[EXOFFI FREELANCE] BEAUTIFUL [3rd Series]

3rd Series - BEAUTIFUL

BEAUTIFUL

[3rd Series]

Title : BEAUTIFUL
Author: Azalea
Cast : Byun Baekhyun (EXO), Lee Sena(OC/You), Kim Yura (GD)
Genre : Romance, Sad, School-Life
Rating : 17
Length : Series
Disclaimer : Cerita ini murni dari otakku sendiri.

Series Sebelumnya : PLABOY ( 1st Series ) ->LADY LUCK Part 1 ( 2nd Series ) -> LADY LUCK Part2 ( 2nd Series )

 

 

~~

Pertama kali kita bertemu, aku langsung jatuh hati padamu. Mungkinkah ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama? Rasanya begitu indah. Walaupun saat itu kau sedang menangis, tapi bagiku saat itu kau sedang tersenyum. Saat kau marah, wajahmu begitu menggemaskan. Bukankah ini gila? Aku tidak dapat melupakan semua kejadian itu. Kau begitu manis. Bahkan sekarang kau semakin manis. Semakin lama aku mengenalmu, semakin jauh hatiku jatuh pada dirimu. Mata ini tidak bisa lepas untuk tidak memandangi dirimu. Duhai dewiku, akankah kau menyadari hal itu?

~~

 

 

#Baekhyun POV

“Ayo kita pergi kencan?” pintaku dengan perasaan gugup. Selama ini aku tidak pernah meminta seorang gadis untuk pergi kencan denganku, tapi dia adalah pengecualian. Kim Yura.

“Bukankah kau sudah tahu apa jawabanku?” jawabnya begitu ringan tapi terbesit nada sedih di dalamnya.

“Aku tahu, tapi aku tidak akan menyerah sampai kau berkata iya.” Tuntutku.

“Berapa kalipun kau katakan hal itu padaku, jawabannya masih tetap sama Baek. Kau harus mengerti, kalau aku tidak bisa.” Jelasnya.

“Apa ada yang salah denganku? Kita sudah saling mengenal sejak kita masih kecil. Lantas apalagi yang kurang?” kataku tidak sabar.

“Saling mengenal saja tidaklah cukup, Baek.”

“Lalu apa lagi yang kurang, Ra-ya?”

“Kau tahu sendiri Baek, hidupku, sekolahku, semuanya bergantung pada keluargamu. Kita dilahirkan dari status yang berbeda Baek. Kau terlalu jauh dari jangkauanku.” Lanjutnya sambil menundukkan kepalanya tidak berani memandangku. Selalu seperti ini.

“Aku ada di hadapanmu Yura. Aku tidak jauh dari jangkauanmu. Lantas bagaimana bisa kau berpikir seperti itu?” kataku sedikit tidak terima dengan pernyataannya tadi. “Kalau masalah status keluarga, apa kita sekarang berada di jaman joseon? Tidak. Kita hidup di jaman modern. Kau pikir keluargaku tidak akan menyukaimu? Kalau jawabannya iya, aku akan berusaha untuk membuat mereka menyukai wanita yang aku sukai.” Bujukku.

“Aku tetap tidak bisa menerimamu.”

“WAE??” kataku sarat akan emosi.

“Aku terlalu banyak berhutang pada keluargamu. Biarkan aku membalasnya terlebih dahulu, baru aku bisa bersamamu.”

“Sampai kapan? Sampai kita sudah tua baru kau akan bersamaku? Jangan konyol.”

“Maka dari itu, jangan menungguku. Kumohon menyerahlah.” Bujuknya.

“Ha, jangan membohongi dirimu sendiri Kim Yura. Aku tahu kalau kau juga memendam rasa yang sama denganku.” Kesalku akan sikapnya itu.

“Jangan seperti ini Baek. Bukankah sudah kukatakan alasannya, jadi kumohon mengertilah. Jangan memaksaku seperti ini.” Katanya sambil menatap wajahku untuk meminta pengertiannya.

“Kau benar-benar wanita munafik Yura.” Kataku tidak percaya dengan apa yang baru saja dia katakan. “Kenapa yang dipikiranmu hanya ada perasaan orang tuaku saja? Pernahkah kau memikirkan perasaanku juga? Betapa hancurnya hatiku saat berulang kali aku mengucapkan kata-kata cinta tapi tidak pernah kau balas sekalipun walaupun aku tahu kau juga menyukaiku, eoh!” emosi kembali menyelimuti diriku.

“Aku minta maaf. Aku tidak bermak-“

“Cukup. Jangan diteruskan. Aku sudah muak mendengarnya. Anggap saja kita tidak pernah saling mengenal satu sama lain.” Potongku sambil berusaha menahan emosiku yang sedang berada di puncaknya. Setelah mengatakan kata-kata itu, aku pergi meninggalkannya. Aku tidak sanggup melihat wajah terlukanya saat kata-kata pedas itu keluar dari mulutku.

Saat aku baru saja melangkah beberapa meter darinya, aku mendengar suara isakkan yang sedikit teredam. Aku tahu dia sedang menangis, dan itu disebabkan olehku lagi. Selalu seperti ini. Tidak pernah berubah sejak 5 tahun lalu saat aku pertama kalinya mengungkapkan rasa sukaku padanya.

Aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak berbalik ke belakang dan berlari menghampirinya untuk memeluknya. Meminta maaf atas kata-kata kasarku padanya, menghapus semua air mata yang turun dari matanya. Dan aku tahu saat itu juga hatiku akan luluh kembali. Kukepalkan kedua tanganku, kemudian meninju tembok yang berada di sampingku sekuat tenaga sampai menimbulkan suara yang cukup keras. Sesaat kudengar suara isakkan itu berhenti. Kupejamkan mata, mencoba menetralkan napasku yang memburu karena luapan emosi.

Semuanya terasa campur aduk saat ini. Aku marah padanya, aku marah pada diriku sendiri, aku marah pada keadaan ini. Yang jelas saat ini aku begitu marah akan hidup ini. Kubuka mata saat kurasakan sebuah tangan menyentuh pundakku. Aku tahu ini tangan siapa, tapi sekuat tenaga aku abaikan dia. Sudah cukup hatiku terluka karenanya. Tanpa menggubrisnya sama sekali, kulanjutkan langkahku yang sempat terhenti, mengabaikan rasa sakit di tanganku yang berdarah.

Rasa sakit di tangan ini tidak lebih dari rasa sakit di hatiku, saat dia, gadis yang paling aku cintai lebih memilih dunia ini daripada dunia yang ingin aku berikan padanya. Saat aku sedang menuruni tangga yang berasal dari atap sekolah, aku berpapasan dengan seorang gadis yang selama ini selalu menghindariku, dan aku tidak tahu apa alasan dia selalu menghindar saat berpapasan denganku. Dia, Lee Sena, Ketua OSIS SMA Kyunghee.

Kami hampir saling bertabrakan karena tidak melihat jalan sekitar membuat kami saling menatap satu sama lain. Entah kenapa mataku tidak bisa terlepas dari mata coklat almond itu barang sedikitpun. Ada apa denganku? Aku tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Aku merasa seperti terhipnotis oleh sorot mata cantik itu. Dan aku merasa kalau dia juga merasakan hal yang sama denganku.

Waktu terus saja berlalu, dan kami masih saling menatap di atas tangga. Sampai aku sadar saat mendengar suara langkah kaki yang sedang berjalan turun menuju kami. Sedikit kulirik ke bagian atas tangga, dan aku bisa melihatnya berdiri mematung memandangiku. Aku memutuskan kontak antara aku dengan Yura, kembali fokusku pada Sena yang sedang ada di hadapanku. Kutatap dia sebentar dengan ekspresi datarku, kemudian berjalan melewatinya. Namun langkahku terhenti oleh sebuah tangan kecil dan ramping yang sedang menahan tanganku.

Kutatap dia dengan pandangan bingung, apakah dia ada urusan denganku? Bukankah semua masalahku dengan Komite Kedisiplinan Siswa sudah selesai? Bukankah dia selalu menghindar dariku saat aku sedang berurusan dengan organisasinya? Lantas apa maunya kali ini?

“Tanganmu terluka. Kau baik-baik saja?” tanyanya padaku saat melihat keadaan tanganku yang penuh dengan darah. Kutatap wajahnya yang begitu khawatir dengan keadaanku sekarang ini.

“Bukan urusanmu.” Kucoba melepaskan tangannya pada pergelangan tanganku.

“Tapi tanganmu terluka.” Kekehnya.

“Aku baik-baik saja. Kau puas?” kataku sedingin mungkin. Sebenarnya aku tidak bermaksud untuk bersikap dingin padanya karena dia tidak salah apa-apa sampai harus menerima kemarahan dariku.

“Biar aku obati.” Katanya seakan tidak pernah mendengar ucapan dinginku. Kemudian dia menyeretku menuruni tangga dengan menggenggam tanganku.

“Aku bisa mengurus diriku sendiri.” Kataku sambil menghentakkan tanganku agar terlepas dari genggamannya. Kemudian aku berjalan ke arah berlawanan dengan arah yang tadi dia tuju. Namun belum juga aku melangkah dua langkah, kurasakan kembali tangannya menahan diriku.

