Talk Love (Part 1/2) – Shaekiran

Talk love.jpg

Talk Love

By: Shaekiran

 

 Wendy Son (RV), Chanyeol (EXO)

Other Cast : Baekhyun (EXO), Irene (RV)

Genres : Romance? Friendhip? School life.

Length Twoshoot | Rating PG-15

Disclaimer

Idenya cerita ini murni datang dari otak author yang otaknya rada senglek banyak (?). Maaf untuk idenya yang mungkin pasaran dan cast yang itu-itu aja. Nama cast disini hanya minjam dari nama-nama member boy band dan girl band korea.Ff ini juga dipost di wp pribadi aku (shaekiran.wordpress.com). Happy reading!

“Bisa kita berteman?”

 

-Part 1/2-

Wendy POV

Derit kaki yang bergesekan dengan lantai kayu lapangan basket di gymnasium sore itu memenuhi telingaku. Hah, itu benar-benar memekakkan. Ku tenteng tas notebook-ku yang memang berisi laptop mini kesayanganku ke salah satu bangku penonton yang berada di tingkat ke 3. Hanya di tempat sekitar sana yang kosong karena tempat duduk ditingkat 1 dan 2 sudah penuh sesak dengan yeoja-yeoja yang sedang berteriak-teriak histeris yang makin memekakkan telingaku.

Aku menempatkan bokongku di tempat yang ku rasa paling nyaman untuk melanjutkan aktifitas rutinku. Bagian sudut menjadi pilihanku hari ini. Ah, andai saja orang itu bukan kapten tim basket, aku tidak akan mau duduk di tempat ini meski sebentar saja. Ku letakkan botol air minum yang memang kubawa bersamaan dengan tas notebookku di samping kiri dan menghidupkan benda elektronik itu dengan cepat. . Semoga saja manusia-manusia di bawahku ini tidak berteriak semakin keras lagi dan menganggu konsentrasiku.

Tak berselang lama notebook berwarna biru muda itu menampilkan layar berfoto wajah Oh Sehun, biasku. Whahaha, setidaknya memandangi wajah namja itu menggembalikan sedikit moodku hari ini. Mungkin ini salah satu alasan aku sangat suka berlama-lama membuka benda berwarna biru muda yang sedang ku pangku ini.

“Sehunniieee….Saranghae..”, batinku asal dan mulai membuka aplikasi Microsoft word.

Aku mulai mengetik kata demi kata yang terlintas di otakku meski suara-suara di sekitarku mulai semakin berisik. Masa bodoh lah. Yang penting pekerjaanku ini harus selesai sehingga aku bisa mempostnya nanti malam. Aku tidak sabar lagi menyelesaikan ide yang satu ini.

Aishh, kenapa suara mereka semakin ribut saja? Berhenti berteriak, jebal. Aku sedang mengetik klimaks cerita sekarang dan ini sangat penting. Bisa lebih diam tidak? Mungkin ini resiko mengetik sebuah cerita fanfiction di gymnasium yang berisi klub basket yang sedang latihan sore. Tuhan, tolon kecilkan suara mereka.

“Kau melihat golku?”

Sebuah suara yang sangat familiar terdengar oleh kedua telingaku. Mau tidak mau aku memalingkan mukaku dari layar notebook dan menatap namja bersuara bass itu.

“Ah, kau sudah datang? Duduklah.”, kataku kemudian sambil menggeser dudukku semakin ke tengah sehingga dia bisa duduk di tempatku semula.

Ya! Aku kan sedang bertanya padamu Wendy, kau lihat golku tidak?”

Mati aku. Bisa ku lihat wajah Chanyeol yang menatapku penuh harap. Matanya benar-benar berbinar sekarang. Apa katanya tadi? Gol? Gol yang mana? Aish, padahal aku disini daritadi tapi kenapa aku tidak tau kalau dia membuat gol? Sial. Sekarang bisa ku lihat wajahnya yang berubah cemberut. Dia duduk di sebelahku dan menatapku tajam. Demi semua author fanfiction, tolong aku!

“Kau tidak melihatnya kan?”

Sebuah pertanyaan yan benar-benar tepat sasaran Yeol. Sekarang kau membuatku mati kutu.

