[PROLOGUE] TRUE LIES — IRISH’s Story

╔                                                         ╗

TRUE LIES

╚                                                         ╝

I lied when I said that I loved you.

.

IRISH’s Notes: Why don’t you read the story without care about the cast?

WITH

EXO’s Do Kyungsoo ═══ EXO’s Kim Jongdae ═══ Lovelyz’s Kim Jiyeon

SUPPORTED BY

VIXX’s Lee Jaehwan ═══ A-Pink’s Jung Eunji

ADDITIONAL CAST

VIXX’s Lee Hongbin, Ravi Kim ═══ EXO’s Oh Sehun ═══ BTS’s Jung Hoseok & Jeon Jungkook ═══ GOT7’s Jackson ═══ Seventeen’s Dokyeom ═══ SM Rookies’s Johnny ═══ Lovelyz’s Lee Mijoo & Jung Yein ═══ AOA’s Kim Seolhyun & Seo Yuna ═══ Girls Day’s Lee Hyeri & Bang Minah

A dark, crime, hurt-comfort, marriage-life, sci-fi, slight!thriller, slight!suspense story rated by PG-17 (for harsh words, crime, and murdering) in chapterred length

DISCLAIMER

This is a work of fiction. I don’t own the cast. Every real ones belong to their real life. And every fake ones belong to their fake appearance. The incidents, and locations portrayed herein are fictitious, and any similarity to or identification with the location, name, character or history of any person, product or entity is entirely coincidental and unintentional. Any unauthorized duplication and/or distribution of this art without permission are totally restricted.

©2015 IRISH Art&Story All Rights Reserved

“I lied when I said that I loved you.”—Kim Jiyeon

A special present for my special beta-reader, and also my best friend… Tyas. Thanks for being by myside and reading all of my stories before I publish it for everyone. Today is your special day right?

—Kim Jiyeon & Do Kyungsoo—

“Bukankah kau mencintaiku, Jiyeon-ah?” Kyungsoo tersenyum sarkatis, mendesak gadis mungil di hadapannya untuk melangkah mundur sementara pemuda itu masih menerornya dengan tatapan yang sama, dingin.

“K-Kyungsoo-ya… Kumohon… Jangan seperti ini…” Jiyeon hampir saja terisak, bulir bening itu mungkin saja jatuh dari sudut matanya jika Ia tidak berusaha menyadarkan dirinya, bahwa pemuda di hadapannya adalah Do Kyungsoo.

Ya, Do Kyungsoo, yang sudah dicintainya selama hampir enam tahun lamanya.

DUK!

Punggung Jiyeon menabrak dinding di belakangnya, secara otomatis kakinya tak lagi bisa beranjak lebih jauh. Sementara di depannya, Kyungsoo merajut langkah, memendekkan jarak antara dirinya dan gadis yang sekarang meringkuk ketakutan.

Kyungsoo ingat benar, Jiyeon selalu seperti ini saat Ia takut. Dan tak pernah sekalipun dalam enam tahun ini Kyungsoo melihat Jiyeon bersikap seperti ini di hadapannya.

Kyungsoo tahu, Ia telah membuat gadis di hadapannya takut. Tapi Ia tak lagi peduli. Tidak kali ini.

Jemari Kyungsoo kini menyentuh dagu Jiyeon, mendongakkan gadis itu seolah sengaja ingin mempertemukan tatapan mereka. Jauh, dalam lubuk hatinya, Jiyeon ingin menjerit. Saat-saat seperti ini lah yang selama enam tahun ini diharapkannya.

Betapa Ia menginginkan jemari pemuda Do itu menyentuh kulitnya. Tapi sekarang? Disaat semuanya sudah menjadi kacau seperti ini? Jiyeon ingin menangis dan meneriakkan nama yang tak seharusnya Ia teriakkan.

“J-Jongdae…” kata itu akhirnya lolos dari bibir mungil Jiyeon dan dalam sekejap, berhasil membuat Kyungsoo kalap.

BRAK!

Pemuda itu dengan cukup keras memukul dinding kayu di belakang Jiyeon.

“Jongdae?” ulangnya sarkatis, “beraninya kau menyebut nama bajingan itu di hadapanku!” teriak Kyungsoo membuat Jiyeon gemetar ketakutan.

Jelas saja Jiyeon tahu bagaimana tempramennya pemuda ini, tapi Kyungsoo tak pernah memperlihatkan amarahnya di depan Jiyeon. Sungguh. Bagi Jiyeon, Kyungsoo adalah seorang malaikat!

“Kau mencintaiku, Kim Jiyeon! Kau sendiri yang mengucapkannya. Jadi kau tak boleh menyebut nama bajingan itu di hadapanku.” Kyungsoo sekali lagi menarik dagu Jiyeon, menatap sepasang mata yang meretak karena menahan likuid beningnya terjatuh, juga menatap plum mungil yang bergetar menahan tangis.