“Ckk, dasar keras kepala.” Tanpa aku duga dia menyeretku kembali dengan tenaga yang lebih besar menuju arah awal yang kami tuju. Aku berjalan agak terseok-seok karena langkahnya yang begitu cepat dan otakku yang belum bisa berpikir. Saat aku melewati tangga menuju atap, aku bisa melihat gadis kejam itu sedang memperhatikan apa yang aku lakukan dengan Sena.

Raut wajahnya menunjukkan ekspresi terluka. Tapi aku sudah tidak peduli lagi padanya. Dia selalu mengatakan tidak menyukaiku tapi sikapnya padaku selalu berbanding terbalik dengan apa yang ia katakan. Mungkin ini saatnya buatku untuk tidak mempedulikannya lagi. Sepanjang perjalanan, aku menata kembali hatiku yang kembali hancur karena penolakkannya. Tidak terasa aku sudah berada di depan ruang uks karena aku begitu larut akan lamunanku hingga tidak menyadarinya.

Kulihat tanganku masih digenggamnya. Tanpa aku sadari, bibirku melengkungkan sebuah senyuman tipis akan perbuatan manis dari gadis yang sepertinya paling anti berurusan denganku ini. Kemudian dia membuka pintu uks, dan kembali menyeretku untuk masuk ke dalamnya.

Saat kami masuk, perawat penjaga uks sedang keluar, mungkin dia sedang makan siang karena sekarang jadwalnya makan siang. Aku ditarik menuju ke salah satu ranjang kosong yang ada. Suasana di uks ini begitu sepi, karena tidak adanya seorangpun siswa yang pura-pura sakit atau mungkin memang sakit untuk menghindari pelajaran tertentu.

Begitu sampai di ranjang yang dia tuju, aku didudukkan di tepian ranjang itu.

“Jangan ke mana-mana. Akan aku carikan dulu obat buat mengobati lukamu. Arrachi?” perintahnya. Kemudian dia meninggalkanku sendiri. Kuamati setiap gerak-gerik yang dia lakukan. Dia terlihat kebingungan mencari obat yang dia butuhkan di depan lemari penyimpanan obat.

Setelah melihat letak obatnya, segera dia membuka lemari obat itu dan mengambilnya. Kulihat dia mengeluarkan kotak P3K sambil tersenyum ke arahku. Senyuman yang begitu manis. Kenapa aku baru tahu kalau dia punya senyuman yang manis seperti itu?Selama ini Sena yang aku tahu memiliki perangai yang tegas, galak, disiplin dan jarang tersenyum seperti tadi. Pikirku.

Dengan sedikit berlari, dia kembali menghampiriku yang sedang duduk di tepian ranjang. Mengambil salah satu kursi yang ada di dekat ranjang, kemudian mendudukinya. Membuat kami saling berhadapan. Dengan cekatan dia membuka kotak P3K itu, mengeluarkan kapas, alkohol, plester, gunting, kain kasa, dan juga betadin.

Dengan hati-hati dia memegang tangan kananku yang terluka. Membasahi kapas tadi dengan alkohol, kemudian mulai membersihkan sedikit demi sedikit darah yang keluar dari tanganku. Saat kurasakan dinginnya alkohol menyentuh tanganku yang terluka, menimbulkan rasa yang teramat pedih.

“Aww…” refleks kutarik kembali tanganku dari genggamannya.

“Ckk,, ini tidak akan lama, bertahanlah sedikit.” Katanya sambil menggenggam kembali tanganku.

“Bisakah kau pelan-pelan? Ini sangat sakit.” Kesalku saat kurasakan pedih itu lagi.

“Ya, aku sudah berusaha sepelan mungkin. Dasar. Kalau tahu kau akan merasa kesakitan buat apa kau melukai dirimu sendiri.” Omelnya meneruskan kembali membersihkan lukaku sambil sedikit meniup-niup lukaku. Bukankah ini manis? Aku tersenyum dalam hati.

“Itu bukan urusanmu.” Ketusku. Kenapa aku bersikap seketus ini pada seorang gadis? Padahal bisanya aku akan berusaha merayu mereka agar mereka jatuh pada pelukkanku. Tapi kenapa dengannya aku berbeda? Apa ini hanya karena aku sedang marah pada Yura? Mungkin saja.

“Ye, itu memang bukan urusanku. Lagi pula aku bukan tipe orang yang suka ikut campur urusan orang lain.” Jawabnya dengan nada kesal. Tapi nada kesal itu malah membuatnya semakin manis saja. Ada apa sebenarnya tentangnya ini terhadapku? Kenapa hatiku tidak mencerminkan sikapku?

Setelah membersihkan lukaku. Dia dengan telaten membalut tanganku dengan kain kasa yang sebelumnya sudah diberi betadin. Kupandangi wajahnya yang terlihat sangat serius saat sedang membalut lukaku. Cantik. Aku tahu kalau dia termasuk salah satu siswi yang cantik di Kyunghee, tapi aku merasa dia memiliki sesuatu yang berbeda saat aku memandangnya lekat seperti sekarang ini.

“Kenapa kau mau mengobati lukaku?” tanyaku penasaran.

“Aku hanya ingin saja.” Jawabnya asal.

“Bukankah sebelumnya kita tidak pernah saling berbicara atau bahkan menyapa sekalipun?”

“Kau benar. Kita tidak pernah melakukan hal itu.” Jawabnya seakan tidak peduli.

“Lantas kenapa kau menolongku?”

“Apa aku hanya harus menolong seseorang yang akrab denganku saja? Tidak. Aku bukan tipe orang yang seperti itu. Walaupun kita tidak saling sapa, setidaknya aku mengenalmu.” Katanya acuh tak acuh. Kemudian dia membereskan peralatan P3K yang dipinjamnya.

“Apa kau mengenalku?” tanyaku ragu.

“Kau bercanda? Di sekolah ini tidak ada yang tidak mengenalmu. Jaa, semuanya sudah beres. Tugasku sudah selesai. Aku pergi dulu.” Katanya sambil terburu-buru berlalu dari hadapanku, segera meletakkan kembali kotak P3K ke dalam lemari seperti semula. Kemudian membuka pintu uks, meninggalkanku sendirian yang hanya bisa terdiam melihatnya bergerak dengan sangat cepatnya.

Saat pintu uks kembali tertutup bersamaan dengan sosoknya yang hilang tertutup pintu, tiba-tiba aku merasakan perasaan yang tidak nyaman saat dia tidak ada di dalam jangakauanku. Segera saja aku bangkit dari tempat tidur, berusaha menyusulnya yang sudah keluar dari uks. Namun, usahaku sia-sia, dia sudah pergi. Pergi ke arah mana dia? Kenapa jalannya cepat sekali? Apa dia berlari? Tapi ke arah mana?

Aku masih mencoba berusaha menemukan kembali sosoknya. Setidaknya aku harus mengucapkan rasa terima kasihku padanya. Kucoba mencari dia di sekitaran kelasnya, namun aku kembali tidak menemukan sosoknya itu. Saat aku membalikkan badan, kulihat sosok lain yang sudah menyakitiku selama ini tengah berdiri tepat di belakangku.

Segera saja kulewati dia, kembali melanjutkan langkahku yang sempat terhenti. Bisa kulihat mulutnya seperti hendak mencoba untuk mengatakan sesuatu, namun segera diurungkan saat aku hanyamelewatinya. Biarlah dia merasakan bagaimana rasanya diabaikan selama ini oleh orang yang kamu cintai dan saat ini aku belum siap untuk bertemu dengannya lagi setelah kejadian di atap sekolah tadi.

Sampai bel pulang sekolah dibunyikan pun aku tidak bisa bertemu dengan Sena lagi. Padahal aku sudah menunggunya di gerbang depan sekolah tapi aku sama sekali tidak menemukan sosoknya. Lee Sena, apa yang telah kau perbuat padaku hingga membuatku tidak bisa lepas dari sosokmu saat ini? Aku tidak tahu mengapa aku begitu ingin bertemu lagi denganmu, Sena.

Dua jam aku berdiri seperti orang bodoh menunggu kemunculannya di depan gerbang sekolah, tapi aku sama sekali tidak bisa menemukannya. Pada akhirnya aku memutuskan untuk pulang karena hari sudah semakin sore dan sekolahan sudah mulai sepi hanya tinggal beberapa kelompok siswa yang sedang melakukan kegiatan ekstrakurikuler. Kunyalakan mesin motor kesayanganku dan melaju menuju rumah. Di sepanjang perjalanan pulang aku tidak bisa mengenyahkan bayangan wajah Sena yang sedang tersenyum, ekspresi khawatirnya saat melihat luka di tanganku, perlakuan lembutnya saat sedang mengobati lukaku, sampai wajah kesalnya padaku yang begitu menggemaskan menurut sudut pandangku.

Tidak terasa perjalanan pulang aku tempuh dengan singkat karena cara mengemudiku yang cepat dan pikiranku yang melayang-layang terus memikirkan Sena. Saat kubuka pintu rumah, ternyataaku menemukan appa dan eomma sudah ada di dalam rumah. Bukan kebiasaan mereka sudah pulang ke rumah pada jam-jam sekarang ini. Kemudian kuhampiri mereka yang sedang sibuk mondar-mandir ke sana kemari di dekat ruang keluarga.

