juga jadi murung karena hatinya masih mendung.

“Lihatkan, kau tidak merespon kalimatku.” Ten menghembuskan napasnya pelan.

Irene memutar kedua bola matanya, wajahnya kehilangan senyum saat ini.

“Jika kau mau pulang, ya sudah kita pulang. Apa yang harus dipermasalahkan lagi?” Irene melipat kedua lengannya di depan dada, dia mendesah pelan lalu menutup matanya perlahan.

“Paling tidak kau menolakknya atau mengiyakannya, bukannya diam seperti mannequeen di butik haelmoniku.” Ten melirik gadis itu lagi, Irene tidak bergeming sama sekali namun Ten tidak mau menyerah.

Baechu, sahabatmu yang tampan ini baru bertemu denganmu semalam dan kau sudah mengabaikannya hari ini? Kau bukan baechu yang ku kenal, kau tidak mengasyikkan seperti dulu lagi. Kau malah lebih mirip medusa hari ini.” Ten berujar namun hasilnya masih sama, Irene tak menyahut apapun.

Ya! Bae Irene! Jangan mengabaikanku terus, tolong mengerti perasaan orang yang diabaikan ini.” Ten mengerem mobilnya tiba-tiba membuat tubuh Irene terdorong ke depan.

Irene menoleh kearah Ten dengan tatapan dingin, namun dipelupuk matanya telah mengumpul air mata.

“Irene-ah.”

“Ten, aku sedang dalam mood buruk karena pria yang kita temui tadi, apa kau tahu apa yang kurasakan sekarang?” Irene menjeda kalimatnya dan mulai terisak, air matanya mengalir sekarang, di depan Ten.

“Aku bahkan tidak bisa berpikir secara jernih lagi, hatiku mempengaruhi akal sehatku. Aku bahkan mulai merasa lebih baik aku mati saja, pria itu, pria itu adalah kekasih kakakku dan aku sangat mencintai pria itu! Sekarang apa yang harus kulakukan, eoh?!” Irene menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, tubuhnya bergetar hebat membuat Ten tidak tahan.

Segera Ten memijak gas mobilnya dan mengemudi dengan kecepatan tinggi. Irene tersentak, “Apa yang kau lakukan?”

Ten mengabaikan pertanyaan Irene, membuat Irene ketakutan. Bagaimana tidak, mobil yang ia tumpangi melaju dengan kecepatan yang diatas rata-rata.

“Ten!” Pekikkan Irene malah membuat Ten semakin menambah kecepatan mobilnya. Irene mengalah, membiarkan Ten melakukan hal yang diinginkannya.

Beberapa menit, akhirnya Irene tau tempat yang mereka tuju. Taman bunga, taman kesayangan Irene, Suzy, dan Ten. Ten memakirkan mobilnya, kemudian keluar mobil tanpa mengatakan sepatah katapun. Irene ikut turun, mengikuti langkah Ten. Ten tiba-tiba berhenti, membalikkan tubuhnya dan tersenyum perlahan.

“Ten-ah.” Irene menatap Ten dengan tatapan kagum, pria itu selalu saja tersenyum. Tak pernah sekalipun Irene melihat pria itu memarahinya dengan serius atau meneriaki dirinya.

“Irene-ah, aku juga sakit hati. Tapi aku tetap tersenyum, kenapa?” Ten menjeda kalimatnya, menatap Irene dengan tatapan lembut.

“Aku selalu membayangkan wajah seorang gadis, wajah gadis itu selalu meredakan semua keluh-kesahku. Tapi hari ini gadis itu sedang dalam mood yang buruk, ditambah lagi dia sedang menyukai seorang pria dan pria itu bukan aku.” Ten membuat Irene tertegun, perlahan Irene mendekati posisi Ten.

“Gadis itu menyukai kekasih kakaknya, lalu bagaimana denganku?” Ten tertunduk, suaranya bergetar.

“Aku diabaikan, walau aku bersikeras membuatnya tersenyum.”

“Berhenti berbicara, Ten.” Irene menghentikan langkahnya.

“Dia sama sekali tidak tersenyum, dia malah menangis. Aku membuatnya menangis.” Ten tidak peduli dengan permintaan Irene.

“Ten, kumohon.” Irene kembali menitikkan air matanya, mengepal erat kedua telapak tangannya.

“Aku membuatnya menitikkan air mata, apa yang harus kulakukan Rene?” Tidak ada yang akan menyangka, Ten menangis. Dia berlari kearah Irene, memeluk tubuh mungil gadis itu dengan erat.