“Byan Chanyeol-ah, tadi aku sedang fokus ke notebookku. Kau membuat gol ya? Ah, chukae… Pacarku yang kapten basket ini memang hebat.” Kataku mengaku sambil menyodorkan botol minuman yang tadi kubawa pada namja ini. Dia menerima botol biru itu dan mulai menegukknya hingga tersisa setengahnya saja.

“Membuat fanfic lagi? Kali ini siapa?”

Ah Yeollie…Itu benar-benar pertanyaan yang tepat. Lebih baik membicarakan itu daripada membicarakan soal basket yang tidak aku tau sama sekali. Dengan sumringah aku langsung menjawab pertanyaan namja yang sudah berstatus sebagai pacarku itu selama hampir setahun.

Oh, sekarang aku membuat fanfic tentang Oh Sehun. Kau tau kan? Dia adalah member boyband yang sekarang sedang naik daun dan dia benar-benar tampan.”, jelasku dengan rinci. Dia hanya tersenyum sekilas padaku.

“Ah, waktu breaknya sudah habis. Aku ke lapangan dulu.”

 

Aku melihat ke arah namja itu pergi dan benar saja , sekarang pelatih mereka sudah meniup peluit agar anggotanya kembali ke lapangan. Aku pun memberikan senyum termanis yang ku punya pada orang itu sambil melambaikan tanganku. Dia membalas lambaian ku sekilas dari lapangan basket yang membuat yeoja-yeoja di bawahku berteriak histeris.

Ya,!! Chanyeol melambaikan tangannya padaku yang notabene adalah pacar resminya, bukan untuk kalian.”, batinku sambil melotot ke arah yeoja-yeoja itu.

Puas memelototi mereka dalam diam, aku pun kembali berkutat dengan notebook-ku yang sedari tadi menganggur karena asyik berbicara dengan Chanyeol. Tanganku kembali menari di keyboard dengan cepat, membentuk rangkaian kata yang ku susun sedemikian rupa.

 

***

 

Ah, benar-benar melelahkan. Aku melemparkan badanku yang serasa seperti mau patah ini ke tempat tidurku yang empuk. Tempat tidur memang benar-benar tempat terbaik di dunia.  Ah, seharusnya tribun lapangan basket itu terbuat dari bahan yang sama saja denga tempat tidurku ini sehingga punggungku tidak akan serasa mau lepas seperti sekarang setelah seharian menunggui Chanyeol latihan.

Ku buka lagi notebook biruku sambil mencolokkan charger ke salah satu lubang di pinggir benda biru yang kini kehabisan baterai itu. Ku hidupkan WiFi yang tergeletak manis di meja belajarku dan kembali beralih ke benda elektronik yang tergeletak di tempat tidurku. Waktunya masuk ke dunia fanfiction. Ah, hal yang sudah kutungusejak sore  tadi.

Langsung saja ku arahkan kursor notebook ke Mozilla Firefox dan mulai membuka sebuah blog fanfiction dimana aku menjadi salah satu author tetapnya. Ku buka fanfic-fanfic yang sudah ku post sebelumnya dan mulai membalas satu demi satu komentar dari para pembaca yang tidak menjadi silent reader fanfic-fanfic ku. Ah, mereka benar-benar pembaca yang baik karena meningalkan jejak mereka setelah membaca.

Setelah selesai, aku pun segera mempost fanficku yang baru saja selesai tadi saat menunggu Chanyeol selesai latihan. Aku mengedit dan memperbaiki beberapa typo. Setelah dirasa cukup beres, aku pun menekan tombol ‘send’. Tak berselang lama fanfic dengan main cast Oh Sehun itu pun terkirim. Akhirnya, misiku hari ini selesai juga.

Selesai dengan fanficku sendiri, aku mulai membaca update dari blog yang sedang kubuka ini. Ah, ternyata banyak fanfic yang diupdate hari ini. Aku pun mulai membaca fanfic yang ku rasa cukup menarik. Ntah karena aku yang gila atau karena cerita fanfic itu yang bergenre romance comedy, aku mulai tertawa tak jelas dan senyum-senyum sendiri. Ah, semoga saja eomma atau appa tidak mendengarku yang tertawa sendiri atau mereka akan segera mengirimku ke psikiater besok pagi.