“Appa, eomma.” Kucoba memanggil mereka yang tengah sibuk dengan urusannya masing-masing sampai tidak menyadari kehadiranku di sini.

“Eoh, Baekki-ya. Kau sudah pulang?” jawab appa yang sedang berusaha merapihkan dasinya dengan bantuan eomma.

“Kalian mau pergi kemana? Kenapa rapih sekali? Apakah ada sebuah pesta?” tanyaku sambil duduk di sofa ruang keluarga kami.

“Eoh, kami ada sebuah pesta penting. Dan eomma baru tahu undangannya satu jam yang lalu.” Kata eomma sambil berusaha mengikat dasi appa.“Aiisshh, kenapa ini tidak rapih-rapih?” gerutunya kesal saat ikatan dasi yang dia buat salah.

Aku hanya bisa tersenyum melihat kedua orang tuaku ini. Walaupun usia pernikahan mereka sudah menginjak yang ke 25 tahun tapi mereka masih seperti baru beberapa bulan pacaran. Aku iri dengan mereka. Apakah nanti aku dengan Yura akan seperti itu juga? Tidak. Sepertinya aku tidak akan pernah menikah dengannya. Aku hanya bisa tersenyum kecut menyadari kehidupan percintaanku yang seperti ini.

“Kenapa kau diam saja, Baek?” tanya eomma melihatku yang hanya duduk diam melihat semua aktivitasnya.

“Ne?”Tanyaku bingung.

“Kau juga harus ikut ke pesta ini.” Kata eomma.

“Waeyo? Aku tidak suka dengan suasana pesta.” Kataku dengan sedikit malas.

“Ini pesta penting, sayang. Sahabat appa dan eomma yang mengadakannya. Dia sangat sulit untuk ditemui.” Jelas appa.

“Lantas kenapa juga aku harus ikut? Aku kan tidak kenal dengan sahabat appa maupun eomma. Kenapa kalian tidak ajak Nahyun noona saja? Bukankah dia sangat suka dengan pesta seperti ini?”

“Nahyun sedang jaga malam, lagi pula dia masih dokter junior tidak baik jika dia minta ijin hanya karena ingin menghadiri sebuah pesta. Maka dari itu, sekarang kau harus ikut. Nanti appa kenalkan kau padanya. Siapa tahu dia mau mengajarimu tentang bisnis.” Bujuk appa.

“Appamu benar. Eomma tidak mau tahu, kamu harus ikut kali ini. Eomma dan appa akan menunggu dalam 30 menit, Arrachi?” kata eomma sambil mencubit pipiku kemudian berjalan menuju kamarnya.

“Eommaa…” rengekku karena perlakuan eomma padaku.

“Cepatlah mandi, appa akan menunggumu.” Tepuk appa pada pundakku.

“Arraseo, arraseo. Aku akan siap-siap.” Kataku dengan berat hati menuruti keinginan appa dan eomma. Aku berjalan dengan gontai menuju kamarku yangada di lantai 2. Segera kubuka pintu kamar, kemudian meletakkan sembarangan tas dan sepatuku. Segera kubuka blazer seragamku, ikatan dasi yang memang sudah kubuat longgar, melepaskan satu persatu kancing kemeja, kemudian menaruhnya sembarangan di lantai kamarku.

Segera akuberjalan menuju kamar mandi, ingin segera mengguyur badanku dengan air dingin untuk melepas penat hari ini. Begitu di dalam, dengan segera kunyalakan shower kamar mandi. Air dingin yang mulai mengguyur seluruh badanku mulai dari kepala sampai kaki. Rasanya segar, seakan semua beban hari ini terbawa oleh aliran air. Ingin sekali aku berlama-lama berada di bawah guyuran air ini, rasanya sangat nyaman namun semua angan-angan itu luntur saat aku mendengar sebuah gedoran cukup keras di pintu kamar mandiku.

“Baekki-ya, jangan terlalu lama mandinya. Kita bisa terlambat datang ke pestanya.” Terdengar suara teriakan dari arah luar. Itu pasti eomma. Hah, menghancurkan moment indahku saja.

“Ne!” balasku sambil berteriak. Segera saja kupercepat acara mandi ini karena tidak mau mendengar omelan eomma yang bisa lebih dari satu jam lamanya hanya gara-gara aku membuatnya telat datang ke sebuah pesta penting. Setelah selesai mandi, aku berjalan menuju lemari pakaianku, memilih pakaian apa yang pantas aku pakai. Ini adalah pesta resmi, setidaknya aku juga harus berpakaian resmi, seperti apa yang appa dan eomma pakai tadi.

Akhirnya aku memilih menggunakan sebuah kemeja warna hitam, dengan jas dan celana kain warna merah maroonnamun sepatu kulit yang aku kenakan berwarna hitam mengkilap senada dengan kemejaku. Tatanan rambutku sengaja di naikkan ke atas dengan belahan rambut berada di sebelah kiri kepalaku. Kusemprotkan sedikit minyak wangi untuk menyempurnakannya.

Yosh! Semuanya sudah siap, pikirku sambil memandangi diriku sendiri di depan cermin besar untuk yang terakhir kalinya. Lihatlah, bukankah aku sangat tampan? Lantas, kenapa Yura selalu menolak laki-laki yang setampan diriku ini? pikirku masih tidak bisa mempercayai kalau Yura kembali menolakku untuk yang kesekian kalinya.

“BAEKKII-ya..” terdengar suara teriakkan dari bawah. Eomma benar-benar tidak sabaran sekali.

“AKU TURUN.” Balas teriakku dengan sedikit kesal. Segera kuambil kunci mobil karena tidak memungkinkan buatku untuk membawa motor ke acara pesta seperti ini. Aku segera menutup pintu kamar, dan dengan sedikit berlari menghampiri kedua orang tuaku yang sudah siap untuk pergi.

“Kau lama sekali.Seperti wanita saja.” Gerutu Eomma.

“Mwo? Aku hanya diberi waktu 30 menit untuk bersiap-siap dan eomma malah mengata-ngataiku berdandan seperti wanita? Waah, jinjja.” Kataku sambil menggelengkan kepala karena tidak terima dengan gerutuan eommaku sendiri.

“Mian, hehhe…eomma hanya sudah tidak sabar untuk sampai di sana. Kajja!” Katanya dan yang aku tanggapi dengan wajah heranku akan kelakuan eomma saat ini.

Saat sudah di luar rumah, aku segera berjalan menuju garasi tempat di mana mobilku di parkir.

“Kau mau membawa mobil sendiri?” tanya appa dengan sedikit heran.

“Ne, bolehkan?” tanyaku.

“Tapi…” kata appa sedikit berpikir untuk mengambil keputusan, dan segera saja kupotong sebelum dia berubah pikiran.

“Appa tahu sendiri, kalau aku kurang begitu suka berada disebuah pesta, aku bisa mati bosan di sana. Jadi kalau aku membawa mobil sendiri, aku bisa pulang kapanpun aku mau. Aku tidak mau lama-lama terjebak di sana.” Jelasku dengan sedikit manja untuk meyakinkan orang tuaku.

“Sudahlah sayang, biarkan saja dia membawa mobilnya sendiri. Lagi pula buat apa kita belikan dia mobil tapi pada akhirnya tidak pernah dia pakai sama sekali? Bukankah ini kesempatan yang bagus buat dia memakai mobil itu?” Bujuk eomma pada appa. Tapi appa masih saja berpikir. “Akh, kau terlalu lama berpikir. Kajja kita pergi sekarang!” Kulihat eomma langsung menyeret appa masuk ke mobil mereka tanpa mempedulikan appa sudah mengiyakan permintaanku atau belum.

“Ta-tapi…” belum selesai appaberbicara sudah langsung dipotong lagi oleh perkataan eomma.

“Sudah. Biarkan saja dia mengemudi sendiri. Lagipula dia sudah besar.” Kata eomma sambil kembali menarik appa untuk menyuruhnya duduk di kursi penumpang. Heol! sejak kapan eomma menganggapku sudah besar? Biasanya dia juga menganggapku seperti masih anak-anak.

Begitu appa dan eomma berada di dalam mobilnya, segera saja aku berlari menuju mobilku yang terparkir dengan cantiknya di garasi rumah ini. Aku lupa kapan terakhir kalinya aku memakai mobil kesayanganku ini. Segera kunyalakan mesin mobil ini, tidak mau ketinggalan oleh mobil appa dan eomma karena aku tidak tahu ke mana tujuan kami, aku sedikit menekan gas membuat mobilku sedikit berjalan cepat menyusul appa dan eomma.

Lamborghini Gallardo putihku berjalan membelah jalanan kota Seoul yang sudah mulai menunjukkan kesibukkannya karena saat ini menunjukkan waktu pulang kerja bagi sebagian masyarakat Seoul yang bekerja di perkantoran. Waktu perjalanan yang aku butuhkan hampir satu jam karena lalu lintas yang padat untuk menuju ke salah satu hotel bintang lima di Seoul, THE SHILLA HOTELS.