Dengan kasar Kyungsoo mendaratkan ciuman di plum mungil yang selama ini tak pernah sekalipun Ia coba untuk sentuh, membuat gadis itu memberontak, tapi ditahannya dengan kuat. Kyungsoo mungkin bukan pemuda bertubuh kekar, tapi setidaknya kekuatannya tak bisa disandingi oleh Jiyeon yang mungil.

“H-Henti… Hentikan…” Jiyeon terisak, Ia tak lagi bisa membendung tangisnya, bagaimana tidak, ciuman yang diharap-harapkannya selama enam tahun ini dilakukan Kyungsoo dengan sangat kasar dan penuh amarah.

Gadis itu menyentakkan tangan Kyungsoo kuat-kuat, membawa dirinya menjauh dari Kyungsoo sementara kini pemuda itu menatap Jiyeon dengan tatapan penuh luka.

“Jiyeon-ah…” panggilnya dengan cara yang sanggup membuat jantung Jiyeon ingin melompat keluar dari persinggahannya.

Kyungsoo sadar, walaupun Ia telah mengintimidasi gadis itu, walau Ia telah menunjukkan sosoknya yang paling gelap sekalipun, Jiyeon tetap sama, menerima semua perlakuannya.

Dan sekarang, semuanya membentuk sebuah penyesalan bagi Kyungsoo. Ia tahu Ia telah melukai gadis itu.

“Jiyeon-ah, kau tidak seharusnya mencintaiku.”

—Do Kyungsoo & Jung Eunji—

“Bagaimana dengan Jiyeon, Kyungsoo-ya?” Eunji melingkarkan lengannya di tubuh pemuda itu sementara Kyungsoo hanya mendesah pelan.

“Aku rasa aku seharusnya berhenti.” gumamnya pelan, tatapannya kemudian beralih pada Eunji, “tapi kau bilang kau ingin bersama Jongdae, bukankah begitu?” tanyanya membuat Eunji menjauhkan lengannya.

Satu senyum kecil muncul di bibir gadis itu, disambung dengan sebuah anggukan.

“Ya, aku memang menginginkannya. Kami seharusnya ditakdirkan bersama, jika bukan karena kehadiran Jiyeon.” ucap Eunji sarat akan nada kecewa.

Jiyeon. Kim Jiyeon. Kyungsoo mengulang-ulang nama itu dalam benaknya.

“Tapi apa lagi yang bisa kuperbuat? Aku sudah tahu, Jongdae hanya memanfaatkannya sementara waktu.” Eunji kemudian tersenyum.

Mendengar ucapan gadis itu, Kyungsoo mendengus.

“Seperti kau yang juga memanfaatkanku bukan?” ucapnya menyindir.

Eunji masih memasang senyum yang sama, Ia kemudian mendekatkan tubuhnya ke arah Kyungsoo.

“Ya, seperti itu juga. Lagipula, kau tidak bisa menolakku juga ‘kan?” Ia bertanya balik, pertanyaan yang membuat Kyungsoo mengalihkan pandangannya.

Tanpa bisa berbohong, Ia memang tertarik, kelewat tertarik pada gadis bermarga Jung itu. Jiyeon adalah sahabatnya sejak kecil, tapi gadis di hadapannya telah membuatnya jatuh cinta, dan bahkan, jika bisa, Kyungsoo akan merelakan apapun untuk gadis itu.

“Lalu sekarang, kau mau aku menjauhkan Jiyeon dari Jongdae bukan?” tanya Kyungsoo akhirnya.

Eunji tersenyum simpul, dan mengangguk.

“Ya, kau tahu aku akan sangat bahagia jika mereka berpisah.”

Kyungsoo terdiam. Masa bodoh, orang-orang mungkin mengatakannya cinta buta pada gadis Jung ini, tapi Ia tak lagi peduli. Yang terpenting sekarang, membahagiakan gadis yang Ia cintai.

—Jung Eunji & Kim Jongdae—

“Aku pasti akan bersamamu, Eunji-ah. Kau tidak perlu khawatir.”

Tak ada sahutan keluar dari bibir Eunji. Ia sudah terlampau muak dan bosan mendengar kalimat yang sama dari Jongdae. Delapan belas tahun lamanya, bayangkan. Sejak delapan belas tahun lalu Jongdae mengatakan hal yang sama, tapi tak pernah ada pembuktian karena nyatanya mereka tak pernah bersama.

Bagi Eunji, tidak ada yang lebih penting daripada seorang Kim Jongdae. Agaknya hal itu tak berlaku sebaliknya, karena ada begitu banyak hal yang membuat Jongdae selalu dan selalu meninggalkannya.