“Ten-ah.”

“Jangan menangis lagi, Rene. Aku tidak bisa melihatmu menangis, jadi jangan menangis lagi. Air matamu sayang hanya untuk menangisi hal itu.” Ten mengelus pelan rambut gadis itu. Irene tak bereaksi, dia tidak memeluk balik Ten. Dia hanya menangis, mengeluarkan semua rasa sakitnya dengan air matanya. Membuat kemeja yang digunakan Ten basah karena air matanya.

***

Pukul tiga sore, mobil Ten berhenti tepat di depan sebuah rumah mewah. Seorang gadis turun dari mobilnya.

“Terimakasih untuk hari ini Ten-ah.” gadis itu –Irene– tersenyum puas, kemudian menutup pintu mobil yang dia buka tadi.

“Cih. Lihat kemejaku, setelah ini aku akan membuang kemeja jelek ini.” Ten menarik kemejanya, setelah itu mereka tertawa bersama.

“Hehehe.. maafkan aku. Tapi kemeja itu jadi memiliki banyak kenangan.” Irene terkekeh.

“Ingat masih ada harapan, Rene.” Irene mengangguk semangat dan mengacungkan jempolnya.

“Kalau begitu, sampai jumpa besok.” Irene melambaikan tangannya dan disusul kepergian Ten dan mobilnya dari pandangannya.

Irene tersenyum manis, ia merasa lucu mengingat kejadian yang dia alami dengan Ten tadi. Ten rela membual hanya untuk menghiburnya. Ten bahkan menangis agar Irene bisa tersenyum lagi, seperti sekarang. Memang dia belum bisa melupakan atau berhenti mencintai Sehun. Lagipula dia tidak berniat melupakan pria itu karena dia yakin masih ada kesempatan, kakaknya dan Sehun ‘kan masih pacaran jadi masih ada kesempatan untuk Irene. Irene memasuki rumahnya, tapi dia mendapati mobil kakaknya terparkir manis di garasi.

Onnie, sudah pulang?” Irene bergegas masuk ke dalam rumah, dia sangat ingin bertemu kakaknya sekarang.

Dengan sedikit berlari dan senyuman menghiasi wajahnya, Irene memasuki rumahnya namun betapa kagetnya dia seorang pria, kakaknya, ibunya, dan ayahnya sedang duduk bersama di ruang tamu dengan wajah serius.

Irene mengurungkan niatnya, dia lebih memilih bersembunyi di balik dinding dan mendengarkan percakapan mereka.

Appa, aku ingin bertunangan dengan Oh Sehun.” Irene menutup mulutnya cepat setelah mendengar permintaan kakaknya itu.

“Kalian serius?”

“Hm, Sehun akan membawa keluarganya ke rumah kita malam nanti.” Irene tercekat, ia merasa sulit bernapas. Sudah sejauh mana hubungan kakaknya dengan Sehun?

“Itu benar, Sehun?”

Ne, eommonim. Aku ingin menjalin hubungan yang lebih serius dengan Suzy.” Irene berjongkok, harapannya baru saja muncul namun seketika hancur tanpa sempat di perjuangkan. Ia sangat ingin kedua orang tuanya menolak hubungan kakaknya, namun–

“Baiklah kalau begitu, kita akan mengadakan pertunangan kalian minggu depan.” –itu hanya mimpi, karena pertunangan akan dilangsungkan minggu depan.

Irene merasa seperti tertusuk beribu jarum. Ia bahkan tidak sanggup untuk melihat wajah kakaknya padahal wajah itulah yang paling ingin ia lihat tadinya. Ia beranjak, berlari keluar dari rumah ia tidak ingin melihat siapapun saat ini. Pupuslah sudah semuanya, sekarang dia bahkan tidak bisa menyampaikan perasaan cintanya yang sangat menganggu hatinya selama dua tahun ini. Wajah pria itu terbesit di benaknya.

“Brengsek! Kalian semua brengsek!” walaupun tatapan orang lain tertuju ke arahnya Irene tidak peduli, ia sudah mencapai puncaknya.

Sekarang dia kehilangan akal sehatnya, dia benar-benar membenci Bae Suzy sekarang.

Irene’s Side

Aku membencinya, Bae Suzy. Aku sangat membencinya sehingga aku sangat ingin dia mati! Aku yang lebih dulu mencintai Oh Sehun, aku tahu itu! Aku sudah membaca percakapannya dengan Sehun sunbae berulang kali. Aku sudah membaca buku diary Bae Suzy setiap hari. Dia bertemu dengan Sehun setahun yang lalu di perpustakaan kampus.  Sejak saat itulah dia menyukai Oh Sehun, tetapi aku lebih dulu menyukai pria itu! Aku lebih dulu memperhatikan pria itu, mengapa aku begitu lelet dalam memahami perasaanku sendiri?!