Saat iringan mobil kami menuju pintu masuk ke hotel, kami menemui antrian kendaraan mewah yang sama-sama mengantri untuk bisa masuk ke dalam hotel ini. Aku yakin, semua antrian mobil ini memiliki tujuan yang sama, yaitu menuju ke pesta yang diadakan di salah satu Ballroom hotel mewah ini.

Butuh waktu sekitar 15 menit untukku sampai di depan pintu masuk hotel. Begitu aku berhenti, seorang petugas parkir menghampiriku, kuserahkan kunci mobil dan mengambil karcis untuk mengambil mobilku nanti. Kedua Orang tuaku sudah menunggu di depan pintu masuk hotel sambil memandangiku yang sedang berjalan ke arah mereka.

“Waah…sayang, kau lihat penampilan putra kita saat ini” tunjuk eomma padaku, “Dia sangat tampan, persis sepertimu saat muda dulu.” Puji eomma.

“Tentu saja dia mirip denganku, karena aku adalah ayahnya.” Jawab appa sambil mengecup pipi eomma mesra. Ya ampun! Kenapa mereka tidak bisa berhenti bersikap mesra di tempat umum? Memalukan. Keluhku dalam hati.

“Kajja!” Kata appa memutuskan rutukkanku dalam hatidan aku hanya bisa memandang mereka dengan pandangan antara geli dan jijik walaupun ada sedikit rasa syukur di dalam hatiku.

Saat berjalan menuju ballroom hotel ini, aku melihat beberapa wanita memandangku takjub. Bukankah sudah kukatakan kalau aku ini benar-benar tampan kan? Mereka berusaha menarik perhatianku, tapi sayangnya saat ini aku sedang tidak tertarik untuk bermain dengan mereka. Kalau saja moodku sedang bagus, mungkin aku akan segera menarik salah satu dari mereka untuk bermain denganku setelah acara ini selesai.Tapi sayang sekali mereka sedang tidak beruntung untuk menikmati tubuh indahku saat ini. Kulewati mereka begitu saja dengan wajah coolku dan aku tahu mereka sedikit kecewa akan sikapku ini.

Begitu memasuki ballroom hotel ini, kesan pertama yang muncul dalam pikiranku adalah dekorasinya sangat mewah. Lantai ballroom ini dilapisi dengan karpet berwarna merah maroon dengan motif bunga mawar besarnya yang berwarna emas. Lampu kristal bundar dan besar yang menggantung di atas langit-langit ballroom ini menambah kesan mewahnya.

Di sini juga terdapat ratusan meja-meja bundar dengan kursi-kursi diletakkan melingkar di sekeliling meja. Di atas meja tersebut, sudah tersaji piring-piring lengkap dengan sendok, garpu, pisau, bahkan gelas air putihpun tersedia. Tidak lupa, sebuah vas bunga agak besar dengan rangkaian bunga lili putih dan mawar warna merah jambunya diletakkan di tengah-tengah setiap meja bertaplak putih tersebut.

Kuikuti langkah appa dan eomma yang berjalan menuju ke arah depan dari ballroom ini, di mana terdapat sebuah panggung megah berdiri. Bisa kulihat di dekat panggung tersebut sedang berdiri dua orang yang sedang memberikan salam pada setiap tamu yang hadir. Aku yakin mereka adalah tuan rumah dari pesta mewah ini.

Semakin berjalan mendekat ke arah mereka, aku seperti mengenali sosok gadis yang sedang berdiri di samping pria yang sedang memberi salam itu. Senyum itu, aku seperti pernah melihat senyuman itu, tapi aku lupa di mana aku pernah melihatnya. Aku berusaha mengingat-ngingat kembali di mana aku pernah melihat senyum manis itu.

Lamunanku terpotong saat kulihat appa sedang memeluk pria yang tadi memberikan salam pada semua orang. Aku masih saja terus berpikir, siapa sebenarnya gadis cantik yang berada di hadapanku ini? Saat mata coklatnya menatapku terkejut, aku tahu tatapan mata itu hanya dimiliki seseorang yang tiba-tiba sudah membuatku gila akan perlakuan manisnya. Lee Sena.

Aku tidak bisa berhenti untuk tidak menatapnya. Bagaimana bisa? Aku bahkan tidak tahu kalau dia salah satu chaebol yang ada di sekolah. Aku hanya bisa tersenyum dalam hati saat mengatahui hal ini. Ada sedikit perasaan lega dalam hatiku. Kenapa jantungku berdebar kencang saat berdekatan dengannya seperti ini? Membuatku tidak bisa mengucapkan sepatah katapun di dekatnya. Pikiranku blank, kosong, aku tidak bisa berpikir hingga pada akhirnya kami hanya duduk terdiam. Keberadaanku dan Sena diabaikan oleh orang tua kami yang sibuk mengobrol mengenang kenangan mereka saat berada di universitas.

Aku benar-benar bersyukur karena bisa ikut ke acara pesta ini. Seharian ini aku mencari keberadaannya di sekolah dan tidak menemukannya tapi kita malah bertemu di tempat yang tidak pernah aku pikirkan sama sekali. Tiba-tiba aku ingin sekali bertanya pada eommaku, apakah nantinya aku akan menikah dengan cara dijodohkan seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang keturunanchaebolatau tidak?

Dan jawaban eommaku adalah iya walaupun dengan raut muka yang cukup terkejut akan pertanyaanku. Mendengar hal itu entah kenapa membuatku merasa senang sekaligus lega dan entah inisiatif dari mana, aku mengutarakan keinginanku untuk dijodohkan dengan putri dari sahabat ayahku ini. Aku tahu resiko saat mengutarakan pikiran konyolku ini sangat besar, karena aku meminta ijin untuk bersamanya di hadapan orangtuanya. Dan bisa kulihat semua orang yang berada di sana tampak sangat terkejut akan permintaanku ini tapi mau bagaimana lagi, ketika seorang laki-laki sudah berucap akan sesuatu pantang buat dia untuk menarik kembali ucapannya itu. Itulah prinsipku.

Walaupun menurutku ini merupakan perbuatan paling konyol yang pernah aku lakukan tapi aku tidak menyesal sama sekali telah mengutarakannya. Aku sangat penasaran tentang gadis yang satu ini. Dia seakan bisa mengalihkan duniaku dalam sekejap mata. Sepertinya aku sudah gila karenanya. Kulirik dia sesaat setelah mengutarakan niatku ini untuk menikah dengannya. Dan ekspresi yang dia tunjukkan begitu lucu karena saking terkejutnya.

Ingin sekali aku membungkam bibir tipisnya yang terbuka itu dengan bibirku, akan seperti apa rasanya ya? Ya ampun bagaimana bisa aku berpikiran yadong di saat-saat seperti ini. Apa yang telah terjadi dengan otakku?

Aku begitu bahagia saat mendengar persetujuan dari ayahnya dan kedua orang tuaku akan rencana ini. Tapi aku melihat ekspresi yang berbeda yang ia tunjukkan. Seperti kebingungan, ketakutan tapi bahagia juga, entahlah aku tidak bisa menebaknya. Saat dia pamit untuk pergi ke toilet, aku mencoba mengikutinya dari belakang.

Saat dia berbalik menghadapku, semua emosinya meledak seperti bom, tapi bagiku dia malah terlihat semakin cantik. Konyol bukan? Aku terus menggodanya sampai dia benar-benar marah. Dan saat aku berbicara dengannya aku tahu kalau sebenarnya dia sangat menderita karena begitu menyukaiku. Mianhae.

Melihatnya terluka sangat menggangguku. Saat kucoba menolongnya, dia menolak. Sampai aku tidak tahan lagi dengan sikap keras kepalanya, akhirnya kugendong dia yang hampir jatuh pingsang karena menahan sakit. Saat berhadapan begitu dekat dengan wajahnya ini, membuatku tidak bisa mengontrol diriku sendiri.

Bayangan yang sempat tadi aku bayangkan akhirnya terwujud. Dan seperti bayanganku, rasa bibirnya benar-benar manis. Aku tidak bisa menghentikannya walaupun aku ingin berhenti.Aku terus mengecup bibirnya membuatku benar-benar ketagihan dan dia juga menerimanya dengan senang hati.Kuperlakukan dia seperti aku begitu memujanya dan tak ingin menyakitinya. Aku belum pernah seperti ini sebelumnya. Sepertinya aku tidak salah memilih seseorang sebagai pengganti Yura. Aku harap dengan bersamanya aku bisa melupakan cintaku pada Yura. Ya kuharap seperti itu.

Setelah pesta itu berakhir, hubunganku jadi semakin dekat dengan Sena. Semua siswa di sekolah tidak ada yang mengetahuinya. Ini bukan kebiasaanku menyembunyikan suatu hubungan, tapi saat bersamanya aku tahu kalau aku bahagia. Sedikit demi sedikit aku mulai bisa melupakan Yura.