Apa arti kebersamaan selama delapan belas tahun jika mereka bahkan tak pernah menghabiskan waktu bersama lebih dari dua jam?

“Aku lelah mendengarnya.” Eunji mendengus.

Ucapannya membuat alis Jongdae bertaut.

“Apa maksudmu?” tanyanya.

Eunji menyarangkan pandangannya, “Aku lelah mendengar ucapan yang sama selama delapan belas tahun, aku butuh pembuktian, Jongdae-ya.” ucap gadis itu dengan penuh penekanan ditiap kata yang diucapkannya.

Jongdae menghela nafas.

“Setelah semua ini berakhir, Eunji-ah.” ujarnya lembut.

Eunji berdecak kesal.

“Kau pikir aku akan diam saja melihatmu bersama wanita lain?” tanyanya dengan nada meninggi.

“Dia tak ada hubungannya dengan urusan kita.” Jongdae menandaskan.

“Tapi kau menikah dengannya!” Eunji bisa-bisa berteriak keras karena amarahnya sudah mencapai ubun-ubun.

Dengan entengnya Jongdae berkata jika wanita itu tak ada hubungannya dengan mereka tapi nyatanya sudah selama beberapa bulan ini Jongdae menikahi gadis itu. Ugh, Eunji ingin sekali membuat wanita itu menyesal seumur hidupnya.

“Dia hanya tamengku.” terang Jongdae.

Eunji tampak melunak, walaupun ekspresi kakunya masih terpasang, setidaknya tubuh gadis itu bisa relaks.

“Benar-benar hanya tameng?” tanyanya memastikan.

“Jung Eunji, apa aku pernah membohongimu?” ucap Jongdae membuat ekspresi Eunji berubah lembut.

“Kau memang tidak pernah berbohong, tapi juga tidak pernah menepati ucapanmu.” ucapnya telak.

Kali ini rahang Jongdae mengatup. Belum selesai emosinya reda karena satu orang, kini Eunji sudah menambah kekesalannya.

“Lalu pergilah saja dengan pria itu jika kau mau!” ucapnya cukup keras membuat Eunji tersentak.

Sungguh, Ia tak menyangka Jongdae akan bicara sekeras ini padanya.

“Kim Jongdae! Apa yang terjadi padamu?!” ucap Eunji tak kalah keras.

Jongdae mengerjap cepat, tersadar. Ia telah meluapkan emosinya pada seseorang yang salah.

“Maaf, Eunji-ah. Tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk membahas urusan pribadi kita.” kata Jongdae lembut.

Tak malah melunak, Eunji menatap berang pemuda itu.

“Ya. Memang, sekarang bagimu yang terpenting adalah gadis bernama Kim Jiyeon itu, iya ‘kan?”

—Kim Jongdae & Kim Jiyeon—

Jongdae menatap serius buku tebal di hadapannya. Sementara pintu ruang depan terbuka. Dari suara langkah yang tercipta, Jongdae sudah hafal benar, Jiyeon lah yang datang.

Sudut mata Jongdae menangkap sosok Jiyeon yang masuk ke ruang tengah, tempatnya sekarang duduk serius menekuri buku. Sedikit terkejut, Jongdae sempat menatap gadis itu cukup lama.

Bagaimana tidak? Jiyeon masuk dalam keadaan sangat kacau. Blazer nya robek, dan rambut gadis itu acak-acakkan.

“Apa yang sudah kau lakukan seharian di luar?” Jongdae akhirnya tak tahan untuk tidak bertanya.

Biasanya gadis itu selalu menyempatkan diri bertanya ‘Apa kau sudah makan?’ atau ‘keadaanmu baik-baik saja?’ saat Ia masuk di rumah walaupun Jongdae kerap kali mengabaikan pertanyaan itu. Tapi hari ini, Jiyeon bahkan tidak melempar pandang padanya.

Gadis ini makin berani menentangku, batin Jongdae merutuk kesal.

“Tidak ada apa-apa,” Jiyeon menyahut pelan.

Mengabaikan tatapan menyelidik Jongdae, Ia malah beranjak masuk ke dalam kamar.

“Kyungsoo melakukan itu padamu?” pertanyaan Jongdae berhasil menghentikan langkah Jiyeon, gadis itu kontan membeku di tempat.

“Aku benar bukan?” Jongdae makin memancing jawaban gadis itu.

Jiyeon mendongak, menatap pemuda itu.

“Jika iya lalu kenapa? Toh tidak ada urusannya sama sekali denganmu. Ya, aku tahu kau melarangku bertemu dengannya. Tapi apa yang bisa kulakukan jika Ia terus muncul dan bicara padaku?”