 

***

Sial, ternyata aku ketiduran tadi malam. Ku lihat pakaianku yang masih pakaian olahraga, dan belum berganti dengan piyama seperti seharusnya. Masa bodohlah. Ku lap liur di pingir bibirku dan mulai berlari ke kamar mandi. Semoga saja aku tidak telat hari ini atau Nam Sonsaengnim akan membunuhku.

Eomma, aku berangkat.”, teriakku saat menuruni tangga namun tak ada jawaban apapun.

Dimana eomma? Jam segini seharusnya eomma belum pergi bekerja. Hah, dasar bodoh kau Son Wendy. Aku memukul kepalaku sendiri yang pelupa. Eomma kan sedang di luar kota dengan appa, pantas saja aku tidak mendengar teriakan eomma yang membangunkanku pagi ini. Ah, terserah. Akupun segera berangkat ke sekolah ,tentunya setelah mengunci pintu rumah rapat-rapat.

“Berdiri di luar sampai pelajaran saya usai.”

Nam sonsaengnim benar-benar kejam. Aku hanya telat 5 menit dan sekarang aku sudah berdiri di luar pintu kelasku sendiri. Bisa ku lihat semua anak kelasku menatapku sambil tertawa terbahak-bahak sehinga Nam Ssaem harus memukul meja dengan rol panjannya agar semua manusia tidak punya hati itu diam. Malunya, apalagi Chanyeol menatapku tanpa ekspresi tadi. Apa dia marah?

‘Ttteeetttt…Ttttteeeettttt..’

Finally, jam guru killer itu selesai juga. Tak lama kemudian guru berparas cantik namun tak menikah-nikah juga itu keluar dari pintu kelasku. Aku menundukkan badanku 90 derajat saat dia lewat di depanku. Dengan angkuh dia lewat begitu saja. Hah, andai saja aku bisa menjambak rambutnya. Pantas saja kau jadi perawan tua dengan sikap sombongmu itu.

Puas menyumpahi guru Biologi, aku segera masuk ke kelas dan langsung duduk di bangku yang tepat di depan bangku pacarku sendiri. Aku memutar posisi kursiku sehingga kini aku sudah duduk berhadap-hadapan dengan Chanyeol. Biar saja siswa yang lain menyoraki tingkahku, lagian sekarang jam istirahat yang artinya aku bebas berbicara dengan pacarku.

“Chanyeol-ah.. Kau marah ya karena aku terlambat lagi? Byan … hari ini eomma ku tidak bisa membangunkanku karena dia pergi ke luar kota.”, terangku sambil menggosok-gosokkan kedua tanganku meminta maaf padanya. Tapi orang ini hanya diam dan terus saja mencoret-coret buku tulisnya.

“Kau sedang apa sih Chanyeol. Aku kan sedang minta maaf.” Kataku kemudian dengan nada agak kesal sambil menarik buku yang sedang dia tulisi.

“Itu formasi team basket untuk lomba nanti sore Wendy.”

Akhirnya namja ini buka mulut juga. Aku hanya ber-oh ria sambil mengembalikan buku tulisnya yang sama sekali tak kumenerti artinya. Forward? Apa itu? Yang sering ada di email-kah? Yang kutanya hanya kata berbahasa Korea yang berisi nama-nama pemain inti anggota team basket.

Ya, kau marah?”, tanyaku lagi saat melihat Chanyeol yang kembali sibuk dengan bukunya. Aku memangku wajahku di depannya dengan kedua tanganku dan mulai mempelototi pacar tampanku itu.

“Kenapa kau tidak menjawab telfonku semalam?”

Astaga, jangan-jangan dia menelfonku berkali-kali semalam. Ku rogoh sakuku dengan cepat dan mencek telfon genggamku yang belum kucek dari semalam. 20 panggilan tidak terjawab, 5 pesan belum dibaca. Ku lihat pemberitahuan itu dan, ahhh…Chanyeol, kenapa kau menelfonku begitu banyak?

Byan, Chanyeol-ah..Aku ketiduran.”, jawabku jujur.

“Ketiduran atau asyik dengan fanfiction lagi?”

Ah Yeol, pertanyaan yang sangat tepat lagi.

“Dua-duanya Yeol, Byane…”, jawabku benar-benar jujur. Dia hanya diam tanpa menanggapi.