Kedua keluarga akhirnya bertemu kembali membahas pertunangan kami. Aku begitu bahagia saat Noona yang paling aku sayangi dapat berteman akrab dengan Sena. Biasanya Noona selalu tidak suka dengan gadis yang menjadi pacarku. Pernah suatu hari saat aku sedang kencan dengan salah satu mantanku di sebuah bioskop, dan tanpa sengaja aku bertemu dengan noona.

Saat dia melihat penampilan pacarku itu, tiba-tiba dia datang padaku dan berpura-pura menjadi tunanganku. Dan pacarku marah besar, kemudian memutuskanku saat itu juga. Heol! Dia percaya begitu saja dengan ucapan noonaku padahal umur kami terpaut cukup jauh. Tapi harus kuakui noona memang memiliki wajah yang awet muda, masih seperti anak SMA biasa, padahal dia sudah bekerja sebagai dokter junior yang sedang magang.

Sekarang aku benar-benar bersyukur bisa mendapatkan hati Sena. Semenjak aku berhubungan dengan Sena, abeoji – ayahnya Sena – sering mengajakku untuk mulai belajar bisnis. Aku mulai mengurangi kebiasaanku bermain bersama gadis-gadis lain, karena saat aku bersama Sena, aku merasakan kepuasanku tersendiri. Dia adalah pembawa keberuntunganku. Lee Sena, kau adalah milikku, selamanya hanya milikku.

Saat hari-hari menjelang pertunangan kami dilaksanakan, di sekolah tersebar gosip kalau aku memiliki pacar baru. Gosip itu bersumber dari sebuah foto yang memperlihatkan aku sedang merangkul seorang gadis cantik dengan gaun hitamnya dan rambut hitam kecoklat-coklatan bergelombangnya yang digerai, di depan sebuah restoran mewah.

Saat aku melihat foto tersebut, aku langsung tahu kalau gadis itu adalah Sena. Tapi semua siswa tidak bisa menebak siapa gadis itu. Mereka berpikiran kalau gadis itu berasal dari sekolah lain, tidak pernah terpikir oleh mereka kalau itu adalah Sena, Ketua OSIS mereka yang sangat galak, dan disiplin itu.Maklum saja, di sekolah penampilan Sena sangat sederhana. Dia selalu menguncir rambut bergelombangnya, pulang pergi menggunakan bis, tidak menampilkan bahwa dia adalah seorang chaebol. Bahkan dia mendapatkan beasiswa untuk bertahan di sekolah ini sampai kedua orang tua kami mengetahuinya kemudian memutuskan beasiswanya.

Saat Sena mengetahui gosip ini segera saja dia menghubungiku. Akhirnya kami bertemu di atap sekolah.

“Baek, bagaimana ini? Kenapa kita tidak sadar kalau ada yang mengambil gambar kita saat itu? Kalau mereka sampai tahu siapa sebenarnya gadis itu, bagaimana dengan jabatanku sebagai ketua OSIS? Bagaimana dengan imejku? Kenapa kau hanya diam saja? Setidaknya berikan aku solusi.” Katanya panjang lebar sambil berjalan mondar-mandir di hadapanku. Aku hanya tersenyum melihatnya yang kebingungan. Aku tidak mengira, ternyata siswa paling pintar sesekolahpun bisa sangat kebingungan seperti itu.

“Ya, kenapa kau malah tersenyum seperti itu?” katanya kesal saat aku menanggapi semua ocehannya hanya dengan senyuman padanya.

“Kemarilah.” Pintaku padanya. Dengan berat hati dia menghampiriku yang sedang berdiri di pagar pembatas. Dia berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya dan dengan bibir yang mengkerucut kesal. Bukankah dia begitu menggemaskan?

Begitu sampai di hadapanku, langsung saja kukecup bibirnya singkat. Aku begitu tidak tahan melihat bibir tipis itu ia kerucutkan, hingga akhirnya aku memilih untuk menciumnya. Dan sekarang lihatnya ekspresi muka terkejutnya karena perbuatanku tadi, membuatnya semakin menggemaskan saja, membuatku ingin menciumi seluruh wajahnya saat ini juga seperti yang biasa aku lakukan padanya jika kami bertemu hanya berdua saja. Setelah beberapa saat hanya terdiam dan memandang satu sama lain seperti sedang mencerna kejadian tadi, akhirnya dia mengeluarkan suaranya juga.

“YA!! Apa yang kau lakukan? Kau mau mati, hah?” katanya kesal tapi aku bisa melihat rona merah tercetak jelas di wajahnya yang cantik itu. Kemudian dia membalikkan badannya, berusaha menutupi perasaanya saat ini. Kupeluk pinggangnya dari belakang, dan kutaruh daguku di pundaknya yang tidak tertutupi rambut sama sekali.

“Ya! Apa yang kau lakukan kali ini? Lepaskan aku! Kalau ada yang melihat bisa bahaya.” Protesnya sambil berusaha melepas pelukanku.

“Shireo! Biar saja kalau ada yang melihat, aku tidak peduli!” kataku berusaha mengabaikannya.

“YA!” protesnya lagi sambil sedikit memukul tanganku. Tapi itu malah membuatku semakin mengeratkan pelukanku padanya. Bisa kurasakan bibirnya sedang tersenyum walaupun aku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Lama-kelamaan kurasakan tangannya mengelus lembut tanganku yang ada di perutnya menggantikan pukulannya tadi pada tanganku.

“Aku begitu iri dengan Soojung.” Katanya lirih.

“Wae?” jawabku dengan mata terpejam mencoba menghirup aroma tubuhnya yang selalu membuatku kecanduan akan dirinya.

“Kau tahu, dia baru saja jadian dengan Jongin. Mereka selalu menampilkan kemesraan di manapun mereka berada. Hingga membuat semua orang tahu kalau mereka adalah pasangan. Tapi kita…” kata-katanya terputus dengan sedikit menahan napas dan menghembuskannya perlahan-lahan. Kemudian sedikit berpikir tentang apa yang akan ia katakan tapi itu tidak lama, hingga akhirnya dia melanjutkan kata-katanya yang terputus, “Kau tahu, berduaan seperti ini di sekolah terasa sangat sulit, apalagi saat melihatmu selalu saja dikelilingi gadis-gadis genit itu rasanya ingin aku jambak satu persatu dari mereka untuk menjauh darimu. Tapi sekarang aku sedikit lega dengan munculnya foto itu, walaupun aku sebenarnya takut akan ketahuan kalau itu aku, tapi aku juga bersyukur dengan kejadian ini.” Katanya jujur masih sambil mengelus tanganku.

Kukecup lehernya lama, dan dia terlihat memejamkan matanya menikmati setiap perlakuanku. Saat kubuka mata, aku merasa seperti ada seseorang yang sedang mengawasi kami. Saat kulirikkan mata ke arah pintu keluar dari atap, aku bisa melihat sebuah pandangan terluka dari seseorang yang selama ini aku sayangi. Entah kenapa aku juga merasakan rasa sakit yang dia rasakan saat ini. Apakah aku masih memiliki perasaan padanya walaupun sudah ada Sena? Aku bingung, kepalaku tiba-tiba terasa begitu pusing saat memikirkannya kembali.

Akhirnya aku memilih memejamkan mataku, mencoba mengabaikannya yang sedang mengawasiku. Kuakhiri kecupanku pada Sena, kemudian berbisik di telinganya.

“Kau tenang saja. Sebelum hari pertunangan kita dilaksanakan, semua orang tidak akan tahu kalau kita mempunyai sebuah hubungan. Bersikaplah seperti biasanya, seperti tidak pernah terjadi apapun di antara kita.” Kataku berusaha menenangkannya dan juga diriku sendiri. Bel tanda pelajaran akan dimulaipun berbunyi.

“Aku harus pergi.” Katanya pamit padaku dan dengan terpaksa kulepaskan pelukanku padanya.

“Eoh.” Jawabku seadanya. Saat kulirik pintu keluar dari atap, sosoknya sudah tidak ada di sana lagi. Ada sedikit rasa lega dalam hatiku saat mengetahuinya.

“Apakah pulangsekolah nanti kita bersama lagi?” tanyanya.

“Mian. Hari ini aku ada sedikit urusan. Lagi pula, sepertinya kita harus sedikit menjaga jarak saat di sekolah maupun saat pergi dan pulang sekolah. Kau tahu, siswa di sekolah kita sedang penasaran siapa gadis yang bersamaku malam itu, dan mereka akan bertingkah seperti paparazzi.” Jelasku padanya.

“Eoh, kau benar. Kalau begitu aku pergi dulu.” Katanya dengan nada sedikit kecewa. Kemudian dia mengecup bibirku singkat sebelum berbalik pergi meninggalkanku sendirian di atap ini. Kupandangi punggungnya yang semakin menjauh dari jangkauanku. Mian, aku sedikit berbohong padamu. Aku memiliki sebuah urusan yang harus aku selesaikan terlebih dulu. Sesalku dalam hati.

Segera kukeluarkan handphoneku mencari nama kontak yang sudah sangat lama tidak aku hubungi. Kemudian kuketikkan sebuah pesan singkat padanya.

To : YR

Pulang sekolah kita bertemu ditempat biasa.