“Apa yang harus aku lakukan jika Ia bertindak sekasar ini padaku? Melaporkannya ke polisi dan mengadu tentang percobaan pemerkosaan? Jangan bercanda. Aku bukan makhluk keji sepertimu yang melalukan semuanya semaumu.”

Seusai berucap, Jiyeon masuk ke dalam kamarnya, membiarkan Jongdae mematung setelah mendengar jawabannya.

“…Aku bukan makhluk keji sepertimu yang melakukan semuanya semaumu…”

Ucapan gadis itu terngiang di pendengaran Jongdae. Geram, Ia segera merajut langkah masuk ke dalam kamar—yang selama beberapa bulan ini hanya ditempati oleh Jiyeon seorang diri—dan menarik lengan gadis itu, membuat Jiyeon yang tadinya sibuk di depan meja rias berbalik secara paksa.

“Apa-apaan kau?!” Jiyeon berucap cukup keras hingga Jongdae butuh beberapa sekon untuk yakin gadis itu baru saja berucap sekeras itu padanya.

Sesuatu pasti benar-benar terjadi hingga Jiyeon yang biasanya sangat lembut tiba-tiba saja berubah semarah ini.

“Jadi dia mencoba memperkosamu?” tanya Jongdae dengan rahang terkatup.

Jiyeon mengalihkan pandangan, “Aku tidak bicara begitu, pergilah, aku tak ingin membicarakannya.” sahutnya masih enggan menatap Jongdae.

Gadis di hadapannya berbohong, Jongdae tahu itu. Jiyeon selalu seperti ini saat berbohong. Jongdae memperhatikan gadis itu dari atas sampai bawah. Alisnya sedikit terangkat melihat bibir gadis itu tampak pucat. Curi-curi pandang, Jongdae mendapati kapas di meja rias, tentu Ia mengerti, gadis ini tadinya pasti sibuk mengusap bibirnya.

Bibir. Sebuah ciuman, pasti. Jongdae akhirnya tertawa sarkatis.

“Hah, jadi dia menciummu dengan paksa?” ucap Jongdae membuat gadis mungil di hadapannya melempar pandangan tajam.

“Sudah kukatakan aku tak ingin mem—”

Ucapan Jiyeon terhenti saat tiba-tiba saja dengan cukup keras Jongdae menghempaskan tubuhnya di tempat tidur. Ketakutan, Jiyeon berusaha menjauhkan dirinya, tapi Jongdae bergerak lebih cepat. Ia menindih tubuh gadis itu, tak memberi Jiyeon sedikitpun kesempatan untuk bergerak.

“Sekarang, kutanya padamu Kim Jiyeon, jika kau berada dalam keadaan seperti ini, apa ini juga jadi salahku?” tanya Jongdae membuat gadis itu menatapnya.

“Apa yang kau bicarakan huh?” ucapnya, tangan gadis itu menyentakkan lengan Jongdae cukup keras, tapi Jongdae tentu tak membiarkan pergerakan gadis itu.

“Kau selalu mengatakan semuanya salah Kyungsoo bukan? Dia yang selalu berusaha menemuimu, dia yang selalu memaksamu. Lalu sekarang? Apa ini juga jadi salahku?”

“Kau yang lemah dan tak bisa melindungi dirimu dari serangan siapapun. Kau yang selalu menangisi hal yang sudah terjadi, apa ini semua salah orang lain?” tanya Jongdae membuat Jiyeon tersentak.

Apa Ia selalu seperti itu selama ini? Jiyeon mengalihkan pandangannya, membuat Jongdae tertawa pelan.

“Lihat? Kau sama sekali tidak sadar. Kesalahan bukan terletak pada orang-orang yang melukaimu, tapi kau. Kau terlalu lemah dan tak pernah berusaha melindungi dirimu sendiri.”

Jongdae melepaskan cekalannya di lengan gadis itu, beranjak dari tempat tidur. Memberi ruang bagi Jiyeon untuk bangkit dan kembali berdiri menantangnya.

Ya, gadis itu memang bangun dari tempat tidur, tapi tidak untuk membantahnya barang sepatah katapun. Hal yang membuat Jongdae tahu, gadis itu pada akhirnya mengerti.

Masih tanpa bicara apapun, Jiyeon beranjak ke meja riasnya, menuangkan pembersih wajah sebanyak mungkin di kapas, dan mengusap bibirnya cukup keras. Jongdae bisa melihat jelas pantulan gadis itu—yang kini terisak karena ucapan tajam Jongdae tadi.

“Kapas sialan,” umpat Jiyeon pelan, melempar kapas itu ke meja, dan mengambil kapas lainnya dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya mengusap wajahnya yang basah karena air mata.