Terserah orang mau menganggapku gila atau apa, tapi aku tidak akan menyetujui pertunangan mereka. Aku sangat mencintai Oh Sehun, aku benar-benar mencintainya. Walapun itu menyakitkan aku akan tetap mencintainya, walaupun dia akan menolakku aku akan tetap mengejarnya.

Disaat seperti ini, hujan di kota Seoul turun. Aku benci hujan, aku benci kakakku, aku benci pertunangan itu! Biarkan saja, biarkan hujan membasahiku tubuhku. Aku tidak peduli, lagipula air hujan tidak bisa melunturkan kebencianku.

Sekarang aku sedang berada di lapangan basket di dekat rumah Ten. Berdiri di tengah lapangan basket, menengadahkan wajahku ke atas, membiarkan hujan menghantam wajahku. Aku memang kedinginan tapi aku tidak peduli, aku tidak mau ke rumah sialan itu sekarang!

Author’s Side

“Tuhan katakan padaku, kenapa Bae Suzy adalah kakakku?!” Irene berteriak di tengah derasnya hujan, dia tidak mengurungkan niat walaupun air hujan menghantam kepalanya.

“Kenapa? Kenapa Bae Suzy adalah kakakku?!” Teriakan Irene semakin keras, melampiaskan semua kekesalan dan kebenciannya

“Apa maksudmu?” Irene menoleh, mendapati Ten menatapnya dengan sedih. Mengapa Ten selalu datang di saat dia ingin sendiri?

“Kau tidak mengerti Ten, dia merengut semuanya dariku!” perkataan Irene membuat Ten terkekeh kemudian tersenyum miris dia melemparkan payung yang sedari tadi ia genggam. Perjuangannya siang tadi tak ada gunanya, Irene telah berubah cinta telah membutakannya.

“Sadar Bae Irene! Ini bukan salah Suzy noona. Ingat bagaimana bahagianya kalian dulu!” Ten membentak, tapi bentakkannya saat ini tidak bisa melelehkan hati dingin Irene.

“Aku benci, aku benci, kenapa aku bisa berada di dalam rahim yang sama dengannya!” Irene mengencangkan suaranya lagi, sambil tersenyum remeh.

Kali ini Ten benar-benar setuju dengan pepatah cinta itu buta. Bukti saat ini tengah berdiri di depannya.

“Jangan membenci kakakmu hanya karena kau telah kehilangan cintamu!” Ten mendekati Irene, menatap gadis itu dengan tatapan kesal, kali ini.

“Aku tidak bisa melupakannya dan aku tidak bisa kehilangannya, Ten.” Irene tertunduk, menangis adalah hobinya saat ini. Ia membiarkan air hujan bercampur dengan air matanya.

“Masih ada kesempatan, Rene.” Ten mengurangi volume suaranya.

“Tidak Ten, Tidak!” Irene menggeleng, Ten menatap gadis rapuh yang sedang menangis itu sekarang, ia tahu walaupun air hujan berusaha menutupi hal itu.

“Kenapa? Kau menyerah?” Ten mengenggam pundak gadis itu dan sedikit memerasnya.

“Mereka akan bertunangan, minggu depan.” Jawaban Irene membuat Ten mengerti, gadis bernama Irene ini tidak akan gampang menyerah. Namun kali ini dia harus menyerah. Irene menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya

Sebenarnya, Ten mencintai Irene bukan seperti perkiraan Irene yang mengatakan bahwa Ten mencintai Suzy. Ten mencintai si keras kepala, si bodoh, si ceria, dan si rapuh Irene. Bukan gadis perfeksionis seperti Suzy. Hanya Ten yang tau sisi rapuh Irene, hanya Ten.

Ten hendak memeluk Irene, namun Irene mundur menjauhi Ten.

“Tinggalkan aku sendiri, Ten!” Irene membelakangi Ten, Ten menarik pundak gadis itu. Irene berhadapan dengan Ten lagi.

“Tidak akan!” jawaban Ten membuat Irene terkekeh miris.

“Memangnya kau siapa, eoh?” Irene menepis tangan Ten, membuat Ten berpikir ini mimpi. Sejauh ia mengenal Irene, tidak pernah sekalipun Irene menepis tangannya.