Tanpa pikir panjang pesan tersebut langsung aku kirimkan pada orang yang ingin aku ajak bertemu. Kulangkahkan kaki menuju kelasku berada, karena aku yakin sebentar lagi guru akan memulai pelajarannya, dan aku tidak boleh terlambat lagi.

 

~

 

Saat bel pulang sekolah berbunyi, segera saja kubereskan semua peralatan belajarku, mengabaikan tatapan heran dari sahabat-sahabatku. Aku sedikit berlari menuju parkiran tempat di mana aku memarkirkan mobil. Akhir-akhir ini aku lebih sering membawa mobil ke sekolah. Begitu mesin dinyalakan, langsung saja kuinjak pedal gas,menuju ke tempat di mana aku memiliki janji dengan seseorang.

Tidak membutuhkan waktu yang lama buatku sampai di tempat ini. Kuparkirkan mobil di tepian jalan dekat dengan tempat yang aku tuju. Sebuah taman yang cukup sepi, dekat dengan sebuah panti asuhan yang selalu aku kunjungi setiap bulannya.

Aku berjalan ke sebuah ayunan yang ada di taman ini. Di tempat inilah pertama kalinya aku bertemu dengan Yura, gadis yatim piatu yang tinggal di panti asuhan yang didonaturi oleh keluargaku. Di tempat ini pula lah aku pertama kalinya jatuh cinta pada seorang gadis manis yang tengah menangis karena terjatuh dari ayunannya.

Aku tersenyum kecut saat mengingat-ngingat kenangan itu. Dulu Yura adalah gadis yang paling cantik, bahkan sekarangpun dia masih yang tercantik. Tapi saat aku bertemu dengan Sena, semuanya jadi berubah. Dia seakan membalikkan duniaku dengan mudahnya, seperti membalikkan kedua telapak tangannya. Aku begitu larut akan lamunanku, hingga tidak menyadari kedatangan Yura, yang sekarang sudah menduduki salah satu kursi ayunan yang ada di sebelahku.

“Jadi, gadis yang bersamamu itu adalah Lee Sena?” tanyanya to the point. Aku tidak menjawabnya sama sekali. “Aku dengar kalian sudah mengadakan pertemuan keluarga.” Lanjutnya dengan nada sedikit bergetar.

“Eoh. Foto itu diambil sehabis pertemuan kedua keluarga.” Jawabku seadanya.

“Oh, begitu rupanya. Aku belum pernah mendengarmu berhubungan sampai pada tahap pertemuan kedua keluarga.” Ucapnya sambil menundukkan kepalanya.

“Kami akan bertunangan.” Ucapku. Mendengar ucapanku tadi membuat dia langsung mengalihkan perhatiannya dari tanah menuju ke wajahku. Walaupun aku tidak melihat langsung wajahnya tapi aku bisa merasakan perasaan sakit yang dia tunjukkan lewat ekspresi mukanya yang tidak percaya dengan ucapanku.

“Kau begitu serius dengannya?” tanyanya sedikit ragu.

“Eoh. Bahkan aku sudah melamarnya di hadapan kedua orang tua kami. Dan mereka setuju dengan lamaranku.” Kataku seakan mempertegas ucapanku sebelumnya.

“Ah, jadi seperti itu.” Katanya dengan sedikit terisak. Aku tahu dia tersakiti dengan ucapanku barusan, tapi aku harus memberitahu apa yang sebenarnya terjadi.

“Kau tidak perlu khawatir kalau aku akan terus menunggumu, karena sekarang aku sudah memiliki calon isteri yang akan aku perjuangkan. Aku akan mengirimkan undangan pertunanganku padamu secepatnya. Aku harap kau bisa datang diacara yang bersejarah buatku.” Kataku mencoba mengabaikannya yang sedang menangis di ayunannya.

“Aku pulang. Dan mungkin aku tidak akan berkunjung ke panti lagi mulai saat ini. Jaga dirimu baik-baik.” lanjutku sambil berdiri dari ayunanku. “Selamat tinggal.” Kataku lirih padanya.

“Aku kira…” ucapannya terhenti saat aku mulai berjalan meninggalkannya. Aku tahu apa yang akan ia katakan selanjutnya. Aku tahu ia menyesal karena telah mengabaikanku selama ini. Tapi semuanya sudah terlambat. Aku tidak bisa meninggalkan Sena begitu saja dan kembali padanya walaupun aku sangat menginginkannya.

Begitu sampai di dekat mobil, segera kubuka pintu dan memasukinya dengan terburu-buru. Kunyalakan mesin mobil, aku ingin segera pergi dari tempat ini sebelum aku benar-benar berubah pikiran kembali. Saat mobil ini mulai berjalan menjauh dari taman itu, bisa kulihat sosoknya yang sedang menangis tersedu-sedu di ayunan itu. Dan aku hanya bisa melihatnya seperti itu melalui kaca spion depanku.

Aku yakinkan hatiku bahwa keputusan ini adalah yang terbaik. Namun belum juga 5 menit aku meninggalkan taman, kuputar kemudi mobilku kembali menuju taman itu berada. Sungguh aku tidak kuasa melihatnya menangis tersedu-sedu seperti itu. Aku ingin memeluknya, menghapus semua air mata yang keluar dari mata indahnya itu.

Begitu tiba di taman tadi, segera kubuka pintu mobil tanpa mematikan mesinnya terlebih dulu. Kuedarkan pandanganku ke sekeliling taman, namun nihil, aku tidak menemukan sosoknya. Aku paling tidak tahan melihatnya menangis. Pada akhirnya aku hanya bisa duduk di atas kap mobilku, memandang lesu ke bawah. Meratapi kejamnya hidup ini buat kami berdua.

Dengan gontai, aku kembali memasuki mobil. Aku mengemudikan mobil dengan kecepatan yang berada di atas rata-rata. Pikiranku saat ini sangat kacau. Aku tidak bisa berpikir sama sekali. Pada akhirnya aku memilih melampiaskan semua perasaanku ini dengan menghabiskan waktuku di sebuah klub malam yang sudah menjadi langgananku.

Tidak terasa tiga minggu sudah berjalan dengan cepatnya. Sejak pertemuan terakhirku dengan Yura, kami tidak pernah bertemu lagi. Walaupun kadang kami berpapasan di kantin atau koridor kelas, kami lebih memilih untuk saling menghindar. Aku masih harus menata perasaanku terhadapnya. Sena dan Yura sama-sama memiliki pesonanya sendiri, aku tidak bisa melepaskan salah satu dari mereka. Setidaknya sampai aku benar-benar yakin akan pilihanku, biarlah aku dianggap egois karena tidak mau melepaskan mereka berdua.

Undangan pertunangan kami sudah tersebar, tiga hari sebelum hari H. Sekarang semua orang di sekolah tahu, kalau gadis yang bersamaku dulu adalah Sena, ketua OSIS mereka yang galak dan juga disiplin. Semua orang tidak percaya dengan kabar ini. Bahkan sahabat-sahabat kamipun tidak mempercayainya. Karena yang mereka tahu, antara aku dan Sena tidak pernah terlihat memiliki kontak fisik, saling menyapun tidak pernah kami lakukan. Itu semua karena kami menyembunyikannya dengan begitu rapat.

Kukirimkan sebuah undangan dan juga sebuah gaun pada Yura. Karena aku tahu, dia tidak memiliki gaun yang layak dipakai ke sebuah pesta. Kutaruh kotak berisi gaun warna merah darah dengan desain sederhanya tapi sangat elegan bersamaan dengan undangan ke dalam lokernya. Saat kutaruh kotak tersebut, aku tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang sedang mengamatiku.

Hari pertunangan pun akhirnya tiba. Acara ini diadakan di ballroom hotel THE SHILLA, semua siswa sekolah datang ke acara ini, begitu juga dengan semua kolega kedua orang tua kami. Ballroom mewah ini penuh sesak oleh para tamu undangan, aku begitu gugup. Keringat dingin mulai bercucuran yang bisa kurasakan lewat telapak tanganku. Kenapa aku begitu gugup sekali?

Sambil menunggu Sena yang sedang bersiap-siap di salah satu kamar hotel ini, aku berkumpul bersama kedua sahabatku.

“Ya, bagaimana rasanya akan bertunangan dengan gadis yang paling menyeramkan di sekolah?” goda Chen padaku.

“Benar, bagaimana rasanya?” timpal Chanyeol.

“Hmm…” aku berpikir sebentar, “Sangat mendebarkan. Kalian tahu tanganku sampai bercucuran keringat dingin. Lihatlah.” Jelasku pada mereka. Kemudian Chen dan Chanyeol menyentuh kedua telapak tanganku.

“Wooaahh,,daebak! Aku baru melihat seorang Byun Baekhyun seperti ini.” Jelas Chen.

“Kau benar, berdekatan dengan Yura saja tidak pernah membuat dia seperti ini.” Sambung Chanyeol.

“YA!” Segera kupukul kepala mereka dengan telapak tanganku. “Jangan membicarakan dia di sini.” Kataku sedikit kesal pada mereka. Kalau dipikir-pikir, kenapa aku belum melihat sosok Yura? Apakah dia tidak suka dengan gaun yang aku berikan padanya? Kuteguk air putih yang ada di hadapanku untuk membantuku supaya bisa lebih rileks sedikit.