Lagi-lagi Ia menyalahkan hal lain atas kesalahannya sendiri, batin Jongdae. Melihat usaha gadis itu—menuangkan pembersih wajah lagi dan mengusap bibirnya seolah bibirnya telah bersentuhan dengan sesuatu yang sangat tak diinginkannya—Jongdae akhirnya berdecak kesal.

Beberapa langkah diuntai Jongdae sampai Ia lagi-lagi berhasil menggapai lengan gadis itu.

“Lepaskan aku Jongdae! Apa lagi yang mau kau lakukan?! Ucapanmu saja tidak cukup?!” ucap Jiyeon meronta.

Jongdae melepaskan cekalannya, menatap gadis itu sesaat sebelum Ia menarik tengkuk Jiyeon dan mendaratkan bibirnya di atas milik gadis itu. Tersentak, Jiyeon kehilangan fungsi indera penggeraknya selama beberapa saat. Satu-satunya yang bisa Ia rasakan hanya lembapnya bibir Jongdae yang kini melumat miliknya, dan bagaimana tangan Jongdae—yang berada di leher dan tengkuknya—seolah menciptakan percikan api di permukaan kulitnya yang membuat Jiyeon makin mematung.

Tak lama, Jongdae melepaskan ciumannya, memandang Jiyeon dengan tatapan dingin khas miliknya.

“Bekas ciuman Kyungsoo sekarang sudah hilang bukan?”

—Kim Jiyeon & Lee Jaehwan—

“Aku… Aku tidak bisa terus seperti ini…”

Jaehwan memperhatikan gadis di hadapannya—yang sedari tadi menangis tanpa henti tak peduli jika tatapan seisi café sekarang tertuju pada mereka.

“Sudah… Jiyeon-ah. Sudah…” Jaehwan berusaha menenangkan gadis itu, tapi tak malah mereda, tangis Jiyeon semakin keras.

Mata sipit gadis itu tenggelam dibalik tangisnya, membuat Jaehwan yakin esok hari gadis itu tak akan bisa membuka matanya karena bengkak.

“Ini salahku… Jongdae benar… Ini salahku…” Jiyeon terus terisak, sementara jemari mungilnya erat menggenggam milik Jaehwan yang sedari tadi berusaha menenangkannya.

Tidak. Jaehwan tahu Jiyeon sama sekali tidak salah. Ia tahu jelas bagaimana lemahnya gadis satu ini. Ia tahu Jiyeon hanya ‘korban’ yang dimanfaatkan. Tapi Jaehwan tak ingin mengatakannya.

Ia tak ingin membuat Jiyeon merasa dirinya hanya dibutuhkan untuk dimanfaatkan. Jaehwan tak ingin Jiyeon berpikir semua orang hanya akan memanfaatkannya. Karena Jaehwan tahu sendiri ada seorang yang tulus pada gadis ini.

Jaehwan mendesah pelan, menatap arloji gelapnya yang menunjukkan angka sebelas. Sungguh, gadis ini pasti akan terkena amukan dari seorang yang berstatus suami gadis itu tapi nyatanya hanya seorang asing di rumah mewah yang dibelinya.

“Jiyeon-ah, kuantar kau pulang,” Jaehwan berucap lembut, menyampirkan jaket tebalnya di bahu Jiyeon sembari membimbing langkah gadis itu.

“Jongdae akan marah jika melihatmu mengantarku pulang, dia hafal benar mobilmu, Jaehwan-ah.” lirih Jiyeon.

“Siapa bilang aku akan mengantarmu dengan mobil? Aku mengantarmu dengan ini.” Jaehwan tersenyum lebar sambil menepuk punggungnya sendiri.

Jiyeon tampak mengulum senyum walau wajahnya masih basah karena air mata.

“Bodoh, jangan bercanda,” Jiyeon memukul pelan lengan Jaehwan.

“Tidak, aku tidak bercanda Tuan Putri. Punggung Lee Jaehwan siap menjadi tumpangan untukmu.” ujar Jaehwan dengan nada dibuat-buat yang akhirnya memunculkan sebuah tawa kecil dari mulut Jiyeon.

“Ah, aku akan ke kamar mandi sebentar.” ucap Jiyeon, jemarinya menggenggam lengan Jaehwan sebentar, seolah meminta persetujuan, sebelum Ia akhirnya melangkah meninggalkan Jaehwan.

Sementara Jaehwan sendiri berdiri mematung, tersenyum masam sembari memegang lengannya yang tadi bersentuhan dengan jemari Jiyeon.

“Kim Jiyeon… Apa di matamu hanya ada dua lelaki itu saja? Kenapa kau bahkan tidak tahu aku setulus ini menyayangimu?”