“Tapi kenapa kau menelfon banyak sekali kemarin?”, tanyaku penasaran. Biasanya Chanyeol hanya akan mencoba maksimal 5 kali pangilan tidak terjawab dan sekarang 4 kali lipatnya. Itu aneh untuk ukuran seorang Chanyeol yang hemat.

“Kau bilang eoma dan appa-mu akan keluar kota selama seminggu, jadi aku ingin menemanimu lewat telfon agar kau tidak takut sendirian di rumah. Aku bahkan sudah mengisi pulsaku agar bisa berbicara sepanjan malam denganmu kemarin.”

Ah, Yeollie… kau benar-benar perhatian. Lihat saja wajah namja itu yang sudah berubah agak merah sekarang. Benar-benar manis..

“Kumawo Chanyeol-ah. Nanti malam telfon aku lagi, aku pasti angkat dengan senang hati dan kita bicara sepanjang malam sampai kita ketiduran.”, lanjutku kemudian.

Arasseo, nanti kau nonton pertandinganku kan?”

Chanyeol mencubit hidungku dengan gemas. Ah Chanyeol-ah, kau selalu melelehkanku. Aku mengangguk cepat untuk meng-iyakan ajakan Chanyeol yang sebenarnya “agak menyiksa punggungku” karena harus duduk berlama-lama di kursi semen dingin yang tidak ada empuknya sama sekali itu.

 

***

“Park  Chanyeol! Park Chanyeol!”

Suara-suara yang memanggil nama namja kesayanganku itu terdengar sangat nyaring. Nampak disana Chanyeol yang terlihat berdiri agak gelisah sambil terus memegangi lengannya. Ya! Apa yang sedang terjadi sekarang? Apa Chanyeol terluka? Segera kututup notebook-ku dan mulai fokus melihat ke tengah lapangan.

Chanyeol berdiri tak jauh dari ring. Dia nampak gelisah memegangi bola basket di tangannya. Sedang apa dia? Seharusnya aku belajar lebih banyak lagi tentang basket, aku benar-benar merasa bodoh sekarang.

Chogi, bisa aku bertanya?”, sapaku sok kenal ke arah seorang yeoja yang  duduk di sebelahku. Dia menatapku agak aneh dan hanya mengangguk kecil menjawab pertanyaanku.

“Kenapa Park Chanyeol berdiri di tengah lapangan sambil memegang bola basket?”, tanyaku dengan polosnya dan aku bisa melihat yeoja itu seperti menahan tawanya agar tidak meledak keluar.

“Kau benar-benar tidak memperhatikan pertandingannya ya? Untuk apa nonton kalau kau malah asyik dengan notebook-mu?”

Sebuah pertanyaan yang sangat menusuk sebenarnya. Bahkan sangat-sangat menusuk.

Bukannya aku tidak mau memperhatikan namja itu, hanya saja aku sama sekali tidak menyukai basket dan tidak mengerti apapun tentang istilah basket. Bagiku duduk disini sambil mendengarkan komentar komentator dengan kata-kata alien, teriakan-teriakan manusia yang histeris dan decit sepatu yang bergesekan dengan lantai lapangan lebih menyeramkan dari menulis fanfic long chapter dari prolog sampai epilog dalam sehari.

Park Chanyeol sekarang sepertinya sedang membuat kuda-kuda, lalu ku dengar peluit berbunyi. Namja itu melemparkan bola ke ring dan.. tidak masuk. Sekali lagi Chanyeol memegang bola dan melempar lagi, tapi tidak berhasil , begitu juga dengan ketiga kalinya. Peluit panjang berbunyi. Game over? Bagaimana bisa tidak ada satupun bola yang dibuat masuk oleh kapten basket? Biasanya dia 98% tepat sasaran meski dari jarak yang katanya bernilai 3 point. Padahal ku kira jarak tadi hanya jarak yang katanya bernilai 2 point. Ah, benar atau tidak? Aku tidak paham sama sekali.

“Chanyeol-ah..Chanyeol-ah..”, aku berteriak-teriak tak jelas sekarang. Ku tenteng tas notebook-ku dengan hati-hati saat melewati kerumunan orang yang berlalu lalang di lapangan ini. Chanyeol, aishh…namja itu kelihatan kacau sekali sekarang. Aku bisa melihatnya yang duduk lesu di bangku tempat pemain cadangan biasanya duduk. Teman-teman se-teamnya datang dan menepuk bahu namja bermarga Park itu.