“Ya, kegiatan apa saja yang sudah pernah kalian lakukan selama ini?” goda Chen lagi penuh dengan penasaran.

“Kalian ingin tahu?” tanyaku pada mereka.

“Eoh.” Jawab Chen dan Chanyeol berbarengan sambil menganggukkan kepalanya. Kupandangi mereka berdua untuk melihat seberapa seriusnya mereka.

“Mendekatlah!” pintaku pada mereka, dan mereka menurutinya dengan mendekatkan daun telinga mereka, kemudian kulanjutkan perkataanku yang sempat terhenti. “Itu rahasai!” kataku sedikit berbisik pada mereka sambil tersenyum geli melihat ekspresi kecewa mereka.

“YA!! Byun Baekhyun…kau….!!” kata-kata Chen terputus sambil memandang tidak percaya padaku dan aku hanya bisa tersenyum padanya. “Wooaah…jinjja!!” lanjutnya kemudian meminum habis air yang ada di hadapannya berusaha menenangkan dirinya yang sudah aku tipu.

“Hhaaahhaa…mian, mian.” Kataku pada akhirnya, dan kulihat Chanyeol hanya bisa membuka mulutnya dengan ekspresi datarnya sambil memandangku tidak percaya.

“Bagaimana rasanya berciuman dengan seekor singa betina?” celetuk Chanyeol yang sukses membuatku berhenti tertawa dan beralih memandangnya bingung begitu juga dengan Chen yang langsung memandang Chanyeol kemudian memandangku kembali menunggu jawaban dariku. Kupandangi kembali kedua sahabatku ini, kemudian tersenyum bahagia pada mereka.

“Hmm,, bagaimana ya?” kataku sedikit berpikir untuk memilih jawaban yang tepat atas pertanyaan Chanyeol. “Kalian tidak akan bisa membayangkannya dan aku harap kalian tidak membayangkannya. Mungkin lebih mirip dengan narkoba?” jelasku tidak yakin.

“Wooaahh…daebak!! pengaruh gadis itu memang luar biasa, lihat saja sekarang, apa yang telah dia lakukan pada seorang Byun Baekhyun.” Tambah Chen sambil terus memandangiku dan aku hanya bisa tersenyum menanggapinya. Benar apa kata Chen, pengaruh Sena begitu besar dalam hidupku. Kemudian kami mengganti topik pembicaraan sampai Chen kembali memotongnya dengan sesuatu yang menurutku tidak terlalu penting.

“Ya, Ya..di sebelah sana ada seorang gadis cantik.” Kata Chen, sambil menepuk-nepuk tanganku dan juga Chanyeol.

“Mana-mana? Aku tidak melihatnya?” ucap Chanyeol penuh minat pada ucapan Chen, sedangkan aku sendiri tidak banyak komentar hanya mengalihkan mataku mengikuti arah yang ditunjuk Chen tentang gadis cantik itu berada.

“Itu di sana! Yang pakai gaun merah, dekat pintu masuk!” jelasnya tidak sabaran, aku hanya tersenyum melihatnya menjelaskan dengan tidak sabaran. Tapi aku tidak bisa menemukan gadis yang dimaksud Chen, hingga akhirnya aku menyerah untuk mencarinya. Aku berkata dalam hati, buat apa aku mencari gadis cantik lain lagi sedangkan aku sudah punya Sena di sisiku?

“Eh, bukankah itu Yura?” kata Chanyeol yang sukses membuatku tersedak minuman gara-gara ucapannya itu.

“Eoh, benar. Itu Yura. Ah, nggak asyik!” Timpal Chen sedikit kecewa. Mendengar ucapannya itu membuatku mau tidak mau melihat kembali ke arah yang mereka tuju tadi. Dan benar saja, di sana Yura sedang berdiri dengan gaun warna merah tanpa lengannya, dibagian atas gaunnya itu terdapat renda-renda bunga, dan dibagian perutnya terdapat sabuk yang dihiasi sebuah bunga. Dia menyanggul rambutnya ke atas menampilkan leher putih mulusnya. Gaun itu dipadu-padankan dengan sepatu warna putih.Make-up yang dia gunakan tidak terlalu tebal.

Sudah kuduga, gaun itu akan cocok sekali kalau dipakai olehnya. Tanpa diduga, aku tersenyum saat melihatnya. Bukankah dia sangat cantik? Pikirku. Dia terlihat kebingungan saat memasuki ballroom yang ramai ini. Mungkin karena dia tidak mengenal siapapun di sini.

“Yura!” panggil Chen dengan suara melengkingnya, membuat Yura berbalik menghadap kami, dengan tersenyum dia berjalan menuju ke arah kami karena Chen melambaikan tangan menyuruhnya untuk bergabung dengan kami. Apa Chen tidak tahu kalau aku jadi tidak nyaman saat ini? Akh, sialnya! Rutukku dalam hati.

“Hai..” sapanya saat sudah bergabung dengan kami.

“Hai..” sapa Chanyeol dan Chen bersamaan, sedangkan aku tidak menjawabnya sama sekali, aku hanya menganggukkan kepalaku sedikit ke arahnya.

“Kau terlihat sangat cantik sekali malam ini.” Tambah Chanyeol.

“Terima kasih.” Jawabnya sambil tersenyum malu-malu.

Kemudian mereka bertiga mengobrol tentang apapun sedangkan aku berusaha mengabaikan mereka dengan memalingkan wajahku ke arah lain agar tidak bisa menatapnya, atau itu akan membuatku berubah pikiran akan pertunangan ini. Kuteguk minumanku mencoba menstabilkan debaran jantungku. Kenapa aku seperti ini saat di dekatnya?

Aku memilih mengedarkan pandanganku ke segala arah demi tidak melihatnya yang saat ini ada di hadapanku. Saat kuedarkan pandangankuke sekeliling,kulihat seorang gadis cantik sedang mencoba berjalan dengan hati-hati. Dia menggunakan gaun putih tulang pendek tanpa lengan tapi memiliki ekor yang panjang. Tanpa pikir panjang aku langsung berdiri dari tempat dudukku, membuat perhatian semua orang di meja mengalihkannya padaku. Saat mereka mengikuti arah pandanganku, mereka hanya bisa ber-oh ria tanpa mengomentari apapun.

Dengan sedikit tergesa-gesa kuhampiri gadisku ini. Dia berjalan dengan bantuan Nahyun noona yang memegangi bagian ekor gaunnya. Dia terus berjalan menunduk untuk memastikan bahwa kakinya tidak menginjak gaunnya sendiri. Begitu aku sampai di hadapannya, dia menegakkan kepalanya ke atas untuk melihat siapa yang sudah menghalangi jalannya.

Begitu melihat wajahku ada di hadapannya, dia tersenyum bahagia dan kubalas dengan senyuman juga. Kuperhatikan penampilannya yang luar biasa sekali malam ini. Rambutnya di sanggul ke atas, menampilkan leher jenjangnya, salah satu tempat favoritku. Dia menggunakan sepatu heels warna silver dengan model sederhana. Perhiasan yang dia gunakan sedikit berlebihan, karena dari kejauhan saja aku sudah bisa melihatnya menggunakan satu set perhiasan berliannya yang berbentuk cukup rumit seperti bunga tapi mirip daun juga.

Seperti apa yang aku lakukan padanya, dia juga memperhatikan penampilanku. Aku hanya memakai kemeja putih, dengan dasi hitam kupu-kupu. Selain itu aku juga mengenakan rompi warna hitam yang memiliki warna senada dengan jas, celana dan juga sepatuku. Rambut coklatku ditata ke atas dengan belahan di sisi kiri kepalaku.

Aku merasa sangat puas dengan penampilan kami. Selama beberapa saat kami hanya saling berpandangan, sampai Nahyun noona menyadarkan kami dengan ucapan sarkatisnya.

“Ya, apa yang akan kalian lakukan hanya berdiam diri seperti patung saja sampai matahari muncul?” ucapnya heran dengan tingkah laku kami. Kemudian dengan terpaksa aku memutuskan kontak kami dan beralih untuk memandang noonaku ini.

“Noona selalu menjadi perusak suasana saja.” Ucapku sedikit kesal sambil menampilkan ekspresi cemberut padanya.

“Ckk, arra, arra. Kalau begitu aku pergi. Kau urus tunanganmu ini, karena noona akan pergi mencari appa dan eomma.” Katanya sedikit kesal dengan ucapanku tadi.

Setelah kepergian noona, segera saja kuhampiri Sena hingga menyisakan jarak beberapa senti saja antara wajah kami. Kemudian aku sedikit berbisik di telinganya.

“Kau sangat menakjubkan.” Kataku tulus. Kemudian kukecup singkat daun telinganya. Menyebabkan semua orang yang sedang memperhatikan kami terpekik kaget karena perlakuan mesraku pada Sena.

“Kau juga sangat menakjubkan malam ini.” Balasnya sambil tersenyum penuh kebahagiaan. Kemudian aku berdiri di sampingnya, membiarkan dia menggandeng tanganku supaya dia bisa berjalan. Kami berjalan menuju bagian depan dari ballroom ini, tempat di mana keluarga kami sedang berkumpul.