—Lee Jaehwan & Jung Eunji—

“Ah, jadi kau Jung Eunji?” Jaehwan menatap penuh selidik gadis yang memasang senyum manis di depannya.

Sementara senyum masih tak lepas dari wajahnya, Eunji mengangguk.

“Dari mana kau tahu namaku?” tanyanya ramah.

Keramahan yang membuat Jaehwan menghembuskan nafas kesal.

“Karena kau nona rubah yang selalu membuat Jiyeon terluka.” mendengar kalimat itu, senyum di wajah Eunji menghilang, bergantikan ekspresi serius.

“Ah, jadi dia mengadu padamu juga? Heran sekali, setelah mengadukanku pada Jongdae, sekarang Ia mengadukanku pada rekan kerjanya juga. Ia benar-benar banyak bicara.” Eunji seolah bicara pada dirinya sendiri, tapi nyatanya Ia bicara pada Jaehwan.

Pemuda Lee itu bergeming.

“Untuk apa kau menemuiku?” tanyanya langsung.

Eunji menatap sejenak, sedikit terkejut juga karena bicara pada pemuda berpenampilan kacau dan seringkali memang menjadi pengacau ini ternyata tak semudah kelihatannya.

“Well, aku tidak meminta hal-hal aneh darimu. Cukup satu hal saja, jangan ikut campur urusan kami.” ucap Eunji tegas.

Jaehwan tertawa, bukan tawa meledek atau tawa melucu. Ia tertawa, dan menciptakan perasaan ‘kasihan’ pada Eunji. Membuat gadis itu menautkan alisnya.

“Jadi, Nona Jung, kau sudah berhasil membuat Do Kyungsoo menjauhi Jiyeon, dan lelaki asing itu, ah, Jongdae? Ya, lelaki itu juga membuat Jiyeon terluka. Jadi semua ini bagian dari rencanamu?

“Kau ingin membuat Jiyeon menderita?”

Pertanyaan langsung pemuda itu sedikit mengejutkan Eunji. Ia sungguh tak menyangka pemuda yang terlihat senang melucu ini nyatanya bisa bicara serius juga.

“Ya. Rupanya kau sudah tahu jelas apa mauku.” ucap Eunji setelah terdiam beberapa saat, Ia kemudian melanjutkan, “anggap saja kita bekerjasama. Kau tak ikut campur urusan kami… maka rahasiamu juga aman.”

Jaehwan sejenak menatap gadis di depannya, lalu tersenyum.

“Memangnya rahasia apa yang kau ancamkan padaku? Kau tahu jelas jawabanku, aku menolak kerjasama ini Nona Jung.” ucap Jaehwan, menumpukan jemarinya di sandaran kursi dan berdiri, hendak beranjak meninggalkan Eunji saat gadis itu lagi-lagi membuka mulut.

“Bahkan jika rahasia ini ada hubungannya dengan Jiyeon?” langkah Jaehwan terhenti sejenak, seolah menunggu, “bukankah dia tidak tahu siapa yang menyebabkan kecelakaan tiga tahun lalu yang menghancurkan hidupnya?”

DEG!

Jantung Jaehwan seolah kehilangan fungsinya selama beberapa saat. Ia berbalik, menatap Eunji dengan tatapan tak bisa diartikan.

“Jadi, kita bekerjasama?” ucap Eunji tersenyum penuh kemenangan.

Sejenak, Jaehwan terdiam. Ia tahu gadis ini sudah mengetahui rahasia terkelamnya, satu rahasia yang jika bisa tak boleh diketahui Jiyeon sampai hembus nafas terakhir pria itu.

Tapi menjadikan rahasia itu sebagai ancaman untuk menghancurkan hidup Jiyeon lebih jauh lagi? Jaehwan tidak ingin diam saja.

Ia tersenyum, sangat tulus, sebelum satu kalimat diutarakannya dengan sama tulusnya.

“Katakan saja semuanya pada Jiyeon, aku tidak takut pada ancamanmu, Nona Jung. Daripada harus bergabung dengan kalian dan membuatnya menderita, lebih baik aku mati melindunginya.”

“Kau yakin ini akan berhasil?”

“Absolut. Satu-satunya jalan adalah dengan berada di sana dan menyaksikan semuanya dengan mata kepalaku sendiri, Sehun.”

“Baiklah Jongdae, kuserahkan semuanya padamu.”

“Apa? Menikah denganmu? Jangan bercanda, Tuan.”

“Aku tidak bercanda. Lagipula, aku punya kuasa untuk memaksamu.”

“Sebenarnya apa yang ada dalam pikiranmu? Kau tidak gila ‘kan?”

“Aku, menginginkanmu, Nona.”

“Kyungsoo, aku akan menikah.”

“Oh ya? Dengan siapa, Jiyeon-ah?”