“Park Chanyeol, gwenchana?”, pertanyaan itu meluncur dengan mulus dari mulutku. Chanyeol menatapku dengan tatapan yang benar-benar, ah sendu sekali. Apa dia menangis?

“Park Chanyeol?”, tanyaku lagi tak sabar sambil menepuk bahunya seperti yang baru saja dilakukan rekan se-teamnya. Kali ini bukan kata-kata yang keluar dari Chanyeol, tapi aksi tangannya yang menepis tanganku yang kuletakkan di bahu berototnya.

“Biarkan aku sendiri.”

Singkat,padat, jelas dan benar-benar menusuk. Aku terdiam mematung. Ku cari mata jenaka yang biasanya mengerjaiku dengan pura-pura marah di kedua manik hitam Chanyeol, tapi nihil. Dia serius.

“Chanyeol, cederamu harus segera diobati.”

Sebuah suara yang cukup familiar terdengar diantara kebisuan kami berdua. Irene, aku tau nama gadis yang sekarang sedang memapah Chanyeol itu. Dia manager klub basket sekolahku, setidaknya itulah yang ku tau.

“Permisi, bisa kau minggir sebentar chingu-ya? Aku harus memapah orang ini ke UKS.”

Apa katanya? Minggir sebentar? Ya! Aku ini pacar orang yang sedang kaun papah itu nona. Seharusnya aku yang memapahnya dan bukannya kau. Ingin rasanya aku mengucapkan itu semua sekarang dan mengambil alih tempat untuk memapah Chanyeol ke UKS, tapi hati dan tubuhku tak bergerak sejalan. Perlahan kakiku melangkah minggir begitu saja, membiarkan mereka berdua lewat dan membuatku seperti orang asing di sini. Chanyeol, kenapa kau hanya diam? Aku ini pacarmu kan?

Tak tahan dengan kebisuan Chanyeol, aku pun melangkahkan kakiku  cepat ke arah UKS. Dengan cukup keras kubuka pintu berwarna putih itu. Hanya ada 2 manusia disana, Chanyeol dan Irene. Yeoja itu tengah menggips tangan Chanyeol dengan perban. Chanyeol? Dia hanya diam dan bahkan tidak menggubris kedatanganku sedikit pun.

“Park Chanyeol.”

Ku panggil namanya sekali lagi, tapi dia hanya diam membisu, sebenarnya sedang apa aku ini? Menjadi penguntitnya?

“Maaf, tapi kau siapa? Chanyeol bilang dia ingin sendiri sekarang.”

Yeoja itu angkat bicara lagi. Kini tangannya sudah selesai meng-gips tangan namja itu dengan baik dan berdiri berhadapan denganku. Siapa aku katanya?

“Aku pacar orang itu.”, jawabku lantang sambil menunjuk Park Chanyeol yang duduk di pingir salah satu tempat tidur UKS.

“Ah,jadi kau yang namanya Wendy? Byan kalau begitu, ku kira kau salah satu fansnya. Baiklah Chanyeol, aku pergi dulu. Cepat sembuh.”

Irene menyunggingkan senyumnya pada Chanyeol dan pergi begitu saja tanpa menunggu jawabanku. Terserahlah, aku tidak peduli. Aku tidak mau mencari musuh sekarang. Aku hanya ingin bertemu dengan orang yang sedang duduk lemas seperti kehilangan nyawanya itu.

“Park Chanyeol, gwenchana?”

Pertanyaan yang sama dan jawaban yan sama.

“Biarkan aku sendiri.”

Aku frustasi. Ingin rasanya ku lempar kotak P3K yang tergeletak di meja yang tidak jauh dari tempatku berdiri sekarang ke wajah tampan orang ini. Kalau saja dia bukan pacarku, bukan hanya kotak P3K tapi mejanya pun sekalian saja ku lempar.

Ya! Kenapa kau hanya diam? Kau marah? Lalu memangnya salahku kalau kau kalah?”

Upss, mati aku. Seharusnya kau menahan mulutmu Wendy. Sekarang bisa ku lihat mata Chanyeol yang menatapku tajam. Tuhan, selamatkan aku.

“Bukan, bukan itu maksudku. Kau tau kan, aku hanya emosi.”, kataku mencoba mencari pembelaan.