Tanpa membuang waktu lagi, acara puncakpun dilaksanakan. Kami berdua berjalan menuju ke atas panggung. Di hadapan semua orang kami memasang cincin pertunangan kami. Cincin pertunangan ini sangat sederhana, seperti cincin pasangan pada umumnya. Cincin yang aku kenakan tidak memiliki desain yang berarti tetapi setiap sisi cincin kami membentuk sebuah bangun heksagon. Cincin yang aku kenakan berwarna hematite sedangkan Sena berwarna rose gold.

Entah inisiatif dari mana, saat pemasangan cincin sudah kami lakukan, kutarik segera pinggang Sena, kumiringkan kepalaku sedikit, kemudian kucium dia lembut. Bisa kurasakan kalau dia begitu terkejut dengan perlakuanku, begitu juga dengan semua orang yang hadir di pesta kami. Tapi beberapa saat kemudian kurasakan Sena membalas setiap kecupanku hingga tanpa kami sadari waktu terus berjalan sampai beberapa menit lamanya yang kami lakukan terus berciuman mesra. Saat kulepaskan kontak kami, suara tepuk tangan bergemuruh di ballroom ini. Gila, kenapa aku begitu berani menciumnya di hadapan semua orang?

Bisa kulihat wajah Sena yang langsung memerah karena malu. Namun saat kualihkan pandanganku ke wajah para tamu undangan yang sedang duduk, aku bisa menangkap raut terluka dari wajah Yura. Mungkin ini pertama kalinya dia melihatku mencium gadis lain, berbeda dengan Sena yang lebih sering memergokiku sedang berciuman dengan gadis lain, tapi sekarang aku sudah mulai berubah.

Kutarik Sena untuk turun dari panggung karena aku tidak mau terus menerus melihat wajah terluka darinya. Begitu sampai di meja keluarga kami, kami disambut dengan raut bahagia dari kedua orang tua kami.

“Kuharap kau tidak lupa Baekhyun-na, kalau sekarang kalian baru bertunangan, bukan menikah?” ucap abeoji yang membuatku sangat malu karena dia menyindir perbuatan nekadku di atas panggung tadi. Aku hanya bisa menggaruk belakang kepalaku yang tidak gatal sama sekali sambil tersenyum malu ke arahnya karena sudah berani-beraninya mencium anak gadisnya.

“Kau benar Jong-ie. Tapi kenapa aku merasa kalau mereka berdua itu baru saja melangsungkan upacara pernikahan?” tambah appa.

“Mungkin karena pakaian yang mereka gunakan seperti pakaian untuk melangsungkan sebuah pernikahan.” Jelas eomma yang membuat mereka kembali memperhatikan penampilan kami, hal ini menyebabkan aku dan Sena menjadi salah tingkah karena perlakuan mereka itu.

“Itu karena aku sengaja memilihkan gaun pernikahan pendek buat Sena.” Celetuk Nahyun noona.

“Ne?” kata Sena begitu terkejut dengan pernyataan yang dilontarkan noonaku. “Jadi benar ini gaun pernikahan? Kenapa eonni membohongiku?” tuntutnya tidak percaya dengan apa yang dia pakai sekarang.

“Hehehe,, mian, mian. Aku tidak bermaksud untuk membohongimu, hanya saja aku begitu jatuh cinta dengan gaun ini saat kita sedang berbelanja dulu. Aku punya firasat kau akan sangat mempesona dengan menggunakan gaun ini. Dan ternyata dugaanku benar, kau lihat ke sebelah sana,” tunjuknya pada kerumunan laki-laki yang terus menatap Sena, berharap Sena berpaling pada mereka. “Mereka dari tadi terus memperhatikanmu, Na-ya. Mungkin kalau kau yang bukan bertunangan hari ini, mereka akan langsung mendekatimu.” Jelas noona memanas-manasiku kemudian sedikit menjulurkan lidahnya padaku. Menyebalkan.

“Noona! Sena sudah ada yang memiliki jadi jangan memanas-manasiku, arra.” Protesku pada pernyataan noona tadi. Seperti biasa, noona memang sangat menyebalkan. Kemudian kutarik Sena ke arah teman-teman kami yang berkumpul menjadi satu meja. Mereka memberikan ucapan selamat pada kami atas pertunangan ini. Kemudian kami mengobrol bersama, aku duduk di sebelah Sena, dengan tangan kami yang masih saling bertautan satu sama lain.

“Kau tahu Na-ya, sebenarnya aku sudah tahu kalau kalian memiliki hubungan.” Kata Soojung.

“Bagaimana bisa?” jawab Sena sedikit terkejut.

“Kau bilang bagaimana bisa? Ya tentu saja lewat foto kalian berdua saat di luar restoran itu.” Jelas Soojung. “Kalian pikir bisa membohongi kami dengan berpura-pura tidak terjadi apa-apa di antara kalian? Sekali lihat punggungmu saja aku sudah tahu kalau yang di foto itu adalah dirimu. Kau pikir kita baru mengenal selama satu bulan saja, eoh? Kami diam karena kami ingin kau menjelaskannya sendiri pada kami. Dan lihatlah sekarang, kalian benar-benar hebat.” Tambah Soojung dengan menggebu-gebu.

“Mian, aku tidak bermaksud menutupinya darimu. Tapi sebenarnya Irene sudah mengetahuinya hanya saja aku menyuruhnya untuk diam.” Kata Sena menjelaskan yang diakhiri dengan senyuman permintaan maafnya.

“Waahh, jinjja. Kalian benar-benar jahat padaku.” Kata Soojung dengan sedikit mendramatisir suasana.

“Jeongmal mianhae, Jung-ie.” Bujuk Sena. Setelah beberapa kali Sena membujuk Soojung untuk memaafkannya, pada akhirnya Soojung memaafkan kami. Aku hanya terdiam memandangi mereka yang ada di meja ini, kecuali satu orang yang sedang duduk di seberang tempat dudukku. Dia hanya menundukkan wajahnya, menatap pada makanan yang tersaji di meja.

“Aku punya kejutan untukmu.” Kataku memutus percakapan antara Sena dengan sahabatnya. Kemudian aku berdiri dari kursiku, mengecup sebentar kepalanya, lalu berjalan menuju ke atas panggung. Di pinggiran panggung terdapat sebuah saxophone yang di letakkan tergelak begitu saja, hal ini sengaja aku persiapkan sebelum-sebelumnya.Kemudian aku mengambilnya, dan memasangkan talinya pada leherku. Aku berjalan menuju ke arah microphone berada.

“Selamat malam semuanya.” Ucapku untuk menarik perhatian semua orang yang ada di ruangan ini, dan itu berhasil. “Terima kasih sudah datang ke acara yang bersejarah di dalam hidupku dan Sena. Kalian pasti bertanya-tanya kenapa aku berdiri di atas panggung ini bukan?” kataku, kemudian kutarik napas dan melanjutkan kata-kataku.

“Aku berdiri di sini karena aku telah menyiapkan sebuah kejutan sederhana buat gadis yang akan menjadi pendamping hidupku kelak. Selain itu, ini untuk menepati salah satu janjiku padanya. Semoga kalian menikmati permainanku ini. Selamat mendengarkan.” Kataku pada akhirnya dan disambut dengan tepuk tangan yang meriah.

Saat aku mulai memainkan saxophoneku ini, semua suara yang awalnya ribut kini sunyi yang terdengar hanya alunan nada dari saxophoneku. Lagu yang aku mainkan adalah lagu dari Kenny G berjudul Loving You. Semua orang begitu terhipnotis akanpermainanku. Saat kubuka mata dan meliriknya yang sedang duduk di antara teman-temanku, aku bisa melihat raut wajah terpesona dan bahagianya dengan melengkungan senyuman manisnya padaku.

Membuatku melakukan hal yang sama padanya. Namun secara tidak sengaja, aku juga bisa melihat tatapan yang sama dari gadis yang berbeda yang duduk di lingkaran meja yang sama. Sama seperti halnya pengaruh Sena padaku, Yura juga memiliki pengaruh yang sama kuatnya, membuatku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya. Aku tahu, apa yang aku lakukan saat ini pasti akan di sadari oleh Sena.

Mianhae, mungkin ini terakhir kalinya aku melakukan ini padanya, dan aku janji aku akan berusaha hanya untuk melihatmu di hari-hari ke depannya. Jeongmal mianhae.

 

 

~ FIN ~

 

Untuk cincin pertunangannya kalian bayangin aja itu exo ring.

Kritik dan saran tetep aku terima.

See You :-*

 

Regards,

Azalea

 

 

16 tanggapan untuk “[EXOFFI FREELANCE] BEAUTIFUL [3rd Series]”

  1. yura mamam noh upil gue:-P abis keseeeel banget sama yura.sok jaim banget sih jadi cewe mamam tuh sakit ati..klo suka mh bilang aja napa gausah muna jd orang..
    aakh akhirnya kopel baeksena tunangan yeeey…si beha jan plin plan dong pan udh tunangan-.

Tinggalkan Balasan ke Rivana Alsya Batalkan balasan