“Um, bagaimana menurutmu?”

“Menikahlah. Apa lagi yang kau tunggu?”

“Hanya tiga bulan bukan?”

“Ya. Hanya tiga bulan.”

“Setelah itu, kau tidak akan mengusikku lagi?”

“You have my words.”

“Jadi, kau gadis tidak tahu diri itu?”

“Sekarang, apa lagi? Siapa kau?”

“Nona, kau sudah menikah dengan calon suamiku!”

“Apa?”

“Dia bilang dia calon istrimu, Jongdae.”

“Lalu? Apa masalahnya?”

“Tentu saja jadi masalah. Bagaimana bisa kau menikah denganku sementara kau punya calon pengantin?”

“Pernikahan kita palsu, kau lupa?”

“Jaehwan, aku benar-benar tidak mengerti.”

“Kenapa?”

“Aku ini, bernasib buruk? Atau bernasib baik?”

“Astaga, kenapa kau menanyakan pertanyaan yang jawabannya sudah jelas?”

“Jangan bicara padaku, kukira kau mau sibuk menangisi Do Kyungsoo.”

“Apa lukamu baik-baik saja?”

“Aku bisa mengatasinya sendiri.”

“Bagaimana? Kau bahkan tak bisa menggunakan kedua tanganmu.”

“Lalu apa pedulimu?”

“Aku akan mengobatimu, seperti biasanya…”

“Bukankah kau marah padaku karena ciuman tadi?”

“Kita akan bercerai minggu depan, Kim Jiyeon.”

“Ah… Benarkah?”

“Kau terdengar tidak suka.”

“Tidak, aku suka. Aku sangat suka.”

“Benarkah begitu?”

“Hmm, memangnya kenapa?”

“Aku tidak suka kita bercerai.”

“K-Kyungsoo? Kenapa kau di sini?”

“Menemuimu, tentu saja, Jiyeon-ah.”

“Tapi… apa kau tidak sibuk di laboratorium?”

“Memangnya aku tidak boleh menemuimu jika ingin?”

“Ah… Apa kau… memerlukan bantuanku?”

“Tidak.”

“Lalu?”

“Aku membutuhkanmu, Kim Jiyeon.”

“Jaehwan-ah, semuanya semakin aneh.”

“Apa maksudmu?”

“Hanya saja… semuanya berubah terlalu tiba-tiba.”

“Kau bicara tentang siapa? Kyungsoo? Atau Jongdae?”

“Keduanya. Mereka tiba-tiba saja bersikap baik padaku.”

“Benarkah?”

“Kenapa dengan nada bicaramu?”

“Aku kesal.”

“Apa aku membuatmu kesal, Jaehwan-ah?”

“Ya. Karena kau bahkan tak pernah memperhatikan semua yang kulakukan untukmu.”

“Semuanya sudah berakhir untukmu, Kim Jiyeon.”

“Tidak. Jangan katakan… kau…”

“Kenapa? Bukankah kau sudah tahu?”

“Tapi… kenapa?”

“Tentu saja karena aku tak ingin melihatmu bahagia.”

“Kenapa? Kenapa tak ada satupun orang yang membiarkanku bahagia?”

INTRODUCTION PLACE & CAST

—PLACE—

Seoul City, Earth, 2030

3rd Bimasakti Area, Part of Moon, 2030

Seoul Area 2. (Anggep aja rumah Jongdae-Jiyeon LOL)

Seoul Area 5 (Anggep aja rumah Kyungsoo LOL lagi)

Seoul Area 0+ (Anggep aja perpustakaan, maksa loh ini)

Seoul Area 1+ (Ini restaurant di malam hari dan cafe di pagi hari, maksa lagi, LOL, tempat ini bakal sering di datengin Jiyeon)

Seoul Area 1+ (Laboratory)

Seoul Area 0+ (Ini kupaksa jadi apertemen Jaehwan LOL)

Seoul Area X+ (Ini kupaksa jadi tempat tinggal Sehun, Sehun bakal sering muncul soalnya, LOOOOL)

—CAST—

Kim Jiyeon / 21 y.o

(still) a human, worked on library, fairy-tale-like-girl (karena dia bener-bener baik), in loved with Do Kyungsoo since her parents died on an accident.

–

Kim Jongdae / 24 y.o

(not) a human. In 2025 human found another living creatures in the part of Moon, they called it ‘Mutant’ because they’re half-human-half-monsters-with-robotic-form and they do an invasion on earth without human’s permission.

–

Do Kyungsoo / 23 y.o

(still) human. Scientist, he has an Antisocial Personality Disorder and the one that he trust is Kim Jiyeon. Used to work to the goverment and made an antidote against the Mutant.