“Irene, lupakan pria itu! Tataplah aku, aku selalu mencintaimu!” Ten menatap gadis itu dengan dalam, berusaha menyatukan maniknya dengan manik gadis itu.

“Cih. Tidak usah membual, kau juga sama dengan Sehun sunbae, kalian sama-sama mencintai Suzy.” kali ini Ten benar-benar tercengang dengan perkataan gadis ini, sejak kapan Irene seperti ini?

“Aku mencintaimu sejak dulu, Rene. Aku membutuhkanmu disisiku!” Ten menggenggam pundak gadis itu erat. Berharap gadis itu mempercayai kebenaran yang diungkapnya.

“Sayangnya, aku tidak membutuhkanmu Ten.”

*

*

*

To be continue.

 

Haihai readers-nim, thor-thor balik dengan ff abal-abal yang menyedihkan ini. Entah mengapa Auhtor membenci sekaligus menyukai karakter Irene di ff ini. Tapi ada gak ya yang menunggu chapter keduanya? Entar author udah basa-basi tapi gak ada yang ngarepin ff author. Pasti ada lah yaw.. okey author menunggu cuap-cuap darimu. Sampai jumpa di chapter ketiga~

19 tanggapan untuk “[EXOFFI FREELANCE] Even It Hurts (Chapter 2)”

  1. Aduh bener kata ten… Irene terlalu egois disini… Kenapa jd sepenuhnya nyalahin kakaknya… Pdhl suzy ga tau apa2… Aq pikir kl dy terus terang ke suzy itu lbh baik… Dan bukannya irene punya ten yg cinta tulus sm dy… Kenapa dy ga mencoba membuka hatinya… Pdhl ten ngegemesin banget… Ditunggu next chapnya sist… Fighting

  2. Irene masih ada Ten kok kalau Sehun sama Suzy… Duh semangat banget buat baca fanfic ini
    Next yh thorrrr, soalnya aku suka banget cerita ini kekeke
    HWAITING THORRR^^

  3. Author-nim!!!! Mian yaa baru meninggalkan jejak di chapter inii. Aku pembaca marathon yg baru balik dari hiatus (?) Ah pokoknya gitu. Mian pokoknya baru ninggalin jejak di chapter ini hehehe.

    Irene di apain gitu biar sadar. Dia terlalu buta sama perasaannya. Padahal ten udah blak blakan banget tapi masih aja dianggep engga serius. Emm coba gambahin ten pov dong thor. Itu pas di taman bunga pas ten nangis aku penasaran sebenernya sama kenyataannya. Aku udah seneng irene terbuka sama ten dan ten ngomong begitu sama irene. Padahal kan sebelumnya ten belom jujur yg malem malem ituu. Terus irene juga belom jujur sama masalahnya. Eehhh pas ten ngomong begitu irene cuma nganggep sebagai pemberi semangat ajaaa. Kan kasian si ten u.u

    Ditunggu kelanjutannya ya thor-nim!!
    Hwaiting!!
    -XOXO-

  4. Huhhh so sad..
    Nyesek bangtt..
    Irene jgn kya gtu sma ten, kan ksian tennya

    Next kakk
    Pnasaran klanjutanya
    D tunggu next chapnya kakk 🙂

    1. Hehe :v Tenang Ten udah author hibur kok :v terima kasih sudah singgah ditunggu yaa 🙂

    1. Iya nanti di chapter tiga rasa penasaran kamu akan hilang sedikit :D. Terima kasih sudah singgah Ocha 🙂 ditunggu chap tiganya ya 🙂

  5. ahhh… irene-ah jangan kejam dengan ten dongg…
    ten tulus tauuu
    huaaa…
    sama aku aja tennn
    hhhhhhh
    kemudian digaplok author
    kaburr~

    nextttttttt^^

    1. Irene gak kejam kok, cuma kagi frustasi aja :v Tennya jaga dicuri dong ntar ffnya macet :”v. Ditunggu ya terimakasih sudah singgah 🙂

  6. tapi aku membutuhkanmu hun!

    eaeaea…gk nyambung..udah ah
    kok bisa irene mikir ten suka suzy??berarti ten musti lebih blak”an ke irene..

    next..next..

  7. Eonni irenenya jangan jadi cewek jahat donkkk hayati sesih liatnya… 😦 biarkan readernim tahu isi hati sehun sebenarnya… ato biarkan irene menjalani hidup bahagia dengan ten… akhkhhh pagi2 udah baper 😦 ok kutunggu chap selanjutnya… keep writing author 😉

Tinggalkan Balasan ke XOXO_pcyosh Batalkan balasan