“Keluar.”

Kata super singkat dengan hanya 6 huruf itu membuatku terdiam membisu. Keluar katanya?

Ya, bagaimana aku bisa keluar kalau aku mengkhawatirkanmu, eoh?” , kataku memaksa untuk tinggal di sana, menemaninya hingga emosinya reda.

“Aku tidak butuh kehadiranmu disini, kau benar-benar mengjengkelkan. Kau selalu membela dirimu sendiri. Sekarang apa kau tau kenapa aku digips seperti ini? Ku rasa tidak karena kau asyik dengan notebook-mu saat aku bertanding tadi.”

Kalimat-kalimat menyedihkan itu meluncur dengan nada yang semakin meninggi. Dia membentakku, pertama kali sejak kami pacaran 11 bulan lalu.

Ya, ku akui aku memang tidak tau kenapa kau digips. Aku tidak memperhatikan pertandinganmu sama sekali. Bukannya dulu sudah ku bilang aku tidak suka basket? Tapi kau tetap saja menyuruhku menemanimu latihan dan menonton pertandinganmu. Dasar egois.”

Ntah kekuatan darimana, kata-kata itu meluncur begitu saja, perasaan yang selama ini ku pendam karena tak mau membuat namja satu ini kecewa.

“Lalu kenapa kau pacaran dengan anak basket kalau kau tidak suka basket? Kau bahkan tidak pernah mencoba untuk melihatku bermain sedikit saja, urusi saja fanfictionmu itu terus.”

Lagi-lagi, sekarang kenapa dia membawa hobiku segala? Itu terserahku mau menulis fanfic atau tidak.

“Lalu apa? Kau juga tidak pernah sekalipun mencoba memahami fanfictionku kan? Aku sudah pernah memberitahumu nama penaku dan web tempat aku mempost fanfiction-fanfictionku, tapi nyatanya apa? Kau tidak pernah membacanya tapi kau menyalahkanku yang tidak mengerti basket? Yang benar saja, memangnya dunia ini berputar mengelilingimu?”

Tak mau kalah munkin kata yan tepat untuk tindakanku sekarang. Emosiku rasanya membakarku sampai ke ubun-ubun.

“Baik, aku salah. Kau salah. Kita sama-sama egois. Kita tidak mau memahami sama sekali. Aku orang bodoh yang menyukai yeoja author fanfiction.”

Ayola Yeol, tak bisakah kau berhenti?

“Ah, jangan-jangan kau sudah bosan denganku? Jadi kau bersama Irene sekarang?”, pertanyaan lain yang seharusnya tidak masuk ke perdebatan kami. Sekarang Chanyeol menatapku tajam.

“Irene? Apa hubungan ini dengannya? Kau menuduhku selingkuh?”

Pertanyaan bodoh Yeol, aku merasa seperti kau lebih memilihnya daripada aku barusan.

“Iya, bukannya itu kenyataan? Kau lebih memilih dia daripada aku.”

Aku terus mempertahankan pendapatku. Dia mengacak rambutnya frustasi.

“Terserah kau mau bilang apa, pacaran saja sana dengan tokoh-tokoh fanfictionmu itu.”

Kalimat terakhir yang terlontar dari mulut namja bernama Park Chanyeol itu sebelum membanting pintu pergi meninggalkanku sendiri di UKS.

Perlahan cairan bening yang sedari tadi tertahan di mataku tumpah begitu saja. Aku menangis sejadi-jadinya di  ruangan serba putih itu.Masa bodoh dengan tubuhku yan jatuh terduduk dengan sendirinya di lantai. Kenapa kau menangis Wendy? Bukannya kau sudah pernah memegang prinsip tidak akan menangis karena masalah namja?

 

***

 

Seminggu tak berbicara dengan Chanyeol rasanya seperti dihujam ribuan jarum setiap harinya. Dia tidak pernah mengajakku bicara lagi, bahkan tidak peduli saat aku duduk di tribun penonton dan menungunya selesai latihan. Dia tidak pernah menendang bangkuku dari belakang lagi seperti yang biasa dia lakukan . bahkan sekarang aku merasa dia menjadi orang asing yang sama sekali tak ku kenal. Aku tak tau status kami sekarang. Apa kami masih pacaran atau sudah berstatus mantan? Karena seingatku tidak pernah ada kata putus muncul di perkelahian kami kemarin.