–

Lee Jaehwan / 23 y.o

(still) human, secret agent from the part of Moon, half-human-half-mutant, used to obsessed with Kim Jiyeon on his ‘angel’ side. He has two sides of personality. That ‘angel’ side as a human and ‘devil’ side as a mutant.

–

Jung Eunji / 23 y.o

(not) a human. Kim Jongdae’s soon-to-be-spouse and she hates Kim Jiyeon for married her man. She has ‘magical’ charm to seduce people.

–

Yuhuuuuuu! Selamat 21 Desember!

Well, ini bener-bener special prologue. Kenapa? Karena biasanya prolog mungkin gak begini ya. WKWKWKWKWK. /SOTAU KAMBUH/ tapi karena fanfict ini aku buat SPECIAL menjawab tantangan ‘bisa gak sih rish bikin marriage life plus fantasy plus sci-fi?’ jadi fanfict ini kupersembahkan tepat dihari ulang tahun sahabat tertjintah! Emang gak pure fantasy karena ini fantasy mix sama science fiction. LOOOOL. Tapi tetep aja ini satu dari dua genre kesayanganku yang gak pernah aku paduin sama marriage-life.

Dan ya, fanfict ini gak cuma buat maibesprend kok wkwk karena untuk readers EXOFFI juga. Pernah menemukan fanfict fantasy-sci-fi-marriage life sejenis ini? Aku rasa enggak. LIAT AJA NANTI akan Irish jadikan seperti apa fanfict ini. DAN SEBENERNYA fanfict ini chapter 1 nya akan kupublish mulai tahun depan TETOT TETOT. Cuma special aja prolog nya harus hari ini AHEM karena ide fanfict ini khusus buat maibesprend.

Dan ya (lagi) kenapa aku pake main cast MEREKA? Karena mereka berlima adalah bias utama maibesprend yang rata-rata biasnya adalah main vocal line—plus pendek alias bantet—ini. DAN JADILAH PARA SHORT-LINE INI JADI MAIN CAST. BIAR SEMAKIN GREGET, supported cast nya bias nya temenkoeh semua (kecuali Minah dan Hyeri wkwk). DAN KARENA dia gak suka fanfict yang penuh gambar-gambar, JADI SENGAJA PROLOGUE nya kukasih BANYAK GAMBAR, rasakan, HUAHAHAHAHA. Mohon maklumi ya readers, saya seperti ini aslinya.__.

Aduh bikin cuap-cuap emang lebih mudah daripada Birthday Speech!

Jadi intinya, happy birthday, dear my friend, happy twenty ya! Thanks for all the time you spent to read my fanfiction and commented on every single of them in ‘oneshot’ length—fyi kawan-kawan, temanku satu ini adalah beta-reader khusus yang selalu membaca—hampir semua—fanfict ku sebelum ku publish, dan komennya udah ngalahin fanfict vignette saking panjangnya.

Belum lagi dia sering muncul juga di komen! Dasar! But, thanks! Karena udah muncul di beberapa fanfictku sebagai ‘Chan’ atau ‘Lilly’ atau ‘voldy’ atau ‘diudiu’ entah siapa lagi yang aku gak tahu karena kamu seperti pasien DID yang banyak identitasnya saat di dunia maya ini~ hmm kamu harus siap-siap masuk RSJ dimana di sana ada Kyungsoo-nya!

Aku bener-bener berterima kasih karena yaahh~ hampir semua fanfictku emang di baca sama dia duluan, sehingga mengurangi segala jenis typo dan keanehan dalam berbahasa, dan juga alur. THANKS MY PRIVATE ASSISTANCE, MY BETA-READER, AND MY BEST FRIEND FOR YEARS!

You know how many words I can write but the most important things are “HAPPY BIRTHDAY!” “OTANJOUBI OMEDETOU!” “SAENGIL CHUKKAE!” dan entah berapa ratus juta kata lagi bisa kuuntai sayang sekali ini hanya Author’s Note dan aku gak bisa mengetik sebanyak oneshot :’) THANKS FOR EVERYTHING, AND HAPPY 21th BIRTHDAY, TYAS. MARI KITA LANJUTKAN KEHEBOHAN DAN PERSAHABATAN ABSURD INI. MAAF KARENA AKU SELALU MEMBULLYMU YA, DAN TERIMA KASIH KARENA SELALU MENERIMA TINDAKAN JAHILKU YANG SUKA MAKSA KAMU BUAT BACA FANFICT DAN RNR HIKS. AKU TAU AKU JAHAT TAPI KUSAYANG KAMOEH. ROTFL. SALAM GUNDUL DARI IPAN!!

ANYWAY, do you like this story, guys? Any comment?^^

IRISH SHOW [click]

abracadabra! i’m irish! the rainbow!

©