Aku melanjutkan hariku seperti biasa, berusaha terlihat baik-baik saja. Membuat fanfic seperti biasa meski sekarang fanficku rasanya bergenre sad semua, jauh-jauh dari yang namya gymnasium atau apapun yang berbau basket apalagi Park Chanyeol. Seminggu tak diharapkan kedatangannya itu membuat punggung semakin tersiksa lebih dari biasanya, bahkan siksaannya itu sampai ke hati yang paling dalam. Perih.

Tiba-tiba kantong rokku serasa seperti bergetar. Siapa yang mengirim pesan jam segini? Hanya orang gila yang mungkin mengirim pesan jam 12 malam tepat. Apalagi dia mengirim pesannya ke email-ku. Orang aneh.

“Anyeonghaseyo, aku salah satu penggemar fanfictionmu.”

Astaga, ternyata ada seorang penggemar yang mengirimkan pesan padaku. Omo, bagaimana ini?

“Ne, kamsahamnida sudah mau membaca fanfictionku.”

Aku membalasnya sopan pada orang yang alamat emailnya sedikit aneh itu.

“Namaku Byun Baekhyun. Salam kenal. Siapa nama aslimu?”

Mati aku. Haruskah aku jujur? Ah, bagaimana ini?

“Itu rahasia.”

Balasanku benar-benar singkat,padat, jelas dan sarat makna.

“Ah, ne.. Aku tau kerahasiaaan kehidupan pribadi author sangat penting.”

Orang ini sangat mengerti dengan baik.

“Ne, kau benar.”

Aku menjawab emailnya sambil mengikutsertakan emoticon tertawa. Tak lama kemudian dia membalasnya lagi.

“Bisa kita berteman?”

Pertanyaan yang cukup lucu. Sepertinya dia orang baik.

“Ne, ayo berteman chingu-ya..”

 

-To Be Continued-

 

Catatan Absurd:

Thanks for reading. Ini adalah ff twoshoot pertama author yang buatnya pas lagi setengah ngantuk. Please read, like and comment.

Shaekiran aja setia nunggu bias coming ke depan rumah author, apalagi nunggu kamu yan nge-read dan ninggalin jejak di ff ini. (*plakk/ digampar)

-_-

Regards,

Shaekiran

16 tanggapan untuk “Talk Love (Part 1/2) – Shaekiran”

  1. Baekhyun muncul di saat yg tepat. hahahaha…
    Kasian jg si Chanyeol gk di perhatikan sama Wendy. sampai2 gk tau klo chan cidera begitu.

    1. Wkwkwk, dua-duanya sibuk masing-masing chingu, jadi merasa gak dihargain satubsama lain deh. Baek emang pas banget datengnya…😂
      Dibaca ya part 2 nya sekalian chingu…😄
      Thanks for reading…

    1. Wkwkwk, anggap aja chingu itu wendy-nya, chanyeol-nya, irene-nya atau baekhyun-nya atau sehun-nya sekalian. Monggp dipilih chingu (*lo kira jualan di pasar abang shaekiran? /plakkk/ digampar..😂)
      Itu udah kok part 2nya di Exoffi chingu. Monggo di cek..😄
      Thanks for reading..😁

    1. Karena ini ff twoshoot danff ini masih part 1 nya.😄
      Tenang aja chingu, gak bakalan dibacok kok. Justru shaekiran yg takut dibacok masa…😂
      Ditunggu ya next chapternya..😀
      Thanks for reading.😄

  2. Tbc nya ngeganggu, btw ffnya kayak cerita nyata lho, apa mungkin ini real life nya author? Apa bukan? 😁
    Chapter 2 nya jangan lama-lama ya 😁😄

    1. Wkwkwk, 😄😢
      Real life author? Kasi tau gaknya???(*lalu dibacok..😂)
      Bukan real life kok, punya pacar aja kagak…😂 author mah setia ama bias (*beneran dibacok rame”😂)
      Tenang aja soal tbcnya, ini cuma ff 2 shoot kok, jadi cuma 2 chapter doang.😀
      Ditunggu ya next chapternya, thanks for reading.😁

Tinggalkan Balasan ke shaekiran Batalkan